Jumat, 31 Agustus 2018

Bahasa-bahasa yang Terpikir untuk Dipelajari (1)

Minat untuk mempelajari bahasa asing baru muncul beberapa tahun belakangan ini. Sebelumnya saya heran dengan orang yang punya minat belajar berbagai bahasa asing. Bagi saya sendiri, bahasa Inggris sudah cukup. Dari SD sampai kuliah saya mendapatkan pelajaran bahasa Inggris secara formal, tetapi saya tidak kunjung menguasainya (selipkan emoji tertawa sambil menangis). Hampir seumur hidup saya tinggal di Bandung, tetapi saya kagok berbicara bahasa Sunda. Lima tahun lebih tinggal di Jogja tidak membuat saya fasih berbahasa Jawa. Boro-boro bahasa Arab, walaupun selama beberapa tahun saya mendapatkan pelajarannya di SD dan SMP serta pernah mengambil kursus singkat ketika libur kuliah.

Bahasa yang paling saya kuasai mestilah bahasa Indonesia. Selain karena itu bahasa sehari-hari saya, saya juga senang membaca sehingga mungkin secara automatis tata bahasanya terserap ke dalam otak saya, walau ketika menulis tetap saja saya masih harus mengecek Kamus Besar Bahasa Indonesia serta Ejaan yang Disempurnakan. Tetapi untuk bahasa-bahasa lainnya, tampaknya saya tidak punya bakat alami atau cukup minat untuk mengembangkannya. Selain itu, agaknya belajar bahasa baru benar-benar efektif jika kita menggunakannya dalam pergaulan sehari-hari, misalnya dengan melancong atau studi ke luar negeri, atau entah bagaimana caranya punya teman-teman asing. Sementara itu, saya tidak ada keinginan kuat untuk ke luar negeri dan pergaulan saya terbatas.

Mau tidak mau, kemampuan berbahasa Inggris terus diasah. Selain tersentil karena teman pada waktu itu suka membaca novel berbahasa Inggris serta bisa menonton Spongebob Squarepants tanpa dubbing dan subtitle--sementara saya kebanyakan membaca dalam bahasa Indonesia saja--juga memang ada banyak sekali bacaan menarik dalam bahasa Inggris. Walau begitu, untuk membaca teks pendek saja, saya perlu menyalin definisi dari tiap kata yang tidak saya mengerti dari kamus ke margin halaman atau sela barisan. Untuk bisa menangkap garis besar dari sebuah jurnal, saya perlu membacanya berkali-kali. Jumlah buku berbahasa Inggris yang berhasil saya tamatkan bisa dihitung dengan jari, dan itu pun mungkin tidak saya mengerti sepenuhnya. Alhamdulillah, seiring dengan berjalannya waktu, lama-lama saya terbiasa membaca artikel berbahasa Inggris tanpa sedikit-sedikit melihat kamus.

Bahasa asing pertama yang saya pelajari dari nol--maksudnya saya tidak pernah mendapatkan pelajarannya di sekolah sebagaimana bahasa Indonesia, Inggris, Sunda, serta Arab, dan juga bukan bahasa kampung halaman saya seperti bahasa Jawa--yaitu bahasa Jerman. Baru juga memulainya, minat saya meluas ke bahasa Belanda dan Perancis, dan bahasa Sunda, dan bahasa Arab. Tetapi, upaya saya untuk belajar bahasa-bahasa tidak pernah bertahan lama. Setelah mengumpulkan materi belajar sebanyak-banyaknya, mulai dari buku-buku yang sudah ada di rumah hingga sumber-sumber baru dari internet, saya mencobanya beberapa saat dan kemudian mungkin ada hal lain yang lebih menarik serta lebih mudah bagi saya. Juga bisa jadi karena saya insaf bahwa sebaiknya saya fokus pada bahasa tertentu saja, misalnya bahasa Inggris. 

Berbagai cara kemudian saya lakukan untuk mengasah kemampuan berbahasa Inggris, mulai dari penerjemahan, penpaling, aplikasi stranger chat, journaling, dan sebagainya. Awalnya saya takjub karena ternyata saya bisa berinteraksi dengan orang asing, walau hanya lewat texting di internet. Tetapi, mempraktikkan bahasa adalah soal bersosialisasi sementara kadang kapasitas saya tidak mencukupi. Journaling tidak diteruskan karena pada dasarnya itu sarana untuk berekspresi secara lepas sementara kosakata saya masih terbatas. Penerjemahan juga dirasakan tidak efektif karena adakalanya saya menemui kata atau ungkapan yang sudah pernah saya telusuri tetapi saya tidak ingat pengertiannya sehingga saya harus mencarinya lagi di berbagai kamus, googling lagi.

Sementara waktu, minat belajar bahasa menguap sampai kemudian saya memiliki tablet. Dengan tablet itu saya bisa mengunduh aplikasi belajar bahasa seperti Duolingo dan lain-lain. Perjalanan saya mengeksplorasi bahasa pun berlanjut.

Bahasa Inggris

Duo, si burung hantu
penyemangat belajar bahasa.
sumber
Alhamdulillah, bahasa Inggris saya sudah memadai untuk menjadi bahasa pengantar dalam mempelajari bahasa lain termasuk di Duolingo. Saya juga cenderung mengonsumsi lebih banyak artikel, forum, dan video berbahasa Inggris ketimbang yang berbahasa Indonesia. Ketika menonton video berbahasa Inggris, subtitle mesti dinyalakan. Selain karena kemampuan listening saya pas-pasan (dan saya malas menguji diri), juga untuk mengetahui cara pengucapan kata-kata dalam teks. Biasanya ada banyak kata yang belum saya pahami artinya, sehingga mungkin itu sebabnya jika tanpa subtitle saya tidak berhasil menangkap sebagian kata dan akhirnya kehilangan minat untuk terus menonton. Untuk sementara waktu saya tidak mencari teman-teman asing lagi. Ada beberapa surel dari teman asing yang tidak kunjung saya balas, alasannya antara lain karena saya malas berpikir dalam bahasa Inggris di samping tidak memiliki peristiwa menarik untuk diceritakan serta takut menjadi pelakor, hahaha. (Aduh, enggak banget, ya.) 

Sampai akhirnya beberapa waktu lalu, tepatnya tidak lama setelah Lebaran Idul Fitri, saya berkesempatan untuk menjadi murid gadungan bagi peserta pelatihan mengajar bahasa Inggris mengikuti kursus gratis di salah satu tempat kursus bahasa Inggris paling mentereng di Kodya Bandung. Programnya cukup intensif yaitu dua jam tiap hari kerja (Senin-Jumat) selama empat minggu. Di kelas mau tidak mau kami mendayagunakan berbagai kemampuan berbahasa Inggris seperti berbicara, mendengarkan, mengerjakan soal, dan sebagainya. Selain mengasah kemampuan berbahasa Inggris dan mendapatkan grup WA teman-teman baru, selepas program itu entah bagaimana saya termotivasi untuk kembali mempelajari bahasa tersebut, terutama dalam berbicara dan menulis. 

Bottled mengapung-apung
mencarikanku teman dari negeri seberang.
sumber
Bersamaan dengan kursus itu, saya mulai mencoba aplikasi chatting baru bernama Bottled. Saya menganggap Bottled ini perpaduan yang oke antara penpaling dan stranger chat apps. Kita tidak harus punya peristiwa menarik untuk diceritakan hingga berparagraf-paragraf sepatutnya dalam e-mail untuk penpal. Percakapan juga relatif awet ketimbang di stranger chat apps karena kita bisa menyimpan lawan bicara, melihat profilnya, dan menggali pertanyaan dari situ, bahkan memberinya "hadiah". Memang sih, untuk menjaga percakapan dibutuhkan kreativitas dan keaktifan kedua belah pihak. Malah kadang saya mengajukan pertanyaan dari buku IELTS, hahaha. Melalui aplikasi ini juga akhirnya saya punya teman berlatih speaking dari negeri asing. Kebetulan saja dia punya kepentingan yang sama dan tampaknya beriktikad baik, karena biasanya enggak mudah menemukan orang asing yang cocok untuk dijadikan teman mengobrol lewat telepon.

Bahasa Arab

Tujuan utama mempelajari bahasa ini tidak lain supaya bisa mengerti ketika Alquran dibacakan. Biasanya, ketika mengikuti salat berjamaah dan imam membacakan ayat keras-keras, pikiran saya semakian melantur ke mana-mana. Tahu arti bacaan Al-Fatihah saja masih sulit khusyuk, apalagi kalau tidak mengerti. Tetapi, itu saja tidak cukup. Baiklah, saya memang belum berkomitmen. 

Hingga belakangan ini saya bertemu orang-orang berbahasa Arab di Bottled lalu membuat mereka takjub dengan sisa pengetahuan bahasa Arab yang saya peroleh di SD-SMP. Apalagi setelah saya mengunduh keyboard Arab di tablet sehingga saya bisa praktik menulis. Malah ada di antara mereka yang antusias untuk mengajari saya bahasa Arab, lengkap dengan slangnya, walau sekarang entah bagaimana kabar dia. Kemudian saya berpikiran bahwa belajar bahasa Arab sehari-hari dari Youtube dan mempraktikkannya langsung dengan orang-orang Arab di internet lebih menarik daripada belajar bahasa Alquran dari bukuteks. Sebenarnya di Youtube juga ada pelajaran bahasa Arab Alquran, tetapi, ya, beda penampilan dengan pelajaran bahasa Arab pergaulan. Walau begitu, pelajaran bahasa Arab sehari-hari dari berbagai saluran yang tampaknya lebih atraktif itu tidak serta-merta bisa dipraktikkan pada teman-teman Arab. Apalagi pada dasarnya saya pemalas. Dijejali beberapa kata sekaligus dalam sekali waktu tidak efektif buat saya karena saya tidak suka menghafal.

Alhamdulillah, ada dua aplikasi belajar bahasa Arab Alquran yang lumayan, yaitu e-iqra dan Quran IQ. (Semoga ini menjadi amal jariah bagi para pembuatnya, aamin.) Kedua aplikasi ini bisa menjadi alternatif bagi yang sehari-hari malas membaca Alquran.

e-iqra, Duolingo KW 2
tetapi boleh juga.
sumber
Tampilan e-iqra benar-benar menyerupai Duolingo KW 2, tetapi bagaimanapun saya mengapresiasinya. Jadi, bayangkan saja belajar bahasa Arab di Duolingo, dengan tiap pelajarannya berlabelkan aspek-aspek kebahasaan seperti kata benda, kata ganti, verba, dan sebagainya, tetapi kosakatanya berhubungan dengan ajaran Islam diselingi pembacaan ayat Alquran yang memuat kata yang bersangkutan. 

Harus bayar, tetapi tidak apa-apa.
sumber
Adapun Quran IQ seperti Alquran terjemah per kata yang dibuat versi game-nya, ya tidak jauh dari Duolingo juga sih. Tiap pelajaran memuat beberapa ayat dalam satu surat, sehingga satu surat akan selesai dalam beberapa pelajaran. Tiap beberapa pelajaran ada selingan berupa video yang menerangkan tata bahasa Arab atau tafsir singkat mengenai surat yang baru diselesaikan. Dalam mengerjakan aplikasi ini, saya sangat mengandalkan buku Terjemah Al-Quran secara Lafzhiyah Penuntun bagi yang Belajar Jilid XI/Juz XXX (Juz Amma) terbitan Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam "Al-Hikmah" Jakarta. Pelajaran dalam aplikasi ini dimulai dari Juz Amma sehingga kalau saya sudah menamatkan satu juz, saya harus mencari buku jilid berikutnya. Saya lebih menyukai buku terjemahan ini daripada Al-Qur'anulkarim Terjemah Tafsir Per Kata keluaran Syaamil Al-Qur'an karena yang belakangan adakalanya tidak menerjemahkan per kata, tetapi per frasa. Sayangnya, aplikasi Quran IQ ini gratisnya cuma sampai An-Nas, pokoknya surat-surat awal. Untuk melanjutkan, kita perlu membayar. Harganya relatif murah sih, bisa ditebus dengan pulsa dan pembayaran ini hanya sekali untuk selamanya (katanya sih). Selain itu, tiap kata dilagukan dengan sangat merdu, mirip suaranya Tompi.

(Karena entri terlalu panjang, maka saya bagi menjadi dua. Bagian dua ada pada entri berikutnya.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain