Agustus 2007
1
Malam ini haruslah menjadi
malam kedigdayaan Elmo. Dua puluh tujuh hari setelah SPMB adalah malam
pengumuman SPMB! Teman-teman Elmo mengajaknya untuk menjadikan malam kemenangan
itu tak hanya dinikmati sendiri. Elmo diajak untuk membuka situs pengumumannya bersama-sama
di warnet dekat rumah teman Elmo yang akan dijadikan ajang pesta malam nanti.
Sejak pukul 7 malam, sejam
sebelum situs tersebut dibuka, Elmo dan kawan-kawan sudah nongkrong di
bilik-bilik warnet. Beberapa dari mereka membuka situs yang tabu untuk
disebutkan, sementara Elmo sedang men-download
lagu tidak mau mengganggu sehingga ia menghuni satu bilik sendirian. Dari bilik
sebelah bilik Elmo, terdengar suara teman-teman Elmo yang heboh mengenang dan
menceritakan pengalaman SPMB mereka sebulan lalu dengan Bahasa Sunda rakyat
jelata sambil merokok dan makan kacang.
“Enya euy, aing mah teu yakin
pisan da. Bae we lah, da aing aya cadangan ieu,[1]”
ujar salah satu anak yang pasrah.
“Ah, aing mah geus nyaho da bakal kitu. Mangkanya, tong miluan SPMB jiga aing yeuh,[2]”sambung
anak lain dengan nada memberi petuah.
“Ah, anjing, ma enya! Maneh
teu miluan SPMB?[3]”
“Pan aing milu UM UGM.[4]”
“Oh kitu? Naha aing karek nyaho?[5]”
“Da teu asup.[6]”
“WAHAHAHAHA,” tawa enam
cowok itu membahana.
Elmo jadi ingin ikut
nimbrung. Ia melongokkan kepalanya ke bilik yang diisi enam cowok bengal yang
terancam kanker, impotensi, gangguan janin dan kehamilan itu.
“Ai maneh kumaha, Elmo?[7]”
“Maneh euweuh cadangan pan?[8]”
“Ah si Elmo mah pinter da, ngapain ada cadangan juga?”
Elmo hanya
tersenyum-senyum sok rendah hati. Ia memang tidak membuat cadangan walaupun ada
risiko tidak lulus SPMB. Siapa yang mau bayarin jaminannya? Ayahnya yang pelit?
“Eh, udah jam 8 teng tuh!”
seru Elmo tegang yang disusul dengan keheningan. Aduh, lulus nggak ya? Elmo
pelan-pelan menutup situs-situs download-nya,
lalu menyimpan lagu-lagu hasil pencariannya di flashdisk. Barulah ia membuka si situs keramat. Jari-jari Elmo
gemetar mengetikkan kode pesertanya. Kedua tangannya yang berkeringat dingin
bergantian meremas jari satu sama lain sambil menunggu loading sesaat.
SPMB2007
SELEKSI PENERIMAAN
MAHASISWA BARU
Maaf!
Nomor peserta 1072403xxx tidak terdapat dalam
daftar peserta yang diterima.
Ulang
Pencarian
2
Matahari lagi-lagi
menebarkan pesonanya pada Aze. Ia menyusuri gang menuju BC, bimbel yang sudah
dijajakinya atas saran Elmo. Ia berjalan cepat-cepat demi kabar soal hasil SPMB
Elmo selain ingin memperoleh keteduhan. Tadi malam ia hendak menanyakan lewat
sms tapi lalu ingat bahwa pulsanya lagi-lagi habis.
Wajah Mas Fahri yang tidak
biasanya suram menyambut Aze.
“Halo Mas,” sapa Aze ceria
saat merasakan hawa sejuk menyembur dari dalam. Digendong dan dielus-elusnya
Wili, kucing penghuni bimbel, yang sedang asyik masyuk terkantuk kantuk di atas
kursi.
“Tuh, kakak kamu, sekarat,”
kata Mas Fahri singkat.
Hah? Apakah..
Dilepaskannya Wili yang
sudah tak sabar ingin meresapi kantuknya. Aze mengikuti Mas Fahri berbelok ke
sudut, menyusuri lorong pendek. Pada ujung lorong itu terdapat sebuah ruangan
yang tersembunyi dari lorong utama bangunan BC, di mana ada seonggok menusia
dengan tali membelit lehernya, terkapar tanpa nyawa. Elmo.
“AAAAAA!!!”
.
Elmo terbangun dan
cepat-cepat mengusap pinggir bibirnya. Ia menatap nyalang pada sosok di
depannya. Aze, tersenyum penuh harap.
“Gimana Kang Elmo, lulus
nggak?” tanyanya.
Elmo masih terbayang mimpinya
barusan, di mana ia melihat dirinya tewas bunuh diri. Ih, serem nian. Ia
mencoba tersenyum dan mengingat-ingat. Tiba-tiba air mata menggenang di sudut
kedua matanya.
“Huuhh,” sedu Elmo.
Sebelah tangannya menutupi wajah.
3
Wajah Elmo yang sembab
sudah memberi pertanda buruk. Semestinya Aze tahu bahwa harusnya ia memikirkan
bagaimana membuat Elmo merasa lebih baik. Ia malah mengasihani dirinya sendiri
yang sedang berada pada situasi di mana seorang cowok yang baru beberapa bulan
ia kenal dan lebih tua darinya menangis tanpa suara di bahunya karena tidak
lulus SPMB.
“Udahlah Kang, ini kan
bukan akhir dunia,” ujar Aze akhirnya, lebih untuk membuat dirinya merasa
nyaman. Ia merasa canggung juga saat merangkul Elmo. Tadinya ia mau bilang
cup-cup, jangan nangis, tapi kok rasanya kurang sreg.
Hiih, kayaknya ingus Elmo
berleleran di jaket Aze deh. Aze melempar pandangan panik pada Mas Fahri
sementara tangannya menepuk-nepuk kepala Elmo yang tertunduk gemetar. Mas Fahri
mengangkat bahu tanpa daya, lalu mengacungkan sebentuk gombal lengket yang
akhirnya Aze kenali sebagai saputangan. Pasti habis dipakai Elmo.
“Hebat euy Kang, nggak
bunuh diri,” kata Aze sadis.
“Elmo .. putus asa.. Nggak
tau masa depan ... Elmo ntar gimanah..hhh.. Elmo mau gantung diri aja, .. lagi
ngetren...”sedu Elmo dengan suara teredam.
Aze panik, “Jangan! Nanti
yang ngajarin aku siapa?”
“Kan .. kan ada Mas
Fahri..”
“Oh iya ya.”
Sebenarnya, yang
dirisaukan Aze saat bibirnya mengucapkan berbagai kata-kata penghiburan kepada
Elmo adalah nasib jaketnya yang sepertinya akan serupa saputangan Mas Fahri.
Setelah Elmo selesai
menumpahkan kekecewaan, air mata, dan air hidung di bahu Aze selama lima menit,
ia menghilang ke kamar mandi untuk membenahi penampilan. Sementara Elmo pergi,
tanpa diminta Mas Fahri dengan wajah horor menceritakan pengalaman Elmo:
Tadi malam setelah Elmo tahu bahwa ternyata dia tidak lulus SPMB, ia
langsung nyelonong pergi tanpa membayar atau memberitahu teman-temannya.
Setelah itu ia bermobil (gipsnya sudah dilepas sehari sebelumnya) di seputar
Bandung sampai pagi dengan HP yang masih tidak aktif sampai sekarang. Ia bahkan
sempat sampai Lembang dan memetiki stroberi. Elmo akhirnya memilih BC sebagai
persinggahan terakhirnya sebelum memasuki alam baka...
Aze tertegun. Selain juga
karena baru sadar bahwa gips Elmo ternyata sudah dilepas—ia tidak
memperhatikannya tadi saking kalutnya. Duh gawat. Kalau murid pintar kayak Elmo
saja tidak lulus SPMB, gimana nasib murid kayak dia? Mendingan langsung kawin
aja kali ya?
Iya. Kawin aja deh. Tapi
emangnya siapa yang mau? Jadi perawan tua aja lah.
Aze dan Mas Fahri
terperangah langsung menyadari sosok beraura busuk terjatuh di depan pintu. Itu
dia Elmo. Dan dia tidak bangun-bangun lagi selama beberapa menit. Aze meredakan
shock-nya yang masih bergejolak
sementara Mas Fahri meloncat hendak ke masjid yang letaknya beberapa meter dari
rumahnya. Dia hendak panggil ustadz, kyai, atau siapalah, kalau-kalau Elmo
tengah kerasukan. Ketika mendadak dering telepon dari arah ruang kerjanya
menyayat kesenduan dalam jiwa Elmo.
Sayup sayup terdengar
suara Mas Fahri berseru dengan intonasi yang tidak enak didengar. “Elmo,
orangtuanya nelpon nih. Mau diterima nggak?”
Aze terhempas pada
dinginnya ubin. Suara pintu dibanting memekakkan telinganya.
4
Bukannya orangtua Aze
tidak komunikatif sehingga menghasilkan anak yang asosial seperti dia. Aze
membuat keputusan bijak dengan mengajak ibunya berembuk untuk menghasilkan
solusi cerdas.
“Ma, kakak kelas Yana ada
yang nggak lulus SPMB,” Aze yang nama aslinya ‘Kalyana Kirana’ dan di rumah
dipanggil ‘Yana’, membuka pembicaraan sambil menguliti ubi yang barus selesai
direbus. Mereka tengah berada di ruang tengah sambil sama-sama nonton tayangan
bergizi.
“Wah, kasian banget atuh.
Yana gimana bimbelnya? Ngerti nggak? Jangan sampe nggak lulus SPMB juga.”
“Ah, Yana mah mau langsung
kawin aja ma, kalau gitu mah.”
“Ngawur.”
“Ma, Yana kan temenan sama
kakak kelas Yana itu. Kasian dia mah nggak punya tempat berlabuh.”
Rumah Mas Fahri sudah
tidak mungkin lagi menjadi pilihan karena orangtua Elmo mesti sudah dapat
memperkirakan bahwa terdapat peluang Elmo tengah mendekam di sana. Makanya Aze
mau tak mau mencarikan tempat baru untuk Elmo yang kira-kira orangtua yang
bersangkutan tidaklah mengetahuinya.
“Ya udah tinggal di
jalanan aja. Ali Topan aja bisa apalagi lulusan SMAN Bilatung.”
“Emang Ali Topan lulusan
sana gitu?”
“Ya enggaklah.”
Papa Aze datang, mengambil
ubi, mengupas, dan kentut. Biasalah, kelakuan bapak-bapak normal.
“Pa, masak Yana katanya
mau langsung kawin aja kalau nggak lulus SPMB...”
“Sembarangan. Emang ada
yang mau?”
Aze menatap sinis bapaknya
yang hanya mesem-mesem saja. Lalu melanjutkan kembali dengan nada datar, “Apa dia bisa tinggal di sini untuk
sementara?”
“Ya... sok aja,” kata papa sambil membuka-buka
koran.
“Tapi dia cowok.”
“Nggak ada tempat lain
gitu?”
5
Sosok berseragam
SMA—Aze—itu memasuki rumah dengan langkah gontai karena kecapekan. Capek fisik
capek otak, maklum, habis dari BC. Aze baru saja menelan es batu dari kulkas
ketika mama yang juga baru saja pulang menghampirinya.
“Yana, mana teman Yana
yang katanya mau menginap? Tinggalnya di rumah Eyang aja. Masih banyak kamar
kosong. Nanti disiapin. Lagian Eyang pembantunya lagi pulang...”
“Nggak, Ma. Dia udah
dijemput keluarganya. Dia udah tenang di alam sana,” Aze ngelindur seraya
telentang di atas ubin.
“Masya Allah... Gantung
diri?! Itu kan lagi ngetren!”
Aze
cepat bangkit dan meralat, “Nggak gitu...”
Ya, Aze yang baru datang ke BC setelah
berpanas-panasan jalan-naik angkot-jalan dari sekolah tidak mendapati Elmo
berada di kamarnya lagi. Tanpa diminta Mas Fahri dengan wajah horor menunjukkan
pada Aze tempat dia menaruh beberapa propertinya yang rusak akibat perkelahian
ayah-anak semalam suntuk tadi.
Mending kalau wayang.
[1]
Iya nih, saya nggak yakin sama sekali. Biarin deh, saya ada
cadangan ini.
[2]
Ah, saya sih tau bakal jadi gitu. Makanya jangan ikut SPMB kayak saya.
[3]
Ah, yang bener! Kamu nggak ikut SPMB?
[4]
Kan saya ikut UM UGM
[5]
Oh, gitu? Kenapa saya baru tau?
[6]
Soalnya nggak lulus,
[7]
Kalo kamu gimana Mo?
[8]
Kamu nggak ada cadangan kan?