Minggu, 20 April 2008

spmb.or.id

Agustus 2007


1

Malam ini haruslah menjadi malam kedigdayaan Elmo. Dua puluh tujuh hari setelah SPMB adalah malam pengumuman SPMB! Teman-teman Elmo mengajaknya untuk menjadikan malam kemenangan itu tak hanya dinikmati sendiri. Elmo diajak untuk membuka situs pengumumannya bersama-sama di warnet dekat rumah teman Elmo yang akan dijadikan ajang pesta malam nanti.

Sejak pukul 7 malam, sejam sebelum situs tersebut dibuka, Elmo dan kawan-kawan sudah nongkrong di bilik-bilik warnet. Beberapa dari mereka membuka situs yang tabu untuk disebutkan, sementara Elmo sedang men-download lagu tidak mau mengganggu sehingga ia menghuni satu bilik sendirian. Dari bilik sebelah bilik Elmo, terdengar suara teman-teman Elmo yang heboh mengenang dan menceritakan pengalaman SPMB mereka sebulan lalu dengan Bahasa Sunda rakyat jelata sambil merokok dan makan kacang.

Enya euy, aing mah teu yakin pisan da. Bae we lah, da aing aya cadangan ieu,[1]” ujar  salah satu anak yang pasrah.

Ah, aing mah geus nyaho da bakal kitu. Mangkanya, tong miluan SPMB jiga aing yeuh,[2]”sambung anak lain dengan nada memberi petuah.

Ah, anjing, ma enya! Maneh teu miluan SPMB?[3]

Pan aing milu UM UGM.[4]

Oh kitu? Naha aing karek nyaho?[5]

Da teu asup.[6]

“WAHAHAHAHA,” tawa enam cowok itu membahana.

Elmo jadi ingin ikut nimbrung. Ia melongokkan kepalanya ke bilik yang diisi enam cowok bengal yang terancam kanker, impotensi, gangguan janin dan kehamilan itu.

Ai maneh kumaha, Elmo?[7]

Maneh euweuh cadangan pan?[8]

“Ah si Elmo mah pinter da, ngapain ada cadangan juga?”

Elmo hanya tersenyum-senyum sok rendah hati. Ia memang tidak membuat cadangan walaupun ada risiko tidak lulus SPMB. Siapa yang mau bayarin jaminannya? Ayahnya yang pelit?

“Eh, udah jam 8 teng tuh!” seru Elmo tegang yang disusul dengan keheningan. Aduh, lulus nggak ya? Elmo pelan-pelan menutup situs-situs download-nya, lalu menyimpan lagu-lagu hasil pencariannya di flashdisk. Barulah ia membuka si situs keramat. Jari-jari Elmo gemetar mengetikkan kode pesertanya. Kedua tangannya yang berkeringat dingin bergantian meremas jari satu sama lain sambil menunggu loading sesaat.


SPMB2007
SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU

Maaf!

Nomor peserta 1072403xxx tidak terdapat dalam daftar peserta yang diterima.

Ulang Pencarian

 

2

Matahari lagi-lagi menebarkan pesonanya pada Aze. Ia menyusuri gang menuju BC, bimbel yang sudah dijajakinya atas saran Elmo. Ia berjalan cepat-cepat demi kabar soal hasil SPMB Elmo selain ingin memperoleh keteduhan. Tadi malam ia hendak menanyakan lewat sms tapi lalu ingat bahwa pulsanya lagi-lagi habis.

Wajah Mas Fahri yang tidak biasanya suram menyambut Aze.

“Halo Mas,” sapa Aze ceria saat merasakan hawa sejuk menyembur dari dalam. Digendong dan dielus-elusnya Wili, kucing penghuni bimbel, yang sedang asyik masyuk terkantuk kantuk di atas kursi.

“Tuh, kakak kamu, sekarat,” kata Mas Fahri singkat.

Hah? Apakah..

Dilepaskannya Wili yang sudah tak sabar ingin meresapi kantuknya. Aze mengikuti Mas Fahri berbelok ke sudut, menyusuri lorong pendek. Pada ujung lorong itu terdapat sebuah ruangan yang tersembunyi dari lorong utama bangunan BC, di mana ada seonggok menusia dengan tali membelit lehernya, terkapar tanpa nyawa. Elmo.

“AAAAAA!!!”

.

Elmo terbangun dan cepat-cepat mengusap pinggir bibirnya. Ia menatap nyalang pada sosok di depannya. Aze, tersenyum penuh harap.

“Gimana Kang Elmo, lulus nggak?” tanyanya.

Elmo masih terbayang mimpinya barusan, di mana ia melihat dirinya tewas bunuh diri. Ih, serem nian. Ia mencoba tersenyum dan mengingat-ingat. Tiba-tiba air mata menggenang di sudut kedua matanya.

“Huuhh,” sedu Elmo. Sebelah tangannya menutupi wajah.

 

3

Wajah Elmo yang sembab sudah memberi pertanda buruk. Semestinya Aze tahu bahwa harusnya ia memikirkan bagaimana membuat Elmo merasa lebih baik. Ia malah mengasihani dirinya sendiri yang sedang berada pada situasi di mana seorang cowok yang baru beberapa bulan ia kenal dan lebih tua darinya menangis tanpa suara di bahunya karena tidak lulus SPMB.

“Udahlah Kang, ini kan bukan akhir dunia,” ujar Aze akhirnya, lebih untuk membuat dirinya merasa nyaman. Ia merasa canggung juga saat merangkul Elmo. Tadinya ia mau bilang cup-cup, jangan nangis, tapi kok rasanya kurang sreg.

Hiih, kayaknya ingus Elmo berleleran di jaket Aze deh. Aze melempar pandangan panik pada Mas Fahri sementara tangannya menepuk-nepuk kepala Elmo yang tertunduk gemetar. Mas Fahri mengangkat bahu tanpa daya, lalu mengacungkan sebentuk gombal lengket yang akhirnya Aze kenali sebagai saputangan. Pasti habis dipakai Elmo.

“Hebat euy Kang, nggak bunuh diri,” kata Aze sadis.

“Elmo .. putus asa.. Nggak tau masa depan ... Elmo ntar gimanah..hhh.. Elmo mau gantung diri aja, .. lagi ngetren...”sedu Elmo dengan suara teredam.

Aze panik, “Jangan! Nanti yang ngajarin aku siapa?”

“Kan .. kan ada Mas Fahri..”

“Oh iya ya.”

Sebenarnya, yang dirisaukan Aze saat bibirnya mengucapkan berbagai kata-kata penghiburan kepada Elmo adalah nasib jaketnya yang sepertinya akan serupa saputangan Mas Fahri.

Setelah Elmo selesai menumpahkan kekecewaan, air mata, dan air hidung di bahu Aze selama lima menit, ia menghilang ke kamar mandi untuk membenahi penampilan. Sementara Elmo pergi, tanpa diminta Mas Fahri dengan wajah horor menceritakan pengalaman Elmo:


Tadi malam setelah Elmo tahu bahwa ternyata dia tidak lulus SPMB, ia langsung nyelonong pergi tanpa membayar atau memberitahu teman-temannya. Setelah itu ia bermobil (gipsnya sudah dilepas sehari sebelumnya) di seputar Bandung sampai pagi dengan HP yang masih tidak aktif sampai sekarang. Ia bahkan sempat sampai Lembang dan memetiki stroberi. Elmo akhirnya memilih BC sebagai persinggahan terakhirnya sebelum memasuki alam baka...


Aze tertegun. Selain juga karena baru sadar bahwa gips Elmo ternyata sudah dilepas—ia tidak memperhatikannya tadi saking kalutnya. Duh gawat. Kalau murid pintar kayak Elmo saja tidak lulus SPMB, gimana nasib murid kayak dia? Mendingan langsung kawin aja kali ya?

Iya. Kawin aja deh. Tapi emangnya siapa yang mau? Jadi perawan tua aja lah.

Aze dan Mas Fahri terperangah langsung menyadari sosok beraura busuk terjatuh di depan pintu. Itu dia Elmo. Dan dia tidak bangun-bangun lagi selama beberapa menit. Aze meredakan shock-nya yang masih bergejolak sementara Mas Fahri meloncat hendak ke masjid yang letaknya beberapa meter dari rumahnya. Dia hendak panggil ustadz, kyai, atau siapalah, kalau-kalau Elmo tengah kerasukan. Ketika mendadak dering telepon dari arah ruang kerjanya menyayat kesenduan dalam jiwa Elmo.

Sayup sayup terdengar suara Mas Fahri berseru dengan intonasi yang tidak enak didengar. “Elmo, orangtuanya nelpon nih. Mau diterima nggak?”

Aze terhempas pada dinginnya ubin. Suara pintu dibanting memekakkan telinganya.

 

4

Bukannya orangtua Aze tidak komunikatif sehingga menghasilkan anak yang asosial seperti dia. Aze membuat keputusan bijak dengan mengajak ibunya berembuk untuk menghasilkan solusi cerdas.

“Ma, kakak kelas Yana ada yang nggak lulus SPMB,” Aze yang nama aslinya ‘Kalyana Kirana’ dan di rumah dipanggil ‘Yana’, membuka pembicaraan sambil menguliti ubi yang barus selesai direbus. Mereka tengah berada di ruang tengah sambil sama-sama nonton tayangan bergizi.

“Wah, kasian banget atuh. Yana gimana bimbelnya? Ngerti nggak? Jangan sampe nggak lulus SPMB juga.”

“Ah, Yana mah mau langsung kawin aja ma, kalau gitu mah.”

“Ngawur.”

“Ma, Yana kan temenan sama kakak kelas Yana itu. Kasian dia mah nggak punya tempat berlabuh.”

Rumah Mas Fahri sudah tidak mungkin lagi menjadi pilihan karena orangtua Elmo mesti sudah dapat memperkirakan bahwa terdapat peluang Elmo tengah mendekam di sana. Makanya Aze mau tak mau mencarikan tempat baru untuk Elmo yang kira-kira orangtua yang bersangkutan tidaklah mengetahuinya.

“Ya udah tinggal di jalanan aja. Ali Topan aja bisa apalagi lulusan SMAN Bilatung.”

“Emang Ali Topan lulusan sana gitu?”

“Ya enggaklah.”

Papa Aze datang, mengambil ubi, mengupas, dan kentut. Biasalah, kelakuan bapak-bapak normal.

“Pa, masak Yana katanya mau langsung kawin aja kalau nggak lulus SPMB...”

“Sembarangan. Emang ada yang mau?”

Aze menatap sinis bapaknya yang hanya mesem-mesem saja. Lalu melanjutkan kembali dengan nada datar,  “Apa dia bisa tinggal di sini untuk sementara?”

 “Ya... sok aja,” kata papa sambil membuka-buka koran.

“Tapi dia cowok.”

“Nggak ada tempat lain gitu?”

 

5

Sosok berseragam SMA—Aze—itu memasuki rumah dengan langkah gontai karena kecapekan. Capek fisik capek otak, maklum, habis dari BC. Aze baru saja menelan es batu dari kulkas ketika mama yang juga baru saja pulang menghampirinya.

“Yana, mana teman Yana yang katanya mau menginap? Tinggalnya di rumah Eyang aja. Masih banyak kamar kosong. Nanti disiapin. Lagian Eyang pembantunya lagi pulang...”

“Nggak, Ma. Dia udah dijemput keluarganya. Dia udah tenang di alam sana,” Aze ngelindur seraya telentang di atas ubin.

“Masya Allah... Gantung diri?! Itu kan lagi ngetren!”

 Aze cepat bangkit dan meralat, “Nggak gitu...”

Ya, Aze yang baru datang ke BC setelah berpanas-panasan jalan-naik angkot-jalan dari sekolah tidak mendapati Elmo berada di kamarnya lagi. Tanpa diminta Mas Fahri dengan wajah horor menunjukkan pada Aze tempat dia menaruh beberapa propertinya yang rusak akibat perkelahian ayah-anak semalam suntuk tadi.

Mending kalau wayang.



[1] Iya nih, saya nggak yakin sama sekali. Biarin deh, saya ada cadangan ini.

[2] Ah, saya sih tau bakal jadi gitu. Makanya jangan ikut SPMB kayak saya.

[3] Ah, yang bener! Kamu nggak ikut SPMB?

[4] Kan saya ikut UM UGM

[5] Oh, gitu? Kenapa saya baru tau?

[6] Soalnya nggak lulus,

[7] Kalo kamu gimana Mo?

[8] Kamu nggak ada cadangan kan?

Minggu, 06 April 2008

Yeah!

Juni 2007


1

Sejak belajar privat perdana dan terakhir itu Elmo dan Aze tidak berhubungan lagi. Elmo jarang ke sekolah. Aze jarang berpapasan dengannya. Kadang-kadang Aze ketemu dengan Pak Kepsek gaul ceria yang bertanya, “Gimana, kebantu nggak belajarnya sama kakak?”

 “Ya... begitulah, Pak,” jawab Aze pendek.

Memang kadang Aze kepikiran ke Elmo kalau nemuin soal yang susah. Tapi, ah, gengsi ah. Biar orang itu saja yang menghubunginya duluan. Males. Males. Males mikirin Elmo. Males belajar.

Mestinya saat-saat begini Elmo sedang sibuk intensif. Aze tahu Elmo intensif  di dua tempat. Kalau pagi di SSS, bimbel favorit anak-anak Bilatung yang juga didirikan oleh alumni Bilatung beberapa belas tahun lalu. Kelar di SSS Elmo pergi ke BC, alias Brilliant Club, untuk intensif sampai malam. Katanya BC itu bimbel semi privat. Aze tidak terlalu mengerti. Memikirkan perjuangan orang-orang yang menghadapi SPMB sampai ambil lebih dari satu bimbel sudah bikin Aze butek duluan. Nggak korslet apa tuh otak. Gimana ceritanya dia nanti, ya?

Aze juga sekarang lagi sibuk-sibuknya ulum. Sekarang ia lebih selektif dalam membaca artikel di koran, tidak serakus dahulu. Kalau misalnya besok ulumnya Biologi, maka Aze akan membaca artikel terkait di koran. Kalau artikel terkait materi ulum besok sudah habis dibaca, mau tak mau Aze harus baca buku pelajaran.

Setelah seminggu berkutat dengan soal-soal tak berperikemanusiaan yang membuatnya terkapar mengenaskan sepulang dari sekolah, Aze merayakan selesainya ulum dengan berkebun. Ya, iya tahu, perjuangan belum berakhir. Masih ada remedial. Dan belum tentu dia naik kelas. Tapi Aze dan teman-teman sekelasnya berencana kalau mereka lulus semua mereka hendak memanen buah-buahan yang tumbuh di kebun rumah masing-masing dan merujak bersama.

 

2

Sepucuk surat melayang ke rumah Elmo diiringi cicit burung gereja dan semerbak harum masakan ibu, untuk menyiarkan kabar gembira kepada seluruh umat manusia: Elmo lulus UN! Begitupun dengan murid kelas 3 lainnya di SMAN Bilatung. Semuanya lulus UN. Tidak pernah ada sejarahnya anak SMAN Bilatung yang tidak lulus UN. Selain selembar kertas pernyataan kelulusan, amplop surat itu pun diisi oleh lampiran mengenai beberapa urusan administrasi yang harus segera dituntaskan.

Beberapa hari setelah hari berbahagia yang membuat Elmo khawatir berat badannya bertambah dua kilo, Elmo telah melenggang santai di koridor sekolah. Niatnya sebetulnya cuman mau main dan ketemu teman-teman saja. Sengaja hari ini ia tidak intensif di BC karena Mas Fahri, pengelola sekaligus pengajar BC yang sangat akrab dengannya, khawatir rambut lebat indah Elmo jadi rontok. Mas Fahri telah membimbingnya selama hampir tiga tahun ini dan beliau telah melihat kerja keras Elmo. Santai sajalah dulu, katanya. Pacaran dulu, apa kek....

Terbukti perkataan Mas Fahri membawa tuah, Elmo berpapasan dengan Aze di depan ruang guru. Anak itu sepertinya baru keluar dari sana. Elmo agak terkejut melihat tampang gadis itu yang biasanya cuek, sekarang tampak loyo.

“Eh, Aze. Udah lama nggak ketemu, yah. Kok tampangnya aneh gitu,” sapa Elmo hangat, siapa tahu bisa membesarkan hati Aze.

“Duhh... aku lagi pusing nih. Di kelas, aku yang paling banyak kena remedial. Argh, sial!” Aze memegang kepalanya. “Kayaknya aku nggak akan naik kelas deh.”

“Kok gitu sih?” Elmo merasa miris. Ia berpisah dari rombongannya dan menggiring Aze ke pinggir.

“Eh, emang masalahnya apa sih? Kalau remedial tinggal belajar lagi aja, kan?” ujar Elmo memberi solusi brilian

Aze menekuri ubin dan bersuara dengan nada tertekan, “Iya... tapi ulum ini semakin bikin aku... hampa. Padahal aku udah ngerjain soal-soal tapi... ya gitu aja hasilnya.”

 Mereka kini duduk di bangku ubin yang menempel pada dinding depan perpus.

“Ah,” seru Elmo, masih dengan solusi briliannya. Kali ini ia hendak memberi kisah seribu satu malam yang niscaya dapat membesarkan hati. “Dahulu kala ada seekor keledai jelek dan bodoh. Ia sudah tua dan tidak bisa melakukan pekerjaan apa-apa. Hingga pemiliknya berniat mengakhiri hidup keledai tak berguna itu karena kasihan...”

“Ukh. Akang sebetulnya mau apa sih?”

“Elmo sebenarnya ingin ngasih kamu smart solution yang bisa bikin kamu ngerti abis. Gimana kalau kamu ikut bimbel Elmo aja? Gurunya asik. Elmo bisa ngerti Fisika dari dia.”

“Bimbel apaan emangnya?”

Brilliant Club.”

 “Urgh, itu lagi... Aku nggak berniat masuk bimbel sekarang ini. Nanti aja pas kelas tiga. Mmm... Kang, tadinya aku kepikiran, aku mau privat ma Akang lagi aja. Tapi Akang lagi sibuk intensif, jadi ya... nggak usah deh. Aku mau minta ajarin temanku yang super cerdas aja... Itupun kalau dia mau. Orang super cerdas kan suka sok sibuk.”

Aze bangkit dari duduknya dan berhenti ketika Elmo bilang bahwa ia akan mengusahakan itu. Aze sumringah. Otak piciknya berpikir Elmo satu-satunya harapan. Elmo sendiri tengah berpikir bagaimana mengatur jadwal intensifnya. 

 

3

Hari pembagian rapot telah tiba. Meski isi rapotnya tidak begitu menyenangkan hati kedua orangtuanya, namun Aze berbahagia karena ia naik kelas! Yeee!!!

Saking senangnya Aze mengsms Elmo:

 

Kang, trmksh y ats js2 akg slm ini.ak naik kls&ak bahagia.ha3x

 

Elmo membaca huruf demi huruf yang tertera pada LCD hapenya dengan ekspresi aneh.

“Say, napa muka kamu begitu?” Kepala Artika menyender di bahu Elmo. Mereka sedang menghabiskan siang yang indah di Cisangkuy sambil menyeruput yoghurt gembira. Pemandangan hijau asri di depan mereka dengan lansia berjalan-jalan di dalamnya begitu merawankan hati. Namanya juga Taman Lansia.

“Sms siapa itu?” Artika iseng bertanya. Kalaupun dari cewek ini, ia tidak akan cemburu. Elmo sudah biasa begitu.

“Eng, temen,” jawab Elmo sambil membalas sms tersebut.

 

Selamat, y.doain Lmo&tmn2 Bilatung ry jg y, smgg lg SPMB niy.deg2an

 

Juli 2007

4

Aze mencabuti satu per satu selotip yang menempelkan partitur raksasa ke whiteboard. Akhirnya latihan anak-anak kelas satu untuk penampilan di prom yang tinggal tiga hari lagi itu ada kemajuan. Tapi tetap saja Aze sedikit bete karena lagi-lagi hanya dia dan seorang temannya yang membereskan bekas latihan, mentang-mentang mereka yang paling tidak eksis di eskul. Ada hubungannya gitu? Ya iyalah. Kalau mereka anak yang eksis berarti dia punya kepribadian over-pede dan narsistik—walau kadar kedua karakter itu berbeda-beda pada setiap orang eksis. Kalau mereka punya kepribadian seperti itu, mereka bisa enak saja mendelegasikan tugasnya pada orang lain, sementara mereka leha-leha di ruang eskul bareng alumni yang juga eksis dan kebetulan ada di sana.

Sambil membawa empat gulungan karton yang rata-rata panjangnya 2 meter itu, Aze menuruni tangga sial—tempat dia kecelakaan—dengan kehati-hatian yang sedikit berlebihan lalu berjalan menuju koridor sekolah. Baru juga dia pulih dari kecelakaan kemarin, ya sih sudah lama, tetap saja dia yang jadi babu. Sungguh naif Aze mengharapkan ia akan lebih dikenal oleh adik kelas dan alumni di eskul gara-gara kejadian hebohnya. Ia malah jadi tambah dikenal oleh anak-anak BKS. Hiih. Ia jadi teringat sama mimpi seramnya yang kapan itu.

“Ze, jadinya kamu mau ikut bimbel apa?” tanya teman Aze sambil berjalan menuju ruang PA.

“Bimbel? Aku baru tanya-tanya kakak kelas sih,” jawab Aze seolah-olah ia akrab dengan banyak kakak kelas. Padahal senior di eskul saja tidak ingat namanya siapa. Kakak kelas yang bisa dia tanya kan cuma Elmo.

“Pasti kamu tanya si Elmo-elmo itu ya,” teman Aze sirik. Bisa-bisanya si Aze ini kenal kakak kelas yang ganteng dan eksis seperti Elmo ditambah diketahui keberadaannya oleh sebagian besar anak BKS angkatan di atas mereka. Pakai diprivatin pula!

“Iya,” tukas Aze jengah. Beberapa temannya kadang mengejek Aze lagi mengincar Elmo. Amit-amit deh. Kalo Elmo atau ceweknya dengar, semakin hina saja Aze nantinya.

“Dia kemarin SPMB kan yah?”

“Iyalah,”ingatan Aze melayang pada sms Elmo beberapa hari yang lalu itu untuk minta didoakan kelancaran SPMB-nya.

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain