Selasa, 24 Juni 2014

Vampir yang Kelaparan

Cerita ini saya sertakan dalam Program Tantangan Kemudian 2014. Saya mendapat tantangan dari Rea_sekar untuk membuat cerita fantasi untuk anak SD dengan ketentuan antara lain panjangnya maksimal 1000 kata serta tidak menggunakan nama-nama yang sulit diucapkan oleh lidah Indonesia, adegan kekerasan atau perang, maupun sihir/mantra (saya memang tidak mengerti tradisi fikfan macam begituan, untunglah). Cerpen ini saya pajang ulang di sini karena mendapat poin di atas 100, wahahaha... (berasa prestasi, gitu ya, padahal mah...). Cerpen ini awalnya ditulis hingga lebih dari 10.000 kata namun demi kepentingan tantangan saya meringkasnya menjadi sebagai berikut. Jelaslah cerpen ini tidak akan layak dimuat di Bobo atau media beken manapun, tapi sedikitnya mudah-mudahan dapat menghibur pembaca.



Tantangan Fantasi (khusus untuk pembaca anak SD)

sumber: http://bintaf.files.wordpress.com/2013/01/drakula11.jpg
sumber gambar 

Sebuah truk pikap berhenti di depan rumah Vido. Dari dalam truk itu, sebuah peti mati digotong keluar dan dibawa masuk ke gudang rumah Vido. Vido bertanya kepada papinya darimana asal peti mati itu. “Itu punya teman Papi di luar negeri. Teman Papi mengoleksi barang antik.”

“Apa isinya?” Vido bertanya lagi. Papi Vido tidak tahu. Temannya hanya menitipkan barang itu untuk sementara.

Vido segera memberi tahu temannya, Ghira, lewat telepon. “Kita harus memeriksanya nanti malam. Biar seru! Kamu menginap saja.”

Ghira penasaran sekaligus takut. Tapi dia lebih takut kalau Vido mengatainya penakut dan memberitahukannya kepada teman-teman sekelas. Ghira pun meminta izin kepada mamanya.

Malam itu mereka menunggu sampai rumah Vido gelap dan sepi. Ini adalah penyelidikan rahasia! Mereka memasuki gudang dengan berbekal senter, handycam, dan hafalan ayat suci.

Tutup peti itu sangat berat ketika mereka mencoba mengangkatnya. Mereka pun mencoba menggesernya dengan sekuat tenaga. Perlahan, isi peti itu terlihat. Sebuah tangan yang pucat membantu mereka mengangkat tutup itu dari dalam peti. Tutup itu lalu terjungkal ke lantai.

Sesosok laki-laki yang sangat kurus dan tua bangkit dari dalam peti, dan menyeringai. Jubahnya berwarna hitam dan lebar. Gigi-giginya panjang, tajam, dan berkilat-kilat. Begitu juga dengan kuku-kukunya. Vido dan Ghira menjerit. Mereka hendak melarikan diri. Tapi tangan laki-laki itu dengan cepatnya menangkap kaki mereka. Laki-laki itu lalu membenamkan taringnya ke betis Vido dan Ghira secara bergantian. Rasanya seperti dicubit!

Tiba-tiba laki-laki itu melepaskan mereka, lalu melepeh-lepeh. “Harrrh… Darah kalian tidak enak!”

Laki-laki itu lalu menarik kain di bagian belakang jubahnya sampai menutupi separuh mukanya, lalu berubah wujud menjadi kelelawar. Kelelawar ceking itu terbang terhuyung-huyung ke luar gudang, dan menghilang.

“Dia vampir!” seru Ghira dengan amat ketakutan.

“Kita juga akan menjadi vampir!” seru Vido tidak kalah takutnya.

Luka di kaki mereka mengucurkan darah. Mereka segera membersihkannya di kamar mandi. Bekas taring vampir itu sekarang terlihat seperti dua titik kecil bekas gigitan serangga.

Mereka cemas sekali semalaman itu karena mereka akan menjadi vampir. Tapi sampai subuh tiba, tidak ada perubahan apa-apa pada mereka. Mereka menunggu lagi sepanjang hari sambil bertanya-tanya ke mana perginya vampir itu, tapi mereka tetap tidak merasakan perubahan apa-apa. Ghira pun pulang ke rumahnya.

Besoknya di sekolah Vido bercerita kepada Ghira. Pagi itu, Papi, Mami, dan kakak-kakak Vido bangun dengan luka yang menyerupai bekas gigitan vampir itu! Mereka mengira itu hanya bekas gigitan serangga.

“Gawat! Bisa-bisa dia mengubah seluruh kota menjadi vampir!” kata Ghira khawatir.

“Kita harus cepat-cepat menemukannya!” desak Vido.

Setiap hari sepulang sekolah, mereka melakukan pencarian di sekitar rumah Vido dengan berbekal jaring. Kata Mang Adin, penjaga sekolah mereka, pada siang hari kelelawar suka tidur di pucuk-pucuk pohon. Tapi mereka tidak berani mengambilnya apalagi menyuruh orang lain yang melakukan. Jadi mereka hanya memandangi gundukan-gundukan hitam yang mereka sangka kelelawar itu dengan curiga. Kalau Ghira diperbolehkan menginap, mereka melakukan pencarian di seluruh penjuru rumah Vido saja sebab mereka tidak diizinkan ke luar pada malam hari.

Hari menjadi minggu. Minggu menjadi bulan. Vampir itu tidak kunjung ditemukan. Vido dan Ghira pun sudah lupa. Mereka juga tidak berubah menjadi vampir.

Sampai suatu hari, Vido dan Ghira menemukan vampir itu secara tidak sengaja. Waktu itu mereka sedang mencari bahan untuk tugas prakarya di gudang rumah Vido. Vampir itu sedang meringkuk di sudut peti mati. Dia tampak jauh lebih kurus dan tua daripada yang terakhir kali mereka lihat.

Vampir itu menangis. Darah mengalir menuruni pipinya yang cekung.

Vido dan Ghira merasa kasihan. Mereka mendengarkan vampir itu bercerita.

“Suatu hari seseorang menangkapku dan mengurungku di dalam peti ini. Aku tidak bisa keluar lagi untuk mencari makan. Berapa lamanya aku tidak tahu. Sampai kalian melepaskanku. Tapi segalanya telah berubah. Tempat ini asing bagiku. Ada lebih banyak orang dan binatang tapi tidak satupun yang darahnya enak. Semuanya terasa kotor seperti tapal kuda yang karatan. Peh!”

“Jadi kau telah menggigit banyak orang dan binatang! Tapi kenapa tidak ada yang berubah menjadi vampir juga?” tanya Vido.

“Tidak semua yang kami isap darahnya akan berubah menjadi vampir juga. Ada zat khusus untuk itu, tapi aku terlalu lemah untuk mengeluarkannya. Lagipula kami hanya mengisap darah seperlunya.”

Vido dan Gira merasa bingung hendak menolong atau membiarkan vampir itu mati kelaparan. Mereka tidak tahu apa yang mereka dapat lakukan. Ketika mereka menengok vampir itu lagi pada hari berikutnya, makhluk itu telah menjadi kelelawar dan mati.

Amanat: Kalau kita sering menghirup asap kendaraan, darah kita akan mengandung racun yang bernama timbal. Timbal, selain tidak disukai oleh vampir, juga dapat menyebabkan kebodohan, kanker, dan berbagai penyakit lainnya pada manusia.[] 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain