Melihat poin-poin yang didapat dari pembacaan, tampaknya satu hal yang saya pelajari pada 2022 adalah untuk tidak begitu pelit mengeluarkan uang dalam hal yang bisa dianggap sebagai "investasi" perbaikan/pengembangan diri kecil-kecilan, sebagai berikut.
Gembor 9 L
Karena ingin memanfaatkan yang ada terlebih dahulu, untuk menyiram tanaman, sebelumnya saya menggunakan botol 1,5 L yang tutupnya dilubangi. Namun tanaman saya tersebar di beberapa tempat. Sebotol penuh air 1,5 L itu tidak mesti cukup untuk menyirami tanaman di satu tempat saja. Jadi saya mesti bolak-balik mengambil air ke sana-sini dan itu melelahkan. Ketika mulai menanam lagi, untuk mengurangi kemalasan, saya putuskan untuk membeli gembor ukuran besar sekalian. Meskipun pada akhirnya saya cuma kuat mengangkut 5 gayung air sekali jalan 😅
Shampoo bar
Sebelumnya, terus terang, saya pakai sampo kedaluwarsa yang distok orang tua tapi tidak kunjung dipakai. Memikirkan sampah plastik yang dihasilkan dari sampo biasa, saya berpikiran untuk mencoba pakai shampoo bar yang kemasannya bisa dikompos. Saya menemukan yang harganya relatif murah di platform oranye. Ternyata pakai shampoo bar itu memerlukan kesabaran ya, haha. Saya perlu membasahi dan meremas-remas gumpalan sampo itu sebelum mengusap-usapkan busanya ke seluruh rambut. (Apalagi kalau rambutnya panjang.) Setelah beberapa bulan pemakaian, rambut saya tetap rontok, patah-patah, dan bercabang pula walau tampak lebih bervolume(?). Saya sudah pakai sampo yang katanya dari bahan-bahan alami, kemasannya bisa kembali jadi alami pula, mau bagaimana lagi? Mungkin saya perlu tambahan nutrisi, memperbaiki rambut dari dalam. Adapun sampo kedaluwarsa sekarang saya gunakan untuk membersihkan sandal saja :v
Buku folio 300 lembar
Kembali soal prinsip memanfaatkan yang ada terlebih dahulu, untuk mencatat ide cerita dan mengonsep narasinya, biasanya saya menggunakan kertas bekas. Namun proyek yang sudah bertahun-tahun saya geluti ini rupanya tidak kunjung berbuah draf yang memuaskan, sedang coretan saya sudah berbundel-bundel berfolder-folder (bukan dalam bentuk digital) sampai saya pusing melihatnya apalagi ketika mesti mengumpulkan dan menyusun lagi ide-ide di berlembar-lembar kertas yang bila dilepaskan dari penjepitnya jadi terserak di sana-sini. Mengingat sewaktu SD, SMA, awal kuliah, dan beberapa tahun lalu saya pernah menggunakan buku folio (atau semacamnya yang kalau orang lain mah menggunakannya sebagai buku kas, katalog, dst) untuk mencatat ide dsb, dan pada akhirnya memang menghasilkan draf-draf yang menurut saya pribadi layak diperlihatkan ke orang lain, saya pun berpikiran untuk membeli lagi buku semacam itu dengan warna yang belum pernah saya miliki. Harganya lumayan juga ya, kalau dihitung-hitung Rp150/lembar. Dan, sampai saat saya menulis ini, buku itu baru terisi sedikit :v
Lebih banyak compost bag
Saya memerlukannya untuk menyimpan media tanam yang belum hendak digunakan lagi serta kompos kering yang kemungkinan akan terus bertambah, juga supaya masa pemrosesan limbah dan kompos basah bakal lebih lama sehingga lebih matang. Melihat space yang tersisa di halaman, sepertinya saya hanya bisa menambah satu compost bag lagi yang ukuran L. Kalau untuk di balkon, tampak masih bisa untuk beberapa compost bag lagi--juga yang ukuran L supaya mudah mengambilnya--yang sepertinya tidak benar-benar diperlukan jika saya rajin berkebun hehehe.
Keyboard dan mouse bluetooth
Karena saya menjalankan toko online sekarang menggunakan tablet, maka alat-alat ini diperlukan untuk memudahkan entri produk.
Masih berhubungan dengan uang, saya menemukan tips dari sebuah video di YouTube yang sekarang ini sedang saya coba amalkan yaitu membagi pemasukan jadi dua: sebagian untuk tabungan, sebagian lagi untuk dihabiskan. Dengan cara begini, saya jadi merasa agak tenang dan tidak begitu ceroboh lagi dalam keuangan.
Di samping soal kegiatan sehari-hari, catatan harian saya banyak berisi soal--apa lagi?--karang mengarang. Itu memerlukan effort yang jauh lebih besar daripada membaca buku dan me-review-nya. Tahun ini saya hanya menyelesaikan 2 draf novelet (masing-masing sekitar belasan ribu kata). Itu pun saya malas memajangnya entah di mana. Seperti sudah kurang ada kepuasan dari keberhasilan menyelesaikan draf, mau pendek atau panjang.
Saya mengompensasinya dengan mencari file digital semua yang pernah saya karang--maksudnya yang berupa karya fiksi--dari notebook, hard disk external, e-mail, CD-CD penyimpanan--dan mengumpulkannya di satu folder di Drive. Seperti cendera mata dari suatu perjalanan masa yang tampak telah usai, mungkin.
Satu hal lagi: terasa seperti sudah tidak penting lagi kegiatan mengapresiasi dan diapresiasi. Orang mau diapresiasi dengan cara yang mungkin tidak sesuai dengan cara kita mengapresiasi, dan belum tentu sudi mengapresiasi balik. Diapresiasi pun, buat apa lagi? Jika dipuji, bisa berkembang jadi riya, ujub, sombong--perkara-perkara batin yang mesti dihindari. Jika dicela, tambah PR makan pikiran. Coba mengapresiasi diri sendiri pun terasa cringe.
Bukannya sudah sama sekali tidak ada keinginan untuk menulis ulang draf-draf novelet itu dan melanjutkan ceritanya sampai entah kapan, tapi sepertinya saya perlu terlebih dahulu kembali menghidupkan passion itu. Sementara itu, ada target-target yang saya simpan mana tahu bisa dilaksanakan kalau-kalau entah bagaimana passion itu kembali menggelora. Latihan-latihan kecil sesimpel membuat 1 kalimat menggunakan gaya bahasa tertentu, puisi, sketsa, vinyet, cerpen, fragmen ... baru kembali ke novel. Kuncinya:
1. Tetapkan rutin mengarang.
2. Penuhi target itu tanpa peduli hasilnya bagus atau tidak, bakal ada yang baca atau tidak.
3. Dalam beberapa tahun (menurut pengalaman sebelumnya, baru setelah 4 tahun), mengarang baru terasa betul-betul asyik dan nikmat.
Ada beberapa hal yang belum sempat saya lakukan pada tahun itu atau saya rencanakan untuk dilakukan mulai tahun ini atau mendatang atau tidak akan pernah, seperti:
- membaca bahan kuliah dimulai dari buku-buku catatan yang diurutkan sesuai tanggal, kemudian menurut transkrip;
- membaca buku kumpulan entri harian mengenai entrepreuneurship,
- mengompilasikan isi buku yang telah tuntas diterjemahkan (Welcome to the NHK, Rich without Money).
Saya merasa telah mendapatkan perspektif mengenai gaya kerja atau gaya hidup saya selama ini, dan PR yang utama adalah: fokus.
Satu wisdom yang saya rumuskan di tahun ini:
Tetaplah hidup, walau tak berguna.
Tetaplah bergerak, walau lambat.
Tetaplah berusaha, walau mustahil.