sumber gambar dan cerpen bisa dilihat di http://www.eldritchpress.org/ac/misery.htm |
Setelah sang opsir turun, tiga pemuda
yang menaiki delman Iona. Bahasa mereka buruk, dan mereka ingin membayar Iona
kurang dari yang seharusnya. Iona menerimanya, daripada tidak sama sekali.
Lagi-lagi Iona disentil akan cara mengendaranya yang buruk. Iona pun
memberitahu mereka bahwa putranya meninggal minggu itu. Tetap tidak ada
tanggapan yang baik untuk Iona.
Bahkan ketika ia sekadar menanyakan jam
pada orang di pinggir jalan, ia tetap kena hardik.
Kesedihan Iona menjadi-jadi. Berhubungan
dengan orang-orang malah tidak menjadi hal yang baik. Ia pun kembali ke pangkalan.
Di sana orang-orang tidur seraya menghangatkan diri.
Iona menawarkan minum pada seorang
pemuda. Ia berharap pemuda itu mau mendengarkan ceritanya. Tapi pemuda itu
segera tidur kembali.
Iona pikir lebih baik ia bercerita pada
seorang perempuan, tapi satu-satunya perempuan yang ia temukan hanya kudanya.
Iona bercerita pada sang kuda betapa lelaki itu terlalu tua untuk mengemudikan
delman, almarhum putranya itulah pengemudi delman yang sesungguhnya. Semua Iona
ceritakan pada sang kuda.
***
“To Whom Shall I Tell My Grief?”,
kalimat pembuka dalam cerpen karya Anton Chekhov ini langsung menyentilku. Kepada siapa aku akan
berbagi dukaku? Pertanyaan itu juga sering aku alami, dan cocok untuk dipajang
sebagai status di Facebook.
Dari judulnya saja, “Misery”, calon
pembaca barangkali sudah menerka kalau ia bakal disuguhi melankolia di
sepanjang cerpen. Menurutku tidak salah. Cerpen ini bisa menjadi semacam
katarsis bagi siapapun yang tengah pilu, dengan kalimat semacam ini terasa
menohok.
With a look of anxiety and suffering Iona’s eyes stray restlessly among the crowds moving to and fro on both sides of the street: can he not find among those thousands someone who will listen to him?
Meski menurutku kepiluan yang dialami
oleh pembaca-katarsis belum tentu bisa menyamai kepiluan Iona. Kepiluan Iona
adalah kepiluan yang khas, yang hanya dimiliki oleh seorang tua, yang piawai
tidak piawai mesti mengemudikan delman supaya bisa makan, yang baru saja
kehilangan putranya, istrinya telah meninggal, dan ia tinggal memiliki seorang
putri di desa…
Selanjutnya cara penyampaian cerpen ini
bisa dibilang gamblang, sebagai contoh,
Again he is alone and again there is silence for him… The misery which has been for a brief space eased comes back again and tears his heart more cruelly than ever.
Aku kira cara seperti atas bakal
dihindari oleh seorang Ernest Hemingway. Bukannya aku menjadikan Eyang Hemingway
sebagai panutan juga sih. Sekian karya Eyang Hemingway yang sudah kubaca, cuman
satu yang aku bisa mengerti, yaitu cerita tentang seorang anak yang tidak bisa
membedakan skala Fahrenheit dengan Celcius.
Biasanya aku terkesima akan cerita yang
berhasil membuatku melankolis sesaat, contohnya novel “The Little Prince” dan “The
History of Love”. Tapi kemudian aku pikir bahwa cerita semacam itu tidak bagus.
Yang aku perlukan dari suatu cerita bukanlah supaya melankoliaku kambuh,
melainkan bagaimana supaya aku tergerak untuk melakukan sesuatu, atau
setidaknya berperasaan positif sebagaimana aku sehabis membaca novel “Negeri 5Menara” atau “Rumah Seribu Malaikat”.
Adapun akhir dari cerpen ini aku lihat
dari dua sisi.
Sisi pertama, pembaca dibikin sangat
kasihan pada Iona. Saking menyedihkan dirinya—hidupnya, sampai-sampai tidak ada
satupun yang mau mendengarkannya selain kuda. Dengan demikian cerpen ini
memiliki nuansa yang negatif, karena efeknya yang bikin melankolis. Sebetulnya
melankolia tidak melulu negatif. Menurutku sifat melankolis membuat kita menjadi
lebih peka dengan masalah, dan itu bisa dimanfaatkan. Aku kira di balik setiap
karya hebat mestilah ada permasalahan yang melatarbelakanginya. Untuk bikin
skripsi saja kita harus terlebih dulu menemukan masalah.
Sisi kedua, pembaca dibuat memahami
makna peribahasa “tiada rotan akar pun jadi”. Tidak usah sedih amat kalau tidak
menemukan seorangpun sebagai tempat berbagi duka, carilah kuda. Hewan ternyata
bisa lebih baik dari manusia. Dengan demikian cerpen ini memiliki nilai
positif, karena menawarkan alternatif bagi pembaca. Sekiranya Iona dibesarkan
dalam tradisi tulis-menulis yang kuat, barangkali ia bisa menanggulangi
kesedihannya dengan menulis diary, alih-alih cerita pada kuda. Benda mati ternyata
tidak kalah baik dari hewan.
Sepilu-sepilunya aku tidaklah sebesar
kepiluan Iona. Aku adalah orang yang beruntung, masih punya orangtua yang mau
menanggung hidupku. Aku tidak harus memacu kuda di bawah guyuran salju demi
sesuap nasi, atau, buat orang Rusia mah, oat. Aku bahkan masih memiliki waktu
untuk membaca lantas membahas kisah Iona. Sedang Iona, ia barangkali tidak
memiliki kesempatan bahkan untuk membaca kisahnya sendiri, karena ia harus
mendayakan waktu dan tenaganya untuk sesuap oat. Tidak ada lagi putra yang bisa
menanggung hidupnya. Dengan demikian nilai positif lain dari cerpen ini adalah
bisa menyentil pembaca agar mensyukuri hidupnya.
Aku tidak bisa membayangkan akhir yang
lebih baik untuk cerpen ini. Aku kira cerpen ini sudah diakhiri dengan
sepatutnya, hingga aku bisa memikirkan berbagai kesan yang menjadi efek dari
cerpen ini. Yang terpikir olehku malah alasan untuk tidak menggubris seseorang
yang ingin melampiaskan deritanya. Alasan yang secara otomatis egois, tapi aku kira
mestilah ada sebab di balik sikap tidak mengenakkan seseorang terhadap orang
lainnya. Toh pada akhirnya sang orang bisa menemukan solusi alternatif, sebagaimana
yang ditunjukkan dalam cerpen ini.
Tema besar cerpen ini adalah “misery”,
yang menurut kamus elektronikku berarti “kesengsaraan, kesedihan, kemelaratan”.
Aku tidak bisa bayangkan berada dalam kondisi sengsara/sedih/melarat ala Iona,
jadi aku hanya bisa memaknai berbagai kata yang jadi pengertian tersebut dalam
konteks kehidupanku saja, dan kata yang paling aku pahami barangkali hanya “sedih”.
Jika aku mesti membuat rumusan dari tema besar ini hingga menjadi tema yang
lebih spesifik, maka menurutku: kesedihan membuat seseorang lebih siap untuk
menghadapi kemungkinan yang lebih buruk.***
(dari "The Harper Anthology of Fiction" oleh Sylvan Barnet, 1991, HarperCollins Publishers Inc.)
kalau foto ganteng Pak Chekhov bisa dilihat di sini ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar