Penerbit Alumni, 1980, Bandung
Sampul belakang buku ini memuat "SEDIKIT CATATAN TENTANG PENULIS". Setelah minor thesis Nenek, lagi-lagi riwayat pendidikan generasi dahulu membuat saya takjub. Memang penulis buku ini kurang lebih sepantaran dengan Nenek (kelahiran tahun 1930-an). Beliau baru lulus SD pada usia kurang lebih 15 tahun, SMP 18 tahun, dan SMA 21 tahun. Sedangkan lulus kuliah pada usia 26 tahun mungkin masih relatif normal sampai generasi yang belakangan?
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangan dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. (halaman 1)
Demikian dalam "PENDAHULUAN" terdapat kutipan dari Undang-Undang Dasar, P4, GBHN oleh Team Pembinaan Penatar dan Bahan-bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia (tanpa tahun, halaman 10), sepertinya menerangkan maksud dari buku ini. Sebenarnya, menurut "KATA PENGANTAR", buku ini aslinya merupakan bagian dari rangkaian "Kuliah Hukum Tata Negara Indonesia" yang diberikan pada Fakultas Hukum Universitas Islam Nusantara, IKIP, Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Gunung Djati antara tahun 1975 dan 1980, serta ceramah penulis sebagai Penatar dalam Penataran Pegawai Negeri untuk type A bidang "Undang-Undang Dasar 1945" yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Maka sebagian buku ini pun menceritakan kejadian-kejadian yang melatari tercetusnya "Pancasila, Proklamasi & Konstitusi". Beberapa memang menarik. Misalnya, uraian mengenai sebab-sebabnya Indonesia tidak dijadikan sebagai negara Islam hingga soal dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Ada lagi yang mengharukan (buat saya), mengenai pertemuan Soekarno-Hatta dengan Mayor Jenderal NIsyimura, Direktur Departemen Umum, Pemerintahan Militer Jepang. Berikut saya salinkan dari halaman 42-43 (yang sebenarnya disalin pula dari buku Muhammad Hatta, Sekitar Proklamasi, Penerbit Tintamas, Jakarta, 1970, halaman 70):
Jenderal Nisyimura menjawab : Bahwa ia mengerti dan dapat merasakan sendiri cita-cita rakyat Indonesia. Saya menangis dalam hati, katanya. Tapi apa boleh buat, katanya, kami alat, sebagai alat telah menerima perintah, bahwa kami harus menghalang-halangi setiap perubahan statusquo, apa boleh buat, juga gerakan rakyat Indonesia dengan pemuda. Kami bertanya apakah tentara Jepang akan menembaki pemuda Indonesia sebagai bunga bangsa kalau mereka bergerak melaksanakan janji Jepang atas kemerdekaan Indonesia, yang Jepang sendiri tidak sanggup menepatinya?Apa boleh buat, kata Nisyimura, dengan hati yang luka kami terpaksa melakukannya. Tetapi katanya apabia kita sabar saja sementara, ia percaya bahwa Sekutu akan memperhatikan keinginan bangsa Indonesia.Betapa sakitnya terasa dalam jiwa, kami bangsa Jepang terpaksa tunduk dan menjilat kepada Sekutu untuk memperoleh nasib yang agak baik sesudah kami kalah.Mendengar itu naiklah darah saya dan berkata :"Apakah itu janji dan perbuatan samurai ? Dapatkah samurai menjilat musuhnya yang menang untuk memperoleh nasib yang kurang jelek?"Apakah samurai hanya hebat terhadap orang yang lemah di masa jayanya, tetapi hilang semangatnya waktu kalah ? Baiklah, kami akan berjalan terus apa juga yang akan terjadi."Mungkin kami menunjukkan kepada tuan, bagaimana jiwa samurai semestinya menghadapi suasana yang berubah."
Betapa penuh perasaan! Seandainya difilmkan, adegan ini bakal menitikkan air mata :'{
Ada lagi "drama" lainnya di halaman 50-51, memuat penuturan Soekarno kepada penulis biografinya, Cindy Adams, mengenai peranan Hatta menjelang proklamasi kemerdekaan, yang ditanggapi lain dari sudut pandang Hatta sendiri, bahkan dianggapnya sebagai "dongeng". Terlalu panjang untuk saya salinkan :v
Di halaman 73, saya menemukan amanat yang relatable:
Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
Ini seperti menjustifikasi perubahan yang kerap kali saya buat dalam merancang baik rutinitas sehari-hari maupun karangan panjang yang enggak jadi-jadi, wkwkwk. Pemerintah juga suka mengubah-ubah peraturan sih #eh. Jadi, gonta-ganti ketetapan itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan--biar ada dinamikanya :'D
Selebihnya isi buku ini adalah naskah UUD dan penjelasannya. Walaupun sekarang saya tahu tentang peristiwa-peristiwa yang melatarinya, tetap saja itu tidak serta-merta bikin mengingat setiap poin dalam UUD jadi lebih mudah :v Betapapun pentingnya mempelajari bagaimana terjadinya teks itu, mengetahui keterangan dan dalam suasana apa teks itu dibikin, buku ini tidak sampai memerinci latar pemikiran/peristiwa/dsb dari setiap pasal yang ada dalam UUD hingga ditetapkan demikian. Kalau ada buku yang isinya begitu, mungkin jadinya akan tebal sekali macam tafsir. Sedangkan buku tipis ini (92 halaman) sebagai pengantar saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar