Mama punya lagu favorit baru, yang
sebenarnya lagu lama, cuma baru-baru ini mendengarnya di radio, dan suka, dan
menyanyikannya terus. "Inikah tanda-tandanya, bunga asmara ... ingin
bersemi sekali lagi ...."[1]
Mama suka pamer bahwa dahulu ia pernah
menjuarai kontes vokal. Terlepas dari bagaimana merdunya suara Mama, Risky
kerap terganggu mendengarnya bernyanyi. Tapi kini setelah ia menguasai lantai
dua yang terpencil, sepertinya bakat itu turun kepadanya. Ketika tidak ada
siapa-siapa di sekitarnya, dengan sendirinya, tahu-tahu saja ia bernyanyi.
Kemudian ia tersadar, tapi meneruskan saja sembari menikmati suaranya sendiri.
Ia tidak tahu bagaimana kualitas vokalnya, menginsafi dirinya awam akan
teknik-tenik bernyanyi. Tapi dalam pendengarannya, begini saja pun suaranya
boleh juga lah. Ia mungkin hanya perlu sering-sering berlatih menyanyikan
sebuah lagu secara utuh. Lalu nanti kalau tidak lulus UMPTN lagi, ia akan
mencoba peruntungannya di Asia Bagus.
Ide menjajal Asia Bagus itu timbul
berkali-kali dalam pikirannya, tiap kali ia sadar sedang bernyanyi begitu saja
saat ada potongan lagu yang melintas, menggeser rencana kuliah di kampus swasta
sembari bekerja.
Lama-lama ia memikirkannya, Inikah
tanda-tandanya ...?
Tanda lainnya timbul ketika ia sedang
menyimak sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Mulanya ia sekadar
menikmati paras Sarah dan kemudian ada Zaenab, walau, setelah mengetahui
tanggal lahir pemeran keduanya, Bolehlah sedikit lebih tua. Tapi
lalu ia terjerat oleh jalan ceritanya dan semakin menantikan setiap episode. Ia
mendapati kemiripan-kemiripan antara dirinya dan si Doel. Pertama, kumisnya
mulai tumbuh agak lebat seperti si Doel. Kedua, ibu mereka sama-sama bernama
Lela. Ketiga, mereka satu selera soal wanita. Keempat, sekaligus yang terutama,
si Doel kuliah jurusan Teknik Mesin hingga meraih gelar insinyur, dan belum
juga mendapat pekerjaan .... Memang Risky belum lagi diterima di ITB, sehingga
tidak begitu saja sama dengan si Doel dalam kuliah jurusan teknik dan meraih
gelar insinyur dan ... sulit mendapat pekerjaan ...? Tapi kan nanti dia lulusan
ITB, sedang si Doel lulusan kampus mana? Si Edo yang kuliahnya sampai hampir
tujuh tahun saja bisa langsung mendapat pekerjaan.
Itu juga kalau Risky dapat bertahan
sampai semaksimal-maksimalnya tujuh tahun, kalau tidak ...?
Kalau dia pada akhirnya mesti kuliah di
kampus swasta, dan tetap memilih jurusan teknik ....
Tanda lainnya yaitu ketika ia
membereskan koleksi kasetnya yang diacak-acak Adek. Alasan Adek, mau dengar
drama Kesatria Baja Hitam, tapi malah membukai sampul setiap kaset dan
melihat-lihat gambarnya. Selagi beres-beres itu, Risky menemukan kaset-kaset
yang sudah jarang didengarnya sejak ia keranjingan hiphop. Di antaranya ada
Iwan Fals dan Kantata Takwa.
Risky membeli kedua kaset tersebut tidak
lama setelah pulang dari Jepang. Anak-anak di kelasnya pada menggemari Iwan
Fals. Karena penasaran, ia pergi ke toko kaset mencarinya dan kebetulan pada
waktu itu Kantata Takwa baru merilis album. Saat ia ditegur penjaga toko dan
menjawab "Iwan Fals", kaset Kantata Takwa sekalian dikeluarkan.
Penjaga toko itu menjelaskan bahwa Iwan Fals dan tokoh-tokoh lain membentuk
grup tersebut. Risky pun membeli kaset itu sekalian kaset Iwan Fals yang
pertama dirilis, yang ada "Umar Bakri"-nya--lagu yang paling ia
kenal--dan albumnya itu sendiri berjudul Sarjana Muda. Ketika Risky
menyetelnya di rumah, ia selalu meloncati lagu pertama yang sekaligus merupakan
judul album tersebut. Soalnya, lagunya sendu-sendu suram begitu, tidak sesuai
dengan selera Risky. Barulah sekarang ini judul tersebut menarik perhatiannya.
Ia mengambil pensil dan memutar pita kaset itu sampai pol, lalu memasukkannya
ke tape. Ia menyimak, sekalian membaca lirik yang tertera di balik
sampul. Seketika itu juga, ia menjelma sebagai pria muda yang sedang berjalan
dengan jaket lusuh di pundaknya. Bibirnya yang kering mengapit sebatang rumput
liar, mungkin sudah kehabisan uang untuk membeli rokok.
Engkau sarjana muda
Resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu
Ini lulusan kampus mana sih? Pasti bukan
ITB.
Risky mengeluarkan kaset dari tape,
menyelipkannya ke lipatan sampul, dan memasukkan ke kotaknya, lalu ke dalam rak
khusus koleksi kaset, sepojok-pojoknya, sedalam-dalamnya.
Selanjutnya, ia meraih sampul album
Kantata Takwa dan memindai judul lagu-lagunya.
"Orang-orang Kalah"
"Balada Pengangguran"
"Gelisah"
"Air Mata"
Risky mengernyit. Ia mencari-cari kaset
album tersebut, memutarnya di tape, yang lantas memperdengarkan
kepadanya tepat pada bagian,
Misteri!
Ijazah tidak ada gunanya
Ketekunan tidak ada artinya
Pembangunan, oh!
Pengangguran, ya!
Ya ha ha ha
Oh, ya!
Penerangan, oh!
Kegelapan, ya!
Putus asa
Oh, ya!
Oh, ya o!
Akan merampok takut penjara
Menyanyi tidak bisa
Bunuh diri 'ku takut neraka
Menangis tidak bisa
Kok lagunya seram begini?!!?
Risky mematikan tape.
Tanda lainnya yaitu ketika Mama menegur
Risky setelah Edo berhenti datang. "Kamu enggak belajar sama Adin aja
lagi?"
"Enggak."
"Tahun ini kan dia UMPTN
juga."
Apa?
Betapa cepatnya waktu berlalu. Saladin
yang baru masuk SMP ketika Risky akan lulus SMP, dan baru masuk SMA ketika
Risky akan lulus SMA, sebentar lagi akan mulai kuliah bareng-bareng Risky.
Itu juga kalau Risky lulus UMPTN kali
ini.
Bagaimana kalau Saladin lulus sedang
Risky sekali lagi tidak?
Risky harus lulus tahun ini. Tidak bisa
tidak.
Bagaimana kalau tidak?
Risky tidak bisa memastikan peluangnya
untuk lolos ke ITB apakah lebih besar daripada kalau tidak lolos, lagi. Ia
sudah gagal dua kali, kenapa tidak untuk yang ketiga kali?
Risky mencamkan bahwa ia harus
optimistis, dan mengoptimalkan bulan-bulan yang tersisa ini. Masih ada waktu.
Masih ada banyak peran
Yang bisa kita mainkan
Andy Liany memberi tahu dia dalam lagu
"Masih Ada". Tapi Risky tidak mau peran lain. Bila hidup ini
bagaimanapun juga mesti dijalankan, hanya satu peran itu yang ia inginkan.
Kali ini tidak boleh gagal!
Tapi, semakin ia berusaha memupus kemungkinan
untuk gagal, sepertinya semakin berkabut juga otaknya sehingga ia mulai
mengharapkan keberadaan Doraemon--SEKARANG JUGA--untuk dimintai roti hafalan,
mungkin juga mesin waktu, untuk memastikan, sebab kalau tidak, kalau tidak,
buat apa ia berusah-susah begini ....
Risky mengenyahkan pikiran-pikiran buruk
itu dengan bermain Tetris, yang kalau dipikirkan sesungguhnya sekadar menyusun
balok-balok beragam bentuk yang apabila cocok lantas hilang begitu saja.
Hilang begitu saja. Pergi, seperti
kekasih imajiner Risky yang tiba-tiba saja terdengar kabarnya tewas dalam
kecelakaan mobil. Ia seusia Risky, begitu belia dan lagi tenar-tenarnya. Belum
lama ini, Risky baru saja membeli albumnya yang terbaru.
"Kasihan, ya, masih muda ..."
desah Mama saat berita itu muncul di televisi.
Risky terlongo-longo menyimaknya, dan
tentu saja terlintas dalam benaknya pertanyaan, Kenapa? Kenapa
penyanyi kesayangannya harus pergi secepat ini? Yang, saking cintanya ia kepada
gadis itu, sampai-sampai terpikir: Kenapa bukan ia saja yang menggantikan
posisi gadis itu? Seandainya ia tahu ini akan terjadi. Seandainya saja ia dapat
bernegosiasi dengan malaikat maut sehingga, alih-alih mencegat Nike di Jalan
Riau pagi itu, malah jalan terus sampai ke rumahnya, dan mengambil nyawanya saja.
Dengan begitu, ia tidak harus berpusing-pusing lagi memahami semua materi
pelajaran SMA--yang diperumit oleh Edo dengan menambahkan materi TPB ITB--yang
entah yang mana yang bakal keluar di UMPTN besok; ia tidak perlu lagi terus
menanggungkan kehinaan. Meski, tentu saja tidak seperti Nike yang beruntung
karena pergi pada saat orang-orang sedang meninggikannya, mencintainya, dan
akan terus mendoakannya sampai puluhan tahun kemudian, penguburannya mungkin
akan diiringi sedikit orang saja. Mungkin Mama akan meratap, "Kamu belum
sempat banggain Mama ...!", tapi, persetan, itu tidak penting lagi, itu
urusan Mama anaknya mau jadi apa, sedang yang bersangkutan sudah tidak ada lagi
urusan di dunia. Sesudah itu, bertahun-tahun kemudian, adiknya akan menempati
kamarnya. Teman-teman Adek yang sudah besar itu berkunjung dan melihat potret
yang terpampang di meja, atau pada dinding. Sosok dalam potret itu mirip Adek,
yah, kata orang-orang sih begitu, tapi entah bagaimana rupa Adek belasan tahun
dari sekarang. Kembali ke potret, "Itu siapa?" tanya teman-teman
Adek. Lalu anak itu mengambil potret tersebut, memandanginya takzim, dan
berkata, "Dulu aku punya kakak. Tapi dia sudah tiada, dari sejak aku TK
nol kecil."
Tapi, memang Risky meninggal karena apa?
Kenapa ia malah memikirkan kematian alih-alih soal yang berjejer di hadapannya
ini? Edo sialan! Kalau dikiranya materi TPB ITB dapat membuat soal-soal UMPTN
terlihat lebih mudah, dia salah! Atau, Risky saja yang bebal, ya, sepertinya
itu yang benar. Betapa lemahnya menghadapi persoalan begini saja gentar, bahkan
Shigeo pun membenarkannya. Petang itu, Shigeo menjambak Risky dan berteriak
dekat-dekat ke mukanya hingga terhirup bau alkohol. "Anak lemah kayak kamu
enggak pantas tinggal di negara ini! Pulang aja sana!" Setelah itu,
kepalanya dicampakkan dan ia memandang kepergian Shigeo yang terus
mencak-mencak. "Dasar enggak tahu berterima kasih!"
Eh ....
Kenapa Shigeo begitu, ya?
Risky mengingat-ingat.
Oh!
Sebelumnya, Risky lah yang meledak.
Memang ia yang terlebih dahulu mengatakan, "Aku benci Jepang! Aku mau
pulang!" sambil air matanya dan air hidungnya bercucuran, kemudian meratap
memanggili Simbok nun jauh di sana.
Sebelumnya, ia dan Shigeo berlari-lari,
atau, lebih tepatnya, ia diseret Shigeo sepanjang jalan--dan kadang-kadang
Shigeo berganti posisi ke belakangnya untuk mendorong dia agar berlari lebih
cepat--sementara di balik punggung mereka berkejaran satu geng berandal SMA.
Anak-anak itu yang kerap mencegat Risky sepulang sekolah, mempermainkannya
dengan meminta uang sakunya, mengawur-awurkan isi tasnya, menghajarnya. Namun
pada sore itu Shigeo penasaran membuktikan kebenaran perkataan Risky tentang
mereka. Sebelum memutuskan untuk berangkat, ia memikirkan apakah yang mesti
dilakukannya jika Risky berdusta dan jika Risky jujur. Jika Risky berdusta,
tentu Shigeo tak mau mengawaninya lagi. Malah kalau perlu, ia hajar betulan
anak itu. Jika Risky jujur .... Shigeo menenggak satu kaleng bir dan lalu
membawa serta pemukul bisbol untuk berjaga-jaga.
Mendekati viaduk, Shigeo mendapati
perisakan benar terjadi sedangkan Risky tak berkutik. Sebagai atlet bisbol
sekolah, Shigeo terlatih berlari cepat; para berandal itu tak menyadari
tahu-tahu saja ia telah berada di antara mereka, melancarkan tendangan telak
pada salah seorang yang barusan pula menendangi Risky. Kontan, semua teralihkan
padanya. Shigeo mengayun-ayunkan stiknya, entah menantang atau mengancam. Risky
memanfaatkan kesempatan untuk mengumpulkan isi tasnya yang berserakan di
rumput, sementara para perundungnya menyerang Shigeo. Setelah semua isi tasnya
telah masuk kembali, Risky terjebak antara lari menyelamatkan diri atau
membantu Shigeo yang membabi buta melawan empat orang sekaligus--malah lima,
setelah yang tadi ditendangnya berhasil bangkit lagi.
Awalnya saja Shigeo pandai berkelit.
Namun setelah beberapa lama ia tertangkap juga dan hampir saja dikeroyok, kalau
Risky tidak keburu menarik salah seorang di antara penyergapnya. Kali ini Risky
tidak pasrah saja saat bogem menghantamnya. Ia mengerahkan tinju dan tendangan,
menggeliat sekuat tenaga, menyikut, menyundul, menggigit sana sini. Namun
pertarungan memang tidak seimbang, biarpun sudah dibantu pentungan bisbol
Shigeo. Baik dari ukuran tubuh maupun jumlah tenaga, mereka kalah. Shigeo
merenggut kerah baju Risky, dan menyeretnya lari dari pertarungan.
Bahkan Shigeo pun tahu kapan harus
menyerah.
.
Begitu pula si Kepiting. Pagi itu salah
satu sudut halaman sekolah dikitari garis polisi. Karena ramai anak-anak yang
penasaran di sekitar situ, Risky malas mendekat. Ia langsung saja naik ke
kelasnya, duduk di bangkunya. Lalu ia mendapati ada surat di kolong bangkunya.
Seketika ia mengira itu balasan dari cewek yang disukainya. Akhirnya cewek itu
insaf, pikir Risky girang. Ia menantikan kalimat seperti, Sebenarnya
aku juga suka kamu, tapi karena teman-temanku ....
Alih-alih, surat itu bunyinya begini:
Risuki-kun,
Aku telah memutuskan untuk pergi
menyusul ibuku.
Sekarang kamu yang sendirian.
Baik-baik, ya.
Kemudian, wali kelas mereka masuk dan
mengumumkan kematian si Kepiting.
Risky merenyukkan kertas surat itu dan
nantinya membuangnya ke tong sampah. Petangnya, setelah bergelut dan berkejaran
dengan para berandal SMA, ia tak dapat menahankannya lagi. Sialan Si Kepiting.
Risky tidak pernah tahu bagaimanakah kehidupan Si Kepiting yang sebenarnya.
Anak itu tak pernah membuka diri; bukannya Risky sendiri kerap melakukannya
kepada anak itu. Lalu tahu-tahu dia pergi begitu saja dengan cara yang sebrutal
itu! Segala perkataan Si Kepiting, dari awal Risky mulai bercakap dengan dia
sampai yang belakangan terngiang-ngiang dalam benaknya.
Jangan suka sama dia.
Kamu ini tolol, ya.
Dibilangin juga apa.
Kamu beruntung masih bisa ngutil dari
orang tua.
Kamu beruntung ...
... masih ...
... orang tua.
Aku memang selalu sendirian.
Aku memang selalu sendirian.
Cah lanang ojo gembeng tho!, suara Simbok dan cubitan
pamungkasnya.
Simbok .... Simbok ...!
Shigeo meninggalkannya, dan Risky tak sanggup berkata, "Temanku baru mati." Ia juga tak sanggup menyampaikannya kepada Mama sepulangnya ke apato.
Mama sedang menisik baju seragam Risky yang robek. Tangannya yang tidak terampil malah menusukkan jarum ke jarinya sendiri hingga menitikkan darah. Mama mengaduh, mengulum jarinya, dan mendapati Risky menatapnya, dalam pakaian seragam yang ... lagi-lagi dekil dan sobek! Mama memelototinya namun anak itu cepat-cepat masuk ke kamar sambil menempelkan lengannya ke mata. Mengherankan!