Senin, 15 Agustus 2022

Petunjuk Teknis Menulis Puisi

Menulis novel itu makan waktu yang lama. Apalagi kalau kita mau maju, memperbaiki dan meningkatkan dari cara-cara sebelumnya. Apalagi kalau novel itu memerlukan materi tertentu. Maka selagi mengumpulkan bahan, sebaiknya sambil diiringi latihan menulis kecil-kecilan entahkah berupa puisi, joke, vinyet, sketsa, flash fiction, dan lain sebagainya. Ada beragam pilihan sampai-sampai jadi bingung. 

Baru belakangan ini saya terbuka hatinya untuk mencoba puisi saja. Puisi bisa menjadi latihan untuk belajar lagi mengurai kata dan membentuk kesan, atau nuansa, atau suasana, apalah yang semacam itu. Selain itu, kalau diingat-diingat, yang bikin menulis fiksi dulu terasa asyik itu karena sambil main kata dan gaya. Saya ingin bisa kembali menghasilkan narasi yang bergaya dan berirama, untuk dapat mengemas ide-ide nan semenjana sehingga bisa terasa asyik baik dalam penulisannya maupun pembacaannya walaupun cuma bagi saya seorang :v 

Lagi pula awal saya suka menulis, sebutlah waktu SMP, terpikirkan cukup banyak puisi yang lalu tercatat di diary. Jadi pada awalnya adalah puisi. Eh, enggak juga sih, sebenarnya pada awalnya adalah diary, esai, cerpen, gambar-gambar enggak jelas ... termasuk puisi dan barulah novel. 

Di samping itu, menulis puisi adalah sarana ekspresi jiwa yang tampaknya lebih mudah dan murah daripada mengisi buku sketsa dengan gambar-gambar a e s t h e t i c atau bermusik. 

Puisi itu singkat, padat, dan bermakna. Dari puisi lama-lama terkembang jadi prosa. Harapannya begitu, mudah-mudahan. Maka tujuan dari berlatih dengan menulis puisi bukanlah untuk menjadi penyair avant garde atau apa, melainkan sekadar untuk memulihkan keluwesan dan mengasah ketajaman dalam mempergunakan kata sehingga ketika nanti waktunya membuat prosa kalimat-kalimat dapat mengalir dengan indahnya~

Tampaknya periode saya bermain-main sudah berlalu atau saya sudah jenuh dengan yang asal-asalan, sekarang waktunya mencari dan mengikuti petunjuk kalaulah ada. Ternyata buku petunjuk menulis puisi itu memang dapat saya temukan di Ipusnas. Buku ini ada di posisi teratas hasil pencarian.

Ayo Menulis Puisi
Penulis: Herwan FR
Edisi Revisi Pertama Tahun 2021
Penerbit Subha Mandiri Jaya, Bandung
ISBN: 978-602-72666-3-6 (cetak), 978-602-72666-6-7 (PDF)

Okay, without further ado (berasa YouTuber euy), let's get into it ....

Saya buatkan saja rangkuman per bab, sekalian pikiran-pikiran saya yang timbul ketika membacanya.

Bab 1. Karena Puisi Itu Indah, Menulis Puisi Itu Mudah
Bab pertama mengajak pembaca untuk mulai menulis puisi dengan bahasa yang sederhana dan mengambil dari pengalaman hidup sendiri. Bagi yang berjiwa penyair, pengalaman hidup apa pun, kesan baik atau buruk, dapat menjadi sumber inspirasi. Penulis mencontohkan sosok Chairil Anwar yang memiliki tabiat "unik". Puisi-puisinya pada bernada pesimistis dalam percintaan dan kehidupan yang rupanya berkaitan dengan pengalamannya sendiri.

Kata-kata yang sederhana dapat dibuat menarik dengan menggunakan gaya bahasa, misalnya saja personifikasi dan metafora. Baiklah, mudah-mudahan dalam waktu dekat saya berkesempatan mendalaminya lewat buku Pengajaran Gaya Bahasa Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan :v

Selain itu, dalam memadumadankan kata demi menciptakan gaya bahasa itu juga hasilnya mesti terasa "pas" dan "masuk akal".

Bab ini juga menekankan pentingnya orisinalitas, bahwa kata-kata itu mesti keluar dari jiwa sendiri. Jangan sampai menjiplak karya orang lain alias plagiat.

Bab 2. Mengolah Rasa, Mengasah "Mata" Hati 
Modal dasar menulis puisi adalah memiliki kepekaan perasaan, yang bisa dikembangkan melalui sikap peduli terhadap sesama, sensitif terhadap pengalaman, suka mengingat-ingatnya (oh, tentu saja, apalagi pengalaman-pengalaman buruk memalukan yang cringe abis :v) dan merenungkannya. Kalau kata anak sekarang mah, jadi penulis puisi memang kudu baperan :v

Bab 3. Mengendapkan Pengalaman, Menjadikannya "Kristal" Kata
Dalam puisi, ada kata-kata yang bisa diindrakan (pengalaman empiris) ada pula yang hanya bisa dirasakan oleh batin (pengalaman spiritual). Mungkin kalau dalam buku Bimbingan Apresiasi Puisi (selanjutnya BAP) oleh Dr. S. Effendi, itulah yang dinamakan dengan "sajak indrawi" dan "sajak nalar". Ini ada hubungannya dengan pemilihan kata. Kalau dalam buku BAP sendiri, ada kata abstrak dan kata konkret serta makna jelas dan makna kabur. 

Menulis puisi itu sebaiknya berasal dari pengalaman sendiri supaya lebih menghayati dan hasilnya pun be-"rasa". Padahal saya lagi kepikiran untuk mengandalkan pemantik ide dari luar, misalnya dari kata yang disediakan oleh aplikasi Daily Word atau Word of the Day dan kemudian saya cari gambar terkait di Google untuk saya tangkap suasananya dan lukis ulang dengan kata-kata saya sendiri yang membentuk puisi.

Bab 4. Mengolah Imajinasi, "Menghidupkan" Panca Indera
Berimajinasi tidaklah sama dengan berkhayal (yang berarti berangan-angan sesukanya) apalagi melamun (pikiran kosong). Kekuatan imajinasi dapat menghasilkan pilihan kata yang baru dan segar walaupun temanya itu-itu melulu.

Bab ini memberikan ide untuk mengembangkan tema puisi yang telah kita pilih. Caranya bisa dimulai dengan membuat masing-masing satu kalimat menurut tema tersebut yang terkait dengan panca indra. Contohnya seperti di halaman 40 sebagai berikut.

Tema: Sehabis hujan
penglihatan -> pohonan basah dan lumutan menjadi lebih hijau
penciuman -> ada aroma tanah yang meruap
perabaan (kulit) -> dingin seperti merembet di sekujur tubuh
pendengaran -> suara burung sesekali terdengar dari ranting ke ranting
pengecapan (indera rasa/batin): seperti menyanyikan manisnya kehidupan

Bab 5. Memadukan Imajinasi, Membidik Tema Utama
Dalam menulis puisi, harus ada tema atau satu gagasan pokok yang jelas dan terarah. Selanjutnya adalah memilih kata yang berkaitan dengan tema. Dari situ, kita menciptakan bayangan-bayangan yang terkait dengan tema. Bayangan-bayangan itu harus membentuk kesatuan ide yang terasa utuh dan bulat, jangan sampai kabur ke mana-mana.

Bab 6. Mencipta Pilihan Kata, Puisi Sederhana dan Cerdas
Bab ini memaparkan langkah teknis menulis puisi yang bisa ditinjau dari judul subbab-subbabnya, yaitu:
a. Carilah kata-kata yang berkaitan dengan tema
b. Menggabungkan kata-kata yang membentuk arti
c. Menciptakan pilihan kata yang masuk akal

Jadi, setelah mengumpulkan kata-kata yang berkaitan dengan tema, kembangkanlah dengan mencari kata-kata lain yang berhubungan dengan kata-kata tersebut kemudian sambung-sambungkanlah. Contohnya ada di halaman 65 sebagai berikut.

sunset = indah, merah, barat
Sunset yang muncul di Barat, berwarna merah dan indah

mercusuar = tinggi, berlampu, cahaya, menara
Mercusuar yang tinggi, berlampu dan menyorotkan cahaya bila malam dari atas menaranya

Yang dimaksud dengan "masuk akal" contohnya adalah senja tidak mungkin disandingkan dengan warna hijau dan apakah kepiting dapat melompat?

Bab 7. Memperluas Gagasan, Menjadikan Puisi "Universal"
Supaya tidak jenuh karena menulis tentang soal yang itu melulu, carilah gagasan sebanyak-banyaknya yang orang bisa relate misalnya tentang kehidupan, kematian, kampung halaman, dan sebagainya.

Bab 8. Memoles Kata, Menjadikannya Bermakna dan "Bermata
(Pikiran yang muncul dari bab ini sudah saya padukan dengan gagasan di paragraf lain. Jadi saya sematkan saja sebuah lagu yang sangat mendukung semangat menulis puisi :v)


Bab 9. Meredam Emosi, Membuat Kata Sesejuk "Embun"
Menulis puisi itu mesti dengan emosi yang terkendali, bukan yang masih mentah meledak-ledak.
.
Bab 10. Sebab Puisi "Anak Kita", Biarkan Ia "Bicara"
Bab ini berisi dorongan agar setelah menulis puisi pembaca mengirimkannya ke media massa bahkan penerbit. Sebaiknya sih menerbitkan puisi di media massa terlebih dahulu. Tampaknya penerbit bakal lebih yakin untuk memproduksi sebuah buku kumpulan puisi apabila penulisnya sudah memiliki portofolio berupa karya-karya-karya yang terbit di media massa. Kalau dulu media massa berupa koran, majalah, tabloid, dan sebagainya, sekarang adalah platform-platform kepenulisan seperti Wattpad dkk. Kalau dulu karya disaring oleh redaktur yang memiliki standar dan selera tertentu, sekarang oleh banyaknya viewer, voter, follower ....

.

Tiap bab buku ini diakhiri dengan menampilkan contoh puisi. Kebanyakan adalah puisi-puisi dunia dari berabad-abad silam dan khusus di Bab 10 adalah puisi-puisi karya penulis sendiri. Kebanyakan dari puisi-puisi dunia itu ditulis oleh penyair Tiongkok. Saya berpikir menyertakan nama penerjemah itu penting sebagai penghargaan. Walaupun kata-katanya adalah pinjaman dari penyair luar, penerjemah mesti memeras otak untuk menemukan padanannya yang dapat menampilkan nuansa mendekati aslinya setepat mungkin belum lagi menyesuaikan dengan gaya irama yang ada. Sayang sekali hanya sedikit puisi yang dicantumkan nama penerjemahnya (yaitu Soeria Disastra), hingga saya menduga apakah puisi-puisi selainnya itu diterjemahkan sendiri oleh penulis dan beliau dengan rendah hati tidak hendak menonjolkan namanya sendiri? Selain itu, saya hampir-hampir tidak menemukan adanya catatan kaki, daftar pustaka, atau halaman referensi yang menyebutkan sumber dari puisi-puisi itu.

Dari contoh-contoh puisi yang ada, saya merasa kurang terkesan. Tampaknya untuk memperoleh kesan itu diperlukan pembacaan yang lambat dan dalam, suatu kerja tersendiri (uh, nambah kerjaan lagi!). Sepertinya cerpen dapat lebih menimbulkan kesan. Dalam cerpen, pembaca seperti dimanjakan; penulis sudah menghamburkan kata-kata sehingga pembaca enggak perlu memberdayakan imajinasinya lebih keras. Sedangkan untuk puisi, pembaca seperti perlu "bekerja" lebih keras mengisi ruang-ruang kosong yang disediakan penulis dengan memberdayakan imajinasinya sendiri. Memang demikianlah petunjuk yang diberikan dalam buku BAP, ada sederet langkah yang perlu ditempuh seorang pembaca dalam upaya memahami puisi seutuhnya.

Melihat kover depan dan belakang, buku ini sepertinya ditujukan kepada pelajar. Tebalnya hanya 130 halaman dan layout-nya pun terasa lapang di mata. Cara penyampaiannya secara umum mudah atau sederhana, tapi adakalanya terasa tinggi misalnya pada Bab 9 ketika menjelaskan tentang kecerdasan emosional. Di samping itu, di Bab 10, penulis mempertunjukkan karya-karyanya sendiri yang tampak rumit dibandingkan dengan contoh puisi di bab-bab awal yang sangat sederhana baik dari segi bahasa maupun tema, sangat sesuai jika pelajar yang dimaksudkan adalah yang tingkat SD. (Malah vibe kover depan buku ini pun seperti ditujukan kepada pelajar SD). Namun puisi-puisi di bab terakhir itu mengandung diksi yang vulgar seperti "selangkangan", "payudara", "menyetubuhi" ("Perempuan dengan Bibir Tak Berkulit, halaman 107), dan "kelamin" ("Kuda Putih Rusia", halaman 110). Maka saya berasumsi pelajar yang dimaksud di kover belakang itu mungkin yang tingkat SMA. Pelajar SMP juga sudah ada yang "dewasa" sih, cuma, ya, sepertinya puisi-puisi tersebut tidak bertemakan sex education juga ...? Errr. Kesimpulannya, susunan buku ini ibarat menggambarkan tahapan coming of age yang dilalui seorang pelajar dalam masa sekolahnya yang terentang mulai dari SD sampai SMA.

Kalau di Goodreads (yang sudah tidak bisa manually add book lagi, huh!), saya akan memberikan buku ini empat bintang. Dengan banyaknya tipo (seperti yang tidak diedit lagi), buku ini tidak begitu amazing tapi sangat berguna karena telah menjabarkan langkah-langkah teknis dalam menulis puisi. 

Malah saya jadi merasa agak "rumit" kalau mau benar-benar menulis puisi secara berkelanjutan. Gagasan daily poem jadi terasa bakal bikin kewalahan jika tiap hari mesti menyediakan waktu beberapa lama untuk duduk mencari dan mengumpulkan kata-kata, mengembangkannya, mengutak-atiknya, memadumadankannya, memberdayakan imajinasi, dan seterusnya, apalagi dengan stamina yang sudah tipis karena ada berbagai aktivitas lainnya yang mesti diprioritaskan. Jadi andai bisa seminggu sekali saja melakukan itu, the first thing in the morning, atau ketika lagi enggak capek amat, sepertinya sudah cukup. Atau, bisa saja menulis puisi harian, tapi kayak sekadar menulis diary gitu. Lepas. Enggak harus mengikuti langkah-langkah di atas, repot-repot situs membuka tesaurus kemendikbud dan rimakata.com mencari referensi untuk meluaskan imajinasi. Barulah di akhir pekan atau ketika dapat meluangkan waktu, pilih di antara puisi-puisi harian itu yang paling menarik untuk dikembangkan atau dipoles lagi sebelum dipajang di manalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain