Kamis, 06 April 2023

Korupsi dan Kebudayaan: Sejumlah Karangan Lepas

Gambar di-screenshot
dari Ipusnas.
Penulis : Ajip Rosidi
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Bandung
Cetakan 1 April 2006, cetakan 2 (atau 3?) Desember 2015
ISBN : 978-979-419-365-5, (E) 978-979-419-688-5

Saya baca buku ini dalam rangka mengikuti acara Reboan yang diadakan Klub Buku Laswi. Buku ini ada di Goodreads, tapi kovernya beda dengan yang saya pinjam di Ipusnas. Yang di Ipusnas pun ternyata halamannya tidak lengkap. Teks di halaman 107, 145, 172, dan 192 hilang sebagian. Entah apa teks yang hilang ini juga ada di copy-copy lainnya di Ipusnas ataukah hanya di copy yang saya pinjam saja.

Buku ini memuat 24 tulisan Ajip Rosidi (selanjutnya saya sebut dengan Pak Ajip) yang sebelumnya pernah diterbitkan di media massa, juga ada yang merupakan makalah seminar, diskusi panel, dan semacamnya, serta pesanan/permintaan. Tanggalnya terentang dari akhir 1990-an sampai medio 2000-an. Sebagaimana yang tampak pada judul, tema utama dari tulisan-tulisan tersebut adalah korupsi yang Pak Ajip melihatnya dari perspektif kebudayaan. Meskipun tidak semua tulisan dalam buku ini mengenai korupsi. Tulisan-tulisan yang belakangan lebih menyoal tentang bahasa, kebudayaan dan kesusastraan. Tulisannya banyak yang merupakan kritik terhadap persoalan dalam bidang-bidang tersebut.

Sebetulnya tiap habis membaca 1 artikel, saya berusaha untuk menuliskan komentar pendek mengenainya. Catatan saya selama membaca buku ini sampai berlembar-lembar. Namun, terus terang, di akhir saya kesulitan merumuskannya menjadi suatu rangkuman hehehe. Termasuk kala hadir di Reboan, pada waktunya membahas isi buku ini. Saya banyak diam mendengarkan saja. Ketika tiba giliran saya mesti berkomentar, saya hanya bisa membagikan beberapa pengalaman terkait serta sedikit refleksi pribadi.

Kalau bicara mengenai korupsi, saya merasa tidak bisa sok suci. Misalnya, adakalanya saya tak mau atau tak mampu bangun pagi. Akibatnya, saya jadi tidak sempat melakukan kegiatan-kegiatan yang telah dijadwalkan untuk dikerjakan pada waktu itu. Saya pun telah merasa melakukan korupsi waktu. 

Belum lagi kalau kita ingat pengalaman masa sekolah, seringnya saya tidak suka menyontek tapi mungkin ada saat-saat ketika saya melakukannya melihat teman-teman pada begitu apalagi kalau soal-soalnya memang sangat susah. Pada masa kuliah, ada yang namanya PKM dan pengajuan dana penelitian. Saya menyaksikan sendiri seseorang merancang dana yang menggelembung untuk pengeluaran yang tidak benar-benar perlu. 

Hal-hal itu ada dalam keseharian kita, tampak sepele tapi kalau dilakukan dalam situasi tertentu ternyata menyalahi keadilan sosial dan berdampak signifikan. Di penghujung Reboan, seorang peserta lain mengatakan bahwa kita merasa tidak korup mungkin karena kita belum diberikan kesempatan untuk itu. Seandainya kita yang berada dalam posisi berkuasa memegang banyak uang, belum tentu kita sendiri kuat iman. Kita mesti terus mewaspadai setan yang berada dalam diri kita sendiri. 

Dalam buku ini Pak Ajip beberapa kali menghujat presiden kedua sebagai aktor utama yang mengukuhkan sistem korupsi berjemaah. Namun pada artikel lain, beliau memaparkan riwayat kerajaan-kerajaan nusantara yang pada dasarnya sudah terpecah belah mementingkan golongan dsb sehingga mudah dimanfaatkan oleh VOC. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi saya, apakah kalau presidennya bukan yang itu, rakyat Indonesia bakal lebih bersih dari korupsi berjemaah? Hal ini juga seperti diklarifikasi lagi dalam catatan penutup buku ini oleh Teten Masduki, yang mengatakan bahwa korupsi merupakan sistem modern yang memang diinisiasi oleh VOC. Di situ saya merasa agak bingung.

Kebingungan-kebingungan lainnya yaitu di awal sempat saya merasa beliau ada sentimen ke Jawa terlebih presiden kedua orang Jawa, tapi kemudian beliau mengangkat Jawa dalam konteks yang positif; di artikel lain seperti tidak setuju dengan bahasa Arab dan Inggris diajarkan sejak dini--bahasa dan kebudayaan daerah lah yang mesti didahulukan, tapi di artikel berikutnya menyanjung suatu sistem pendidikan yang mewajibkan penggunaan bahasa Arab tanpa mesti mementingkan latar kedaerahan murid. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain