Selasa, 09 Mei 2023

Pendekar Sendang Drajat: Pesisir Utara Majapahit di Abad ke-16

Gambar dari Tokopedia
tapi saya baca di Ipusnas.
Pengarang : Viddy Ad Daery
Penerbit : Pustaka Alvabet, Tangerang
ISBN : 978-979-3064-75-8
Cetakan kesatu, Juni 2009

Karena buku ini tidak ada di Goodreads, jadi saya tulis catatan pembacaannya di sini.

Untuk memperkaya gaya narasi, saya coba meluaskan pembacaan ke khazanah cerita pendekar. Sementara ini yang sudah saya baca Nagabumi dan Patih Lawa Ijo masing-masing baru jilid I. Saya mendapati bahwa cerita pendekar mungkinkah bisa dibilang termasuk ke fiksi sejarah(?), paling tidak karena judul-judul yang saya temukan ini pada menggunakan latar masa silam menurut kerajaan yang benar-benar ada. Tentunya dengan permafhuman bahwa bacaan ini lebih merupakan hiburan ketimbang sumber otoritatif untuk belajar sejarah. Khusus Pendekar Sendang Drajat, ada unsur keislamannya juga.

Karena bahasanya yang sederhana dan sarat akan muatan dakwah Islam, saya sempat berpikir bahwa novel ini cocok untuk dibaca remaja muslim. Namun saya sadari ada beberapa adegan ... fan service? Yah, adegan-adegan yang dapat menimbulkan imaji tertentu dalam benak. Memang adegan-adegan itu bagian dari alur cerita, sebab musabab. Namun sebagai perempuan, rada risi saya -_-" Timbul kesan bahwa pria sesaleh seningrat bagaimanapun, nafsunya sama perempuan yang dapat "mengabdi" dan "menghibur" (in literal sense, maksudnya, yang memang begitulah profesi mereka) yang tubuh bohay-nya tak tertutup sempurna 🤢 Mungkin begitulah sewajarnya isi otak pria yang notabene adalah pengarang novel ini. Namun, kalau boleh saya mengajukan pleidoi, sebagai perempuan saya jengah sama yang begituan karena naluri juga untuk menjaga diri dari kecabulan serta pihak yang punya hasrat mengeksploitasi aurat kaum saya.

Selain itu, ada yang tidak saya pahami soal aji-aji. Sebagai contoh, di halaman 77, ada adegan di mana sang tokoh utama yang ahli silat sekaligus pendakwah ini menggunakan pedang sakti mengandung ajian. Menurut KBBI, "ajian" berarti "ilmu" sedangkan "aji-aji" adalah "benda atau mantra yang dijaga dan dirawat secara baik karena dianggap dan dirasakan memiliki kekuatan gaib". Saya anggaplah "ajian" yang dikandung pedang sakti itu merupakan kekuatan gaib. Sebagai manusia urban jaman now, yang tahunya perkara gaib itu urusan Allah, mukjizat itu hanya milik nabi, dan kurang membaca tentang wali-wali sakti, saya bertanya-tanya: kekuatan gaib dari manakah? Sewaktu SMA saya sempat mengikuti ekskul bela diri bertenaga dalam, yang semacam itukah? Bahkan itu pun rasa-rasanya ada wanti-wanti agar jangan sampai justru dimasuki jin 🤷🏽‍♀️

Ketika membaca adegan di mana seorang pendekar muda nan saleh berhasil mengalahkan sekelompok bule Portugis pemabuk dengan kesaktian semacam itu, timbul tanya lagi: apakah ilmu kekebalan ala pendekar itu sesungguhnya dulu benar-benar ada tapi jadi kurang terlestarikan akibat penjajahan Barat atau westernisasi? Misalkan saja ilmu tersebut memerlukan semacam daya sugesti, tapi westernisasi telah menumpulkan itu dan menggantikannya dengan rasionalisasi sehingga "keajaiban-keajaiban" itu tidak lagi lazim kita dapati di era kiwari. Ataukah semua itu hanya boleh dianggap sebagai fiksi? Kalau ingat-ingat sirah nabawi pun, sepertinya tidak ada sahabat nabi yang punya ilmu sakti? Maksudnya, kalau perang ya perang saja, ada skill-nya yang tidak mesti pakai kekuatan gaib selain atas pertolongan Allah, tidak pakai melenting-lenting ke sana kemari menghunus pedang yang punya aji-aji? Ataukah ilmu ini hanya berkembang di Asia Timur ke Tenggara, makanya khazanah cerita silat umumnya dari Cina dan Jawa bukannya Arab dan Eropa? Ah, bingung saya si fakir ilmu ini 😵‍💫

Novel ini tidak ada pembagian bab. Peralihan adegan dipisahkan dengan tanda bintang saja. Narasinya ringan, jelas, dan mengalir sehingga sebetulnya dapat cepat ditamatkan. Dalam 1 sesi 20 menit/hari, saya bisa membaca sampai 20-an halaman.

Novel diakhiri secara menggantung, dengan sang tokoh utama telah menemukan love interest-nya tapi belum dapat melanjutkan hubungan sebab masih ada misi lain yang harus dilaksanakan. Jadi novel ini akan ada (atau sudah adakah?) kelanjutannya. Kalau melihat tahun yang tercantum di akhir, tampaknya pengerjaan satu novel ini saja sudah makan waktu 20 tahun (1989-2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain