|
Pelataran situs yang dimanfaatkan
sebagai tempat jemuran oleh warga |
Kawasan Cagar Budaya
Gua Pawon tampak sepi pada Sabtu (21/4/12) menjelang siang. Seorang bocah duduk
di tengah kepungan tampah-tampah berisi hamparan beras. Beberapa warga
berkeliaran, namun bilik dengan petunjuk bertuliskan “Tempat Daftar Pengunjung”
tidak dijaga siapapun. Nomor telepon seseorang bernama Hendi tertera pada
petunjuk tersebut.
Rombongan yang
terdiri dari saya; Tanti, Ika, Ani, dan Mehul dari Kimia UPI; serta Arif dari
UNINUS pun menuruni beberapa anak tangga yang menuju ke Bale Riung. Ada kotak
kaca berisi maket master plan objek
wisata Gua Pawon di bagian tengah bangunan dari kayu dan bambu tersebut.
|
The Bale Riung |
Kami mendekati
seorang pria berperawakan kurus yang sedang berdiri di luar bangunan. Ternyata
pria itulah yang bernama Hendi. Ia merupakan salah seorang juru pelihara di
situs ini. Ia bersedia menemani kami dalam melakukan peninjauan. Menjelang
siang hingga menjelang sore, ia bercerita banyak kepada kami.
|
sampai! |
Semerbak kotoran
kalong menyerta, begitu kami mendekati Gua Pawon. Merekalah pemukim gua
tersebut, sejak entah berapa ribu tahun. Mereka bercokol pada langit-langit gua
selama bulan belum tampak. Kotoran mereka berceceran di permukaan bawah gua.
Aromanya mungkin gangguan bagi pengunjung, namun bagi warga itu adalah berkah.
Warga memanfaatkan kotoran kalong alias guano untuk memupuki tanaman mereka,
ketimbang beli.
Sesungguhnya kalau hendak
sekadar meninjau Gua Pawon, pengunjung tidaklah mesti diiringi pemandu, pun
membawa senter. Pencahayaan memadai pada jam kerja matahari.
|
Dinding hijau yang bikin sejuk |
Gua Pawon adalah
sebuah bukit kapur dengan lubang serta lorong di mana-mana. Gua Pawon juga
bagai sebuah rumah besar yang terdiri dari ruang-ruang dengan panorama berbeda
antar satu sama lain. Di ruang depan, langit-langit amat tinggi dan bolong di
puncaknya. Di ruang yang lain, langit-langit mengagumkan untuk dinikmati karena
berupa stalaktit. Dinding pada ruang tertentu dilapisi dengan lumut. Ada tiga
jendela besar di bagian belakang rumah, dengan beberapa anak tangga besar yang
mengitari semacam taman.
Hawa adem yang
terasa dalam naungan lubang di bukit kapur ini menurut Pak Hendi justru
kondusif untuk belajar. Hendaknya anak sekolahan datang ke mari untuk membaca
buku.
|
Pak Hendi |
Lantai rumah memang
cukup terjal, baik itu tanah maupun batu. Setelah pendakian sekejap, atap rumah
menawarkan pemandangan Desa Gunung Masigit yang dikeliling perbukitan. Sebagian
bukit tampak rimbun, sedangkan sebagian lagi memperlihatkan lapisan putih
kekuningan—kapur. Pada lapisan itu warga menggantungkan hidup.
|
Kerangka di sebuah rumah |
Pada sebuah ruangan,
sesosok kerangka meringkuk. Dalam kondisi seperti itulah ia ditemukan, penemuan
yang mengungkap kehidupan manusia purba. Dinding yang melatarinya dihiasi grafiti
kontemporer, kendati ada pagar tinggi dengan kawat berduri yang membatasi pengunjung
dengan replika tersebut. Sosok aslinya, beserta barang-barang yang ditemukan
bersamanya, telah disimpan di Museum Sri Baduga.
Ada kawasan karst
juga di Pacitan. Ada fosil manusia purba juga ditemukan di sana. Apakah memang
ada kaitan antara manusia purba dengan daerah berkapur—hunian favorit pada masa
itu, misalnya?
Menurut Pak Hendi, pemerintah
mulai mengurus situs Gua Pawon sejak awal dekade 1990-an. Sebelum itu, situs
Gua Pawon telah terkenal di mancanegara. Seorang asing datang untuk meninjau
lalu tercengang karena situs tersebut tak terawat.
|
Ada empat yang seperti ini
tanpa jelas apa fungsinya |
Kini sejumlah
fasilitas seperti plang-plang, tempat daftar pengunjung, balai riung, toilet, musala,
dan museum melengkapi Gua Pawon sebagai sebuah objek wisata, tapi sejumlah
keanehan pun tampak. Ada plang yang menunjukkan lokasi situs pada gapura di
tepi jalan raya, tapi jalan menuju ke situs sangat tidak ramah kendaraan. Plang
penunjuk jalan baru ditemukan lagi setelah kami berjalan cukup jauh, jadi
sebelumnya kami harus aktif bertanya pada warga. Plang lama tidak dicopot meski
plang baru sudah berdiri di depannya. Toilet dilumuri dengan bercak-bercak
cokelat yang sudah bikin bergidik sejak dilihat dari jauh. Tidak ada area wudu
yang memadai di sekitar musala. Ada penunjuk arah ke museum, namun menurut Pak
Hendi tidak ada koleksi apapun di museum tersebut. Grafiti kontemporer mewarnai
dinding gua, dan tidak ada satupun peringatan—agar pengunjung memelihara—terpampang
di sekitar situs. Ada semacam
display
di beberapa titik, tapi tidak ada informasi apapun terpajang di dalamnya.
Menilik desa di mana
situs ini berada pun bagai melakukan survei KKN. Pemerintah pernah bermaksud
menjadikannya sebagai kampung budaya, namun sejumlah masalah perlu untuk lebih
dulu diatasi.
Berada di daerah
berkapur membuat desa ini bermasalah dengan air. Pak Hendi mengatakan kalau
warga biasanya memiliki banyak poci. Air ditampung lalu dibiarkan mengendap
dalam poci yang satu, sementara air yang siap diminum sudah berada lebih lama
dalam poci yang lain.
|
Musala mengintip dari balik semak |
Kendati ada dua
toren di dekat musala, tak satupun mengucurkan air. Toilet di samping Bale
Riung terlalu mengenaskan untuk dimasuki. Untuk berwudu kami harus menempuh
jarak yang lumayan dari musala ke sumber air bersama milik warga. Air dari mata
air di bagian bawah desa itu mengalir ke bak penampungan besar, yang konon tak
pernah habis. Sampai di sana, kami bersua dengan warga yang habis mandi maupun
tengah mencuci perabotan makanan dan pakaian. Kami juga menemukan beberapa jerigen
dalam perjalanan antara musala dengan sumber air tersebut.
Selain air, perkara
penambangan di kawasan karst Citatah mengancam sumber nafkah warga.
|
Salah satu rumah warga |
Padahal desa yang
berada di bawah situs Gua Pawon ini memiliki potensi untuk menyokong maupun
disokong status Gua Pawon sebagai objek wisata. Rumah-rumah warga masih berupa
rumah panggung dengan bilik bambu, suatu kearifan lokal karena sifat tanah yang
dipijak tak stabil. Tanaman jambu biji tumbuh di mana-mana, melalui PKK warga
telah dapat mengolahnya menjadi dodol. Fungsi Gua Pawon sebagai sarana edukasi
masyarakat dioptimalkan dengan memasang pesan-pesan pelestarian maupun melabeli
tetumbuhan di sekitar situs. Pokdarwis alias Kelompok Sadar Wisata bisa
dibentuk agar penghasilan warga bertambah melalui ragam jasa wisata, baik
dengan menjadi pemandu, menjajakan oleh-oleh dodol jambu khas Desa Gunung
Masigit, mendirikan warung bagi pengunjung yang lapar dan haus, maupun
menyediakan tempat bagi pengunjung yang hendak bermalam.
Pembinaan menjadi
angan-angan. Kita mungkin tahu apa masalahnya, lalu di mana dan mengapa
pembinaan harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, tapi kita terantuk
pada bagaimana itu akan dilakukan—kapan, siapa
yang mau melakukan?***
N. B.
|
Situ Ciburuy |
Gua Pawon berlokasi
di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Akses menuju lokasi ini sesungguhnya mudah.
Kita dapat menaiki Damri yang menuju Ciburuy dari Alun-alun Kota Bandung.
Perjalanan seharga Rp 4.000,- saja ini memakan waktu sekitar 1,5 – 2 jam. Setelah
sampai di Situ Ciburuy, kita lanjutkan perjalanan dengan menaiki angkutan
pedesaan dengan ongkos Rp 2.000,- saja. Angkutan pedesaan serupa angkot pada
umumnya dengan keunikan yaitu pintu masuknya di belakang. Di seberang gapura
berplang “SELAMAT DATANG DI KAWASAN CAGAR BUDAYA GUA PAWON” kita berhenti. Kita
lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, tidak sampai satu jam. Beberapa
persimpangan akan kita temukan, jadi jangan malu bertanya pada warga.
Tulisannya bagus, mau koreks lokasi Guha Pawon
BalasHapusDesa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.
Setelah Situ Ciburuy Padalarang itu sudah masuk wilayah Kecamatan Cipatat, bukan Padalarang.
Teima kasih, sukses selalu
kresna bhayu
Terima kasih, Mas Kresna :-)
HapusDengan demikian kesalahan sudah diperbaiki.
Sama-sama, sukses selalu
BalasHapusMau Promosi sedikit, coba jalan-jalan ke area Citarum Purba.
coba search Sanghyang Tikoro, Sanghyang Kenit atau sanghyang Poek
ada Geotrek yang lumayan bagus
Terima kasih sudah berbagi referensi, Kang Kresna.
HapusMudah2an saya berkesempatan mengunjungi tempat2 tersebut dan berbagi pengalaman lagi, hehe :-)