Minggu, 20 Desember 2009

Minta Ditelepon

Petugas akademik menyerahkan secarik Kartu Hasil Studi (KHS) kepadaya. Ia menahan nafas. IP-nya semester ini turun 0,01. Tapi masih di atas 3,7. Membosankan. Dilipatkan kertas tersebut dan dimasukkan ke dalam saku hemnya.

"Dapet IP berapa lu?" sodok seorang teman yang juga baru mengambil KHS.  Dibalasnya dengan cengiran. "Ada deh."

"Alah, paling cum laude lagi."

"Turun kok." Mengembangkan senyum dapat meraibkan sejumput ketidakbahagiaannya.

"Alah, paling cuma turun 0,01."

Ia tertawa. Kok tepat benar sangka temannya ini.

"Punya lu sendiri gimana?" balasnya berbasa-basi. Ia heran apa pentingnya saling mengetahui siapa dapat IP berapa seperti yang biasa teman-temannya korek antar satu sama lain. Bersainglah dengan diri sendiri. Berusahalah agar bisa mendapatkan IP yang lebih tinggi dari sebelumnya, bukannya berusaha agar selalu lebih tinggi dari IP teman. Bisa-bisa yang tersisa hanya perasaan dengki dan makan hati. Begitu pikirnya. Cukup membantunya meningkatkan prestasi tanpa harus berambisi mengalahkan orang lain.

"Ah, biasa. Dapat kemelut dong. Tinggal nunggu diamuk ortu aja..."

Ia tercenung.

Beberapa hari kemudian, amplop berisikan KHS yang akademik kirimkan pada orangtuanya mesti sudah sampai. Ia berkali-kali mengecek layar hapenya. Melihat daftar panggilan dan kotak masuk. Hanya ada ucapan selamat atas perolehan IP-nya. Hah... Tetap tidak ada kabar sama sekali dari orang-orang yang diharapkannya. Kalaupun ada, betapa jarang frekuensinya. Padahal sekian semester telah berlalu sejak ia hijrah untuk berkuliah. Padahal ia ingin mendengar suara mereka, bukan sekedar kata-kata yang tertangkap mata. Seperti ada yang hilang dari hidupnya. Masakkan mereka baru bertukar suara saat bertemu langsung saja--saat ia menyempatkan diri untuk pulang walau hanya untuk beberapa hari?

Apa ia saja yang berinisiatif menghubungi mereka duluan ya? Tapi ia bosan mengatakan semuanya baik-baik saja. IP-nya stabil. Makan teratur 3 kali sehari. Tidak pernah sakit. Organisasi lancar. Pergaulan bukanlah persoalan. Mungkin mereka juga bosan dengan segala jawabannya. Dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing, sebagaimana ia. Ia tak bisa berbohong. Kehidupan memang sehampa itu. Sama sekali tak ada hasrat bicara.

Kalau begitu ia akan membuat sebuah realita baru.

Satu semester berselang, kembali ia berhadapan dengan petugas akademik yang sama untuk mengambil KHS. Dibacanya huruf-huruf dan angka-angka yang tertera. Ia tak sabar menunggu hari-hari berikutnya menjelang. Mendatangkan sebuah panggilan di pembuka malam.

"IP-mu kok turun drastis?!"

Senyum terulas di wajahnya. Akhirnya orangtuanya meneleponnya lagi.

 

27 Agustus 2009 * 20 Desember 2009, 9.09 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain