Teman chat saya membocorkan bahwa film ini dimulai dengan pergosipan, suatu topik yang pernah kami bicarakan dan dia ingat bahwa saya tidak menyukainya. Untuk menghargai teman chat saya itu, saya pun mengeklik link tersebut dan terbukalah film ini di YouTube. Wow, tak kusangka rupanya berjodoh dengan yang tadinya cuma terlihat sambil lalu dan tertepikan. Malah, akhirnya saya membagikan link film ini ke beberapa teman lain.
Kaitan dengan bacaan
23 Agustus tampaknya hari adab amar ma'ruf nahi munkar sedunia. Paginya, saya membaca tafsir Quran Surat Al-Baqarah ayat 44. Siangnya, saya membaca The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and the Art of Living (Ryan Holiday dan Stephen Hanselman, Portfolio, 2016) entri 23 Agustus. Malamnya, saya menonton film ini. Semuanya ternyata berkaitan.
Al-Baqarah ayat 44 berbunyi sebagai berikut:
"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?"Saya membaca tafsirnya di aplikasi yang memuat versi Kemenag RI dan Ibnu Katsir. Tafsir tersebut menjelaskan latar belakang turunnya ayat ini, yaitu mengecam perilaku beberapa orang Yahudi yang menasihati keluarga dan kerabatnya agar tetap memeluk agama Islam, namun mereka sendiri tidak mengamalkannya. Dengan begitu mereka telah merugikan diri sendiri. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa mereka seolah-olah tidak berakal. Sebab, masakkah orang berakal tidak mengamalkan ilmu pengetahuannya? Ayat ini agar menjadi pelajaran bagi setiap bangsa, bukan hanya Bani Israil yang pembaca Taurat.
Lebih jauh, tafsir Ibnu Katsir menghubungkan ayat ini dengan perintah amar ma'ruf nahi munkar. Menyuruh kepada kebaikan dan mengajak menjauhi keburukan merupakan kewajiban bagi setiap orang yang berilmu, tapi lebih wajib lagi bagi dia untuk mengamalkannya.
Selanjutnya, seperti biasa, pembacaan tafsir jadi membingungkan karena ditampilkan berbagai pendapat ulama, di antaranya:
Malik ibnu Rabi'ah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair berkata, "Seandainya seseorang tidak melakukan amar ma'ruf, tidak nahi munkar karena diharuskan baginya bersih dari hal tersebut, niscaya tidak seorang pun yang melakukan amar ma'ruf, tidak pula nahi munkar." Malik berkata, "Dan memang benar, siapakah orangnya yang bersih dari kesalahan?"Masuk akal memang.
Tapi sepertinya itu menunjukkan kealiman yang belum paripurna. Namanya orang berilmu, mestinya dia mengetahui akibat dari meninggalkan ketaatan dan mengerjakan kemaksiatan. Orang cerdas mana yang mau merugikan diri sendiri? Tafsir ini secara keseluruhan cenderung pada pendapat bahwa amar ma'ruf nahi munkar wajib dilakukan dengan juga mengamalkannya secara pribadi.
Selanjutnya ditambahkan hadis-hadis yang menggambarkan kejamnya siksaan di akhirat terhadap para tukang ceramah di dunia yang tidak mengamalkan seruannya sendiri, padahal mereka membaca Quran!
Lewat Quran, Tuhan memerintahkan manusia untuk membaca dan berpikir--menyempurnakan akal. Dengan begitu, manusia dapat memperoleh ilmu yang dapat menghindarkan dirinya dari kerugian. The Daily Stoic seperti motivasi harian untuk menjalankan ibadah itu, khususnya untuk entri 23 Agustus yang seperti perpanjangan dari Al-Baqarah ayat 44.
Entri ini berjudul "IT'S IN YOUR SELF-INTEREST", yang kalau boleh saya terjemahkan secara bebas, berarti "DEMI KEPENTINGANMU SENDIRI". Entri ini mengilhamkan bahwa dalam melakukan "amar ma'ruf nahi munkar" (tentu saja mereka tidak menggunakan istilah itu), daripada menceramahi atau mengkhotbahi atau menguliahi atau menggurui (meski ada juga sih orang-orang yang senang mendengarkannya), mengatakan bahwa "itu dosa" atau "buruk", berkoar-koar soal moral ... lebih baik jelaskan akibat, dampak, konsekuensi dari perbuatan tersebut, bagaimana itu akan merugikan kepentingan mereka sendiri pada akhirnya.
And what happens when you apply this way of thinking to your own behavior?Nah, pada akhirnya, kembali pada diri sendiri terlebih dahulu. Keburukan-keburukan apakah yang masih kita lakukan? Apakah akibat, dampak, konsekuensinya di kemudian hari? Bacalah, pikirkanlah, jadilah orang berilmu yang dapat menghindarkan diri dari akibat, dampak, konsekuensi yang merugikan itu, dan sampaikanlah dengan cara yang "aman". Rumusnya:
- Amalkan sendiri terlebih dahulu selama beberapa waktu.
- Amati, resapi, dan renungkan yang dialami.
- Bagikan pengalaman tersebut kepada orang lain, dengan nada bercerita dan reflektif alih-alih menasihati. Kita tidak menyeru dia agar harus begini atau jangan begitu, tidak. Kita hanya "curhat", atau menceritakan pengalaman seseorang yang sebut saja namanya Mawar supaya tidak dikira membongkar aib sendiri. Biar orang itu sendiri yang menarik pelajaran tersirat. Biarkan dia sendiri yang memberdayakan akalnya. Itu tanggung jawabnya sebagai manusia.
Film ini tidak menunjukkan apakah Yu Ning pernah menghadiri pengajian yang membahas tafsir Al-Baqarah ayat 44, juga tidak ada adegan dirinya membaca The Daily Stoic entri 23 Agustus. Malah, kita tidak bisa yakin apakah Yu Ning memang amar ma'ruf nahi munkar dengan menghardik orang bergibah, karena terungkap bahwa dia ternyata masih saudara jauh Dian.
Bagaimanapun juga, seandainya Yu Ning memang punya niat tulus, murni, ikhlas, sekadar hendak amar ma'ruf nahi munkar, film ini menunjukkan contoh pengamalannya yang tidak efektif.
Ketidakefektifan ini bukan murni kesalahan Yu Ning. Bukan karena dia tidak membaca The Daily Stoic, melainkan ada faktor-faktor lainnya seperti latar sosial (oke, bagaimana sekelompok ibu-ibu yang ditunjukkan "ndeso" itu bisa menalar akibat, dampak, konsekuensi yang merugikan dari bergibah?) dan faktor X--keXilafan (ih, maksa).
Kata peribahasa: sepandai-pandainya tupai melompat, akan jatuh juga.
Bagaimanapun kita berusaha untuk menjadi SJW yang efektif, akan ada kemungkinan suatu saat baterai HP kita mati di perjalanan sehingga tidak bisa dihubungi untuk mengklarifikasi kabar.
Di samping Stoikisme, sepertinya Absurdisme menarik juga untuk ditilik.