Apresiasi & Proses Kreatif Menulis Puisi
Soni Farid Maulana
Cetakan II (Edisi Revisi), April 2015
Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung
ISBN: 978-602-350-002-4
E-ISBN: 978-602-350-226-4
(Buku yang berjudul sama dari penulis yang sama sebetulnya tersedia di Goodreads, tapi bukan dalam edisi dan dengan kover yang sama dengan yang saya baca yang saya temukan di Ipusnas. Karena di Goodreads sudah tidak bisa manually add book, maka saya tuliskan pembacaannya di sini.)
Di buku ini terdapat 19 judul kritik populer dari penulis yang selanjutnya akan saya sebut dengan inisialnya, yaitu Pak SFM. "Kritik populer", demikianlah pemberi pengantar untuk buku ini menyebutnya, lantaran tidak menggunakan teori-teori ilmiah dan sebagainya. Dengan begitu, kiranya isi buku ini relatif mudah dipahami oleh masyarakat nonakademis.
Pak SFM mengawali dengan memperkenalkan "sonet" (di KBBI adanya "soneta"). Kemudian beliau membahas Amir Hamzah, Chairil Anwar, Ramadhan KH, Rendra, Saini KM, Remy Sylado, Jeihan, Wing Kardjo, Arifin C. Noer, dan Acep Zamzam Noer. Penyair perempuan ditempatkan belakangan, beberapa sekaligus dalam satu bab dan hanya Oka Rusmini yang mendapat bab tersendiri. Selanjutya beliau menguraikan lebih lanjut soal apresiasi dan proses kreatif dalam menulis puisi.
Salah satu bab paling menarik dalam buku ini menceritakan tentang proses kreatif Pak SFM sendiri dalam menulis puisi. Beliau mulai menulis puisi saat duduk di bangku SMP, sangat dipengaruhi oleh sosok neneknya yang pada waktu itu baru meninggal dunia. Selanjutnya beliau getol menulis dan mengirimkan puisi ke media, sering mendapat kritik tetapi akhirnya mendapatkan pengakuan yang selayaknya. Berkali-kali beliau menghadiri forum-forum dan festival-festival sastra baik di dalam maupun di luar negeri, berinteraksi dengan para penyair kenamaan. Sebagian penyair yang dibahasnya dalam buku ini pun dikenalnya secara langsung, sehingga beliau dapat membeberkan proses di balik penciptaan karya mereka menurut penuturan mereka sendiri. Tentunya nama-nama yang diangkatnya dalam buku ini juuga memberikan pengaruh bagi proses kreatif beliau sendiri sebagai penyair.
Membaca proses dan karya beliau sempat membuat saya merasa berkecil hati untuk terus mencoba "bermain-main dengan kata". Lantaran beliau bilang menulis puisi itu susah dan dalam mengapresiasi pun tidak boleh asal. Namun selanjutnya beliau mengatakan, "Jangan takut salah menulis puisi," di samping mencontohkan puisi-puisi yang sangat sederhana sekali baik dari segi diksi mapun isi.
Selengkapnya, "... bagus dan tidaknya puisi bukan disebabkan oleh rumit dan tidaknya sebuah kalimat ditulis dalam puisi, akan tetapi lebih disebabkan oleh kemampuan mengelola daya ungkap, yang titik pijaknya berdasar pada pengetahuan sang penyair yang mendalam akan makna setiap kata yang dipilih dan digunakannya dalam sebuah puisi yang ditulisnya." (halaman 230) "Dalam dan tidaknya sebuah puisi mengandung makna tertentu, pada satu sisi, bukan hanya ditentukan oleh sungguh-sungguh dan tidaknya kita menghayati sebuah pengalaman, akan tetapi, di sisi lain, juga sangat ditentukan pula oleh 'jam terbang' menulis dan mengapresiasi (membaca) puisi karya penyair lainnya, baik tingkat lokal maupun dunia." (halaman 232)
Dalam tulisan-tulisan di buku ini terselip pengajaran mengenai puisi. Berkali-kali beliau menyebut soal teknik, simbol, metaforaa, gaya bahasa, teks-konteks, dan sebagai-bagainya. Namun saya rasa buku ini lebih merupakan ajakan untuk menelusuri lebih jauh para penyair yang diangkatnya, untuk membaca lebih banyak karya puisi terutama yang dicipta oleh mereka.
Memang selagi membaca, saya jadi meng-googling apakah sebenarnya "sonet" atau "soneta"dan dari mana asalnya dan kenapa Rhoma Irama menggunakan istilah itu untuk menamai grup musiknya, siapakah Jacques Perk dan kenapa ia mati muda, tertarik dengan kisah hidup Hartojo Andangdjaya sebagaimana yang dipaparkan di halaman Wikipedia, dan seterusnya. Dari rujukan dalam buku ini pun, di Ipusnas saya menemukan tiga buku gemuk antologi prosa dan puisi Indonesia zadul yang membuat saya bertanya-tanya, Kenapa enggak sedari kuliah dulu saya mencarinya di perpustakaan pusat kampus dan membacanya???, yaitu Gema Tanah Air (HB Jassin, 1948), Pujangga Baru (HB Jassin, 1963), dan Laut Biru Langit Biru (Ajip Rosidi, 1977). Sayangnya Ipusnas tidak menyediakan juga Puisi dan Permasalahannya oleh Saini KM sehingga saya hanya bisa berharap kelak berjodoh dengan buku itu.
Ada juga yang sudah saya telusuri sebelumnya berkat membaca buku Bimbingan Apresiasi Puisi (Dr. S. Effendi) seperti Amir Hamzah, Ramadhan KH, dan Wing Kardjo. Ramadhan KH dengan puisinya dalam Priangan Si Jelita sudah habis-habisan dikupas dalam Bimbingan Apresiasi Puisi. Dalam buku apresiasinya ini, Pak SFM mengangkatnya kembali secara meluas dengan mengaitkannya dengan persoalan lingkungan hidup di tanah Priangan. Mengenai Wing Kardjo, saya sudah melihat-lihat beberapa bukunya yang tersedia di Ipusnas tapi ada sesuatu hal yang membuat saya merasa kurang sreg. Barulah di buku ini saya mengetahui bahwa penyair tersebut memang memiliki gaya hidup yang khas.
Kalau Chairil Anwar, siapa sih yang tidak tahu? :v Remy Sylado, sebetulnya saya tertarik membaca buku kumpulan puisi mbeling-nya--mudah-mudahan kelak berjodoh juga. Jeihan dengan puisi-puisinya yang berbentuk unik dan ternyata mengandung makna yang sangat religius itu pernah saya kunjungi studionya di Padasuka dalam rangka buka puasa bareng komunitas, seingat saya ada musala panggung yang cukup luas di halaman belakangnya.
Soal pengajaran puisi, saya masih lebih mengandalkan buku-buku yang telah saya temukan seperti Pengajaran Gaya Bahasa (Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan) dan Bimbingan Apresiasi Puisi (Dr. S. Effendi) serta buku-buku petunjuk menulis puisi juvenil yang telah dibahas dalam blog ini, karena cara penyampaiannya yang to the point dan runut. Atau, mungkinkah ada buku petunjuk menulis puisi kelas advance yang membahas secara lebih menjelimet--tapi pastinya to the point dan runut--mengenai teknik-teknik mengolah pengalaman, mencipta simbol dan gaya bahasa, menghubungkan teks dengan konteks, dan sebagai-bagainya biar estetik sebagaimana yang dimaksud dalam buku ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar