Rabu, 06 Agustus 2008

Oh... Kalian... T—Ternyata... Sudah Menikah...?

1

Trista mengoleskan MAC di permukaan bibirnya yang penuh dan sensual. Kedua bibir itu lalu maju mundur dengan lembut untuk meratakan warna indah yang ia harap bisa membuat Elmo tergoda dan mencampakkan cewek kampungan itu. Menendangnya jauh-jauh...

Ti—tidak, kenapa aku bisa sampai berpikiran untuk merusak hubungan orang seperti itu? Mungkin memang sudah saatnya bagi sobatnya tersayang untuk merasakan sesuatu hal yang beda...

Tapi, gara-gara perempuan itu semuanya jadi begini! Hubunganmu dengan Elmo telah kandas!!!!

Bukan—bukan karena itu. Perempuan itu tidak punya andil. Ini semua merupakan kesalahan Elmo yang menghilang sejak...

...sejak...

....pengumuman SPMB.

Ah, mulai lagi! Aku harus melupakan itu semua!

Jai Guru Deva... Omm.... Yoga intensif petang tadi rupanya telah cukup memberikan efek positif bagi jiwanya.

Omm... Omm... Trista menyalakan lilin-lilin aromatherapy yang tersebar di 4 penjuru mata angin di dalam kamarnya yang didominasi warna marun. Ia mengulang pose yang telah diajarkan gurunya tadi. Jangan sampai malam ini ia harus membayar 2500 dollar lagi... Bahkan lebih.

Oke. Trista siap.

 

2

 Hening. Mereka ceritanya sedang menunggu Trista di dalam kafe Papier Shelter. Elmo mulai gusar. Ia membayangkan apa kiranya yang bakal terjadi jika ceweknya yang menyebalkan bertemu dengan cewek yang dulu merupakan cinta terpendam Elmo. Selain itu Elmo kesal mendengar senandung Aze yang tidak indah sejak mereka duduk di situ menunggu Trista. Kata Aze sih, itu lagu kesukaannya di eskul. Menurut Elmo eskul itu bagus juga sih musiknya. Asal Aze diam.

Dan sekarang sudah pukul tujuh lebih sepuluh malam menurut jam tangan Elmo. Berarti sudah sekitar dua puluh menit mereka duduk diam menunggu Trista.

 Di luar kafe, tampaknya mentari sudah tenggelam sejak zaman purba. Langit mulai mengungu dan menyajikan semburat-semburat jingga yang artistik. Tapi itu tidak membuat jadi gelap gulita. Kafe itu didirikan di daerah pusat gaul anak muda yang laris manis. Cahaya terang benderang saling memamerkan keindahannya masing-masing. Ternyata di daerah sini bagus juga pemandangannya ya... batin Aze senang.

Sebuah Audy mewah berhenti di depan Papier Shelter. Seorang wanita muda cantik nan anggun keluar dari dalamnya. Ia mengibaskan rambutnya yang ikal dengan seksi. Cahaya-cahaya benderang yang sedari tadi menghiasi jalanan seakan berebut untuk menyambut kedatangan wanita itu.

“Aduh, silau...” Aze menempelkan punggung tangannya ke mata untuk mengurangi pancaran sinar yang berusaha menyakiti matanya. Tak mempan. Kilau-kilau glamor borjuis elite itu semakin dekat... Aze memalingkan kepalanya ke arah Elmo yang tampak sedang termenung-menung.

“Elmo, itu liat tuh si Trista udah dateng,”

“...”

Kilau itu berhenti. Trista menghampiri meja tempat Elmo dan Aze sedang sekarat hampir mati kebosanan menunggu seseorang yang kelamaan dandan.

“Hai semua, sori banget ya, lama nunggu. Elmo langsung ya, nggak pulang dulu?” tanya Trista ceria dan dengan gerak-gerik yang sama sekali tidak artifisial.

“Iya, kita langsungan nih, nggak sempet pulang dulu. Yuk, ah cepetan,” kata Aze

“Yuk, yuk. Aku males nungguin lagi nih,”kata Elmo.

 

3

Kalau sedang jalan-jalan sama Elmo naik mobil Trista, yang duduk di bangku penumpang di depan sementara Elmo menyetir adalah Trista. Mereka akan mengobrol dan tertawa-tawa, bercanda seperti sepasang sahabat tapi mesra.

Sekarang ia menumpang mobil Elmo. Kata Elmo, ia dilarang naik motor oleh ibunya karena suatu hal sejak beberapa waktu yang lalu. Trista merasa sebaiknya ia tidak usah menanyakan alasannya. Kini, entah dari mana mendapatkannya, Elmo sudah memiliki Toyota Yaris biru.

“Ayo, Tris, masuk!”

Trista tersenyum dengan indah. Dengan langkah yang anggun ia memasuki mobil. Sebelum duduk di jok yang tampaknya cozy itu, ia tersenyum penuh arti pada Elmo. Tadinya ia ingin mengedipkan mata, namun khawatir Elmo salah mengerti maksudnya atau bahkan nggak ngerti sama sekali.

Hm, memang sudah sepantasnya... pikir Trista. Ia memandang melalui spion atas, melihat bagaimana keadaan anak kampung yang mendahuluinya masuk. Sayangnya, dia baik-baik saja. Memancarkan kepolosan yang sama sekali tidak membuatnya imut.

.

Sebenarnya Aze sedang deg-degan. Ia belum pernah ke Starbucks. Itu kan kafe buat orang-orang berduit. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak. Ia membayangkan sudah memesan banyak makanan-minuman yang mahal-mahal karena Trista bilang akan menraktirnya. Yang ia khawatirkan adalah kalau ternyata itu cuman akal-akalan Trista untuk mengerjainya. Setelah puas makan tahu-tahu Trista menghilang bersama Elmo dan Aze yang harus membayar semuanya dengan mencuci piring secara cuma-cuma. Aze sempat menceritakan pikirannya itu pada Elmo tapi Elmo yang terlihat agak tersinggung bilang kalau Trista tidak akan seperti itu dan cowoknya itu juga memberi nasehat agar jangan kebanyakan nonton yang tidak-tidak.

Elmo masuk ke dalam mobil. Tak berapa lama Yaris tersebut sudah menyusuri jalanan temaram Bandung yang dihiasi lampu-lampu jalanan yang mulai menyala.

.

Trista kira dengan dirinya dan Elmo yang kembali bertemu, mereka bisa membuat dunia mereka sendiri dengan mengenyahkan Aze, menganggap seolah-olah gadis itu tidak ada sama sekali. Namun distorsi memori tampaknya sudah mengacaukan otak Elmo. Sudah berapa kali, tak terhitung banyaknya, ia menanggapi candaan Aze dengan tawa renyah, padahal tidak ada lucu-lucunya.

Elmo..., aku kan ada di dekatmu... Kok kamu nggak nengok ke aku sih... Trista sudah gemas ingin mengatakan hal itu tapi entah mengapa ditahannya jua.

Oooh, Trista tak kuat.

Begitu banyak hal yang berubah.

Trista memijit-mijit keningnya. Mobil Elmo direm mendadak. Trista tersentak ke depan karena kelembaman tubuhnya.

“Ada apa sih?” suara Aze.

Seorang polisi berkumis menggoda mengetok kaca jendela sebelah kiri, tempat Trista duduk. Rupanya Elmo menghentikan mobilnya di tempat yang kurang strategis bagi para polisi razia untuk membombardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting langsung dari jendelanya. Saran Aze yang sudah lama ia turuti.

Jam segini kok udah ada razia, aneh banget... pikir Trista yang sudah deg-degan namun tetap bisa menguasai diri. Ia membuka jendela di sampingnya. Punggung Elmo maju ke depan untuk bisa melihat polisi itu karena terhalang oleh Aze.

“Ada apa, Pak?” tanyanya.

Polisi itu mengawasi setiap penumpang dalam mobil. Dari nona cantik yang sedang duduk di depannya, pemuda berkacamata yang sedang memegang kemudi, dan seseorang yang buru-buru mendekap tasnya dengan penuh curiga. Sang polisi mencoba untuk tidak menghiraukan itu dan to the point dengan tugasnya merazia.

“Bisa lihat KTP dan SIM-nya, Dek?”

Elmo merogoh-rogoh saku jinsnya, mengeluarkan dompet dan menyerahkan apa yang diminta polisi itu.

Polisi itu pergi sebentar dengan membawa kartu-kartu pentingnya.

“Bisa-bisanya cari duit jam segini,” ledek Aze dari belakang. Tadinya Trista ingin menanggapi setuju tapi tak jadi ah. Jangan sampai ia dan gadis ini malah jadinya merajut hubungan pertemanan. Bisa turun martabat dan kualitas teenlit-nya.

Polisi itu balik lagi.      

“Ya, terima kasih, Dek. Sekarang boleh jalan lagi...”

“Oh, nggak jadi minta duit toh... Baguslah... Polisi jujur, patut dikagumi...” suara Aze pelan dan sayup-sayup. Entah si polisi dengar apa tidak.

“Terima kasih, Pak...” sahut Elmo ramah.

Polisi itu menyerahkan KTP dan SIM Elmo pada Trista. Sebelum Trista menyerahkannya kembali pada pemiliknya, tanpa sengaja matanya tertancap pada tulisan STATUS dalam KTP Elmo. Karena setelah tercetak (:), ada satu kata yang membuat Trista terhenyak ingin segera mencakar-cakar jok dan menendang kaca depan mobill sampai hancur. Di situ tertulis,

 

STATUS : KAWIN

 

Trista menyerahkan KTP dan SIM Elmo ke pemiliknya dengan tangan bergetar dan tampang ngeri.

“Kenapa Teh, kayak abis dipukul palu godam dan dililin idup-idup?”

Trista tidak mengindahkan pertanyaan Aze yang bernada khawatir itu. Berusaha agarnya tidak gagap dan megap-megap, Trista bersuara—dengan gemetar, “E—Elmo, ini KTP kamu kan?”

“Ya iyalah.” Wajah Elmo memancarkan keheranan. Seakan tak ada hal yang cukup krusial untuk dibicarakan dari selembar KTP.

“Apa maksudnya ini?!” Trista menunjuk pada kata ‘KAWIN’ dengan amarah bergejolak di dalam dada...

“Euh? Ya, maksudnya itu... Elmo... ya, aku ini, udah kawin! Gitu aja kenapa sih? Masak kamu nggak tau apa artinya kata ‘KAWIN’?”

“Heuheuheu... Kasian...” terdengar Aze tertawa melecehkan.

“Sama siapa?” tanya Trista, tak peduli apakah Elmo sudah melihat urat-urat yang sedang bergerumul di pelipisnya apa belum. Meski ia sudah bisa menduga-duga siapa orangnya... apa yang bakal Elmo jawab...

Terdengar lagi suara dari belakang. Bernada santai dan menyebalkan. Elmo memandang pemilik suara itu dengan kemesraan penuh yang bagi Trista tampak seperti senyuman iblis. Aze berkata, “Oohh... jadi kamu belum liat KTP aku, ya???”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain