1
Malam ini, seperti biasa,
suasana sendu di kamar Trista yang penuh wangi memabukkan dengan aneka lilin
gemuk berwarna-warni. Alunan musik Binocular dengan lagunya, Deep mendayu-dayu melengkapinya. Trista
berjongkok di tengah ruangan temaram itu. Ia sedang beryoga di tengah ruangan
yang penuh asap lilin. Perlahan ia menjulangkan bokongnya ke langit. Sikap
Anjing.
Trista sedang frustasi.
Huh, masa si Aze mau kawin sama Elmo. Bisa-bisanya anak miskin kayak dia bayar
dukun pelet. Bakal kayak apa hidup mereka? Hidup susah katanya, cih. Trista
membayangkan sebuah gubuk di desa terpencil, di mana Elmo menghidupi
keluarganya yang beranak banyak dengan cara bertani. Sementara Aze yang dari
omongannya terkesan sok idealis, sok anti-kemapanan, mengajar anak-anak desa
yang berleleran ingus di kedua lubang hidungnya. Tidak ada komputer, internet,
apalagi TV kabel. Listriknya kadang ada kadang tidak, rumah tetangga 1 km
jauhnya, kemana-mana naik sepeda ontel...
Padahal hidup bareng
Trista pasti lebih enak. Bulan madu Trista juga pastinya lebih elit, huh,
membeli villa di Santorini, naik kano menyusuri jalan-jalan temaram di Venesia,
jadi presiden Amerika, Elmo diculik Aze di kastil, Trista nolongin pake
gantole...
Mestinya aku jangan nonton kartun Nickelodeon,
pikirnya sambil mencoba mengusir khayalannya barusan. Tapi malah muncul
bayangan keluarga Elmo-Aze. Elmo tidak memakai kacamata, sedang menggendong
satu anak di masing-masing lengan, begitu pula Aze, yang sedang hamil tua..
Ah, sudahlah.. Ooomm. Oh holy spirit.. Oh.. Mother
Goddess..
Yoga, seperti biasanya,
sedikit banyak mampu melepaskan sesuatu dari dirinya. Ia memang tak pernah
habis pikir, bagaimana orang-orang di luar sana bisa menghadapi problematika
hidup tanpa lilin aromaterapi dan yoga. Dan buku berbahasa asing yang belum
diterjemahkan. Dan kopi mahal, tentu saja.
Pelan-pelan Trista
mengubah pose yoganya yang tadi. Aargh.. Shit
!! Sekarang bagian bawah punggungnya terasa kebas karena terlalu lama
mengacungkan pantat. Pasti ada 10 menit tadi Trista berpikir tanpa bergerak
dari pose yoganya.
Oh iya, dia kan masih
punya satu lagi pelepas stres: sepupu-sepupu tajir. Yah, gimana lagi kalau
punya keluarga yang berkuasa kayak Keluarga Cendana. Trista meraih telepon wireless-nya, berniat menelepon Ramon,
salah-satu sepupu favoritnya. Waktu itu Trista sampai memberikan sebuah dompet
mahal pada pacar Ramon. Memang, Trista sungguh murah hati.
“Hai Ramon. No me ames[1].”sapanya. itu
artinya ‘halo, selamat malam’.
“Estrella gracias de nada[2] Trista. Dime porque lloras? De felicidad[3],”jawab Ramon
dengan nada mau nangis. Itu artinya ‘Ya ampun Trista. Ngapain kamu nelepon
malem-malem begini? Mati ajalah.’
“Uno dos tres[4]?”Itu artinya
‘kenapa kamu kayak mau nangis?’
“Aku kangen cewekku..,“
isak Ramon, mengakhiri percakapan bahasa Spanyol mereka yang menambah wawasan.
Trista jadi teringat, Ramon punya cewek imut ceria yang sudah berbulan-bulan
meninggalkan negara yang punya kolam lumpur raksasa ini.
“Tapi nggak papa kok..
Jadi, Trista, kenapa kamu nelepon jam segini?”
Ramon kemudian
mendengarkan segala celotehan curhat Trista. Tentang Elmo-Aze. Tentang kejadian
di Starbucks. Tentang bagaimana cintanya pada Elmo yang tidak juga kesampaian
sampai sekarang. Tentang ilusi dan realita yang bercampur aduk dalam kepalanya.
Tentang Mario, adiknya yang sedang depresi dan menjalarkannya ke setiap sudut
rumahnya yang besar.
“Dan sekarang, aku jadi
ingin nyanyi ‘Tenda Biru’ keras-keras juga. Aku desperate nih.. Ramon, aku harus gimana dong?”
Maret 2008
2
Hal kayak gini pernah dibahas di salah satu majalah cewek
yang pernah Aze baca. Betapa inginnya Aze meminjam lagi majalah itu ke
temannya, wanita pemasok pinjaman majalah. Membaca majalah adalah satu-satunya
cara yang terpikirkan oleh Aze sekarang untuk memecahkan masalah ini.
Menyediakan solusi. Kya. Aze jadi cewek dangkal yang dulu sering ia remehkan.
Ia sudah setengah
jalan hendak menghubungi temannya yang punya majalah itu.
may,aq blh pnjm yogirl
km g?yg ad nhgbhs jnuh dlm pcrn it lo.blh yh?yh?bsk bw.thx.
Lalu terlintas suatu pikiran di benak Aze. Kalau dia
sendiri disms minta tolong temannya seperti itu, pasti ia bisa menebak sendiri
apa yang sedang terjadi. Sama saja dong Aze cerita sama temannya itu, yang
sebenarnya tidak begitu akrab juga dengannya.
Aze batal meminjam majalah dari temannya itu. Malu ah.
Sebenarnya ada satu cara lagi. Aze baru saja kepikiran.
Ia bisa menganalisis buku hariannya. Tapi belakangan ini buku harian itu isinya
benar-benar garing. Malas nian jika harus membacanya.
Aze merutuk-rutuk sambil mengambil buku hariannya dari
tempat penyimpanannya, di meja sebelah tempat tidur, di dasar tumpukan kertas
kotretan. Disimpan di situ karena menurut perkiraannya, adik-adiknya yang
tengil bin usil tidak akan terpikir untuk menjamah tempat itu dalam rangka
mencari dan membaca buku harian Aze.
Sekarang ia harus puas dulu dengan buku hariannya. Waktu
kosong ini bisa ia gunakan untuk membaca dan menelaah ulang isi buku harian,
hatinya, dan pikirannya. Sejauh mana kau kejar cinta? Aze jadi teringat tagline sinetron. Idih.
Aze mengingat-ingat bagian-bagian dari artikel di majalah
cewek itu. Katanya, hal ini namanya ‘jenuh’. Cewek sama cowok pacaran, hubungan
mereka menjadi garing. Tidak mungkin ia curhat dan minta saran kepada
teman-temannya yang rata-rata sama cupunya dengan dia. Pun tidak mau ia curhat
pada orangtuanya.
Pikirannya merunut kenapa ia bisa sampai jenuh. Ia jenuh
karena makin jarang bertemu Elmo, dan sekalinya bertemu mereka benar-benar
belajar, tidak mengobrolkan apa-apa. Namun Aze pun tak sudi mengharapkan yang
lebih dari itu karena Aze takut merasakan lagi dorongan gila yang muncul
sewaktu di kasir Starbucks kapan itu. Hii, Aze ngeri sendiri setiap kali
teringat itu. Ia tidak bisa membayangkan sejadinya ia tidak bisa menahan yang
kemarin itu.
Dan kemarin-kemarinnya lagi juga. Dan sebetulnya yang
dulu-dulu juga.
Aze menyingkirkan barang apapun yang cukup besar untuk
dipeluk dari kasurnya. Ia takut tahu-tahu dirinya sudah memeluk barang itu
dengan sosok Elmo dalam kepalanya. Hihh, ngeri aja.
Solusi. Solusi. Ia butuh solusi. Aze terus merutuk-rutuk
sambil berguling di tempat tidurnya, membuka buku hariannya yang makin hari
makin garing. Bukannya dulu buku hariannya menarik sih.
Tidak ada yang bisa dianalisis dari situ. Aze
membolak-balik halaman-halaman terakhir buku hariannya. Semua nadanya sama,
isinya kegaringan semata. Aze heran ia pacaran buat apa, Aze bosan wajah Elmo
begitu-begitu saja, Aze kangen teman-teman SD-nya. Cuma bisa ditarik kesimpulan
bahwa Aze akhirnya jenuh dan satu-satunya daya tarik Elmo tinggal kecerdasannya
dan kemampuannya untuk mengajari Aze. Kegantengannya sudah tidak membuat Aze
terkesan.
Ritual malam harinya, menulisi buku harian, selama ini
menjadi sarana pelepas stres harian. Pada hari-hari saat ia baru jadian dengan
Elmo, ritual itu menjadi tinjauan dari hari-hari yang menarik yang tak ingin ia
lupakan. Dulu, kebanyakan isi buku harian Aze seperti ini. Geli Aze membacanya.
Dear diary,
Banyak banget yang pingin aku tulis sebetulnya. Tapi saking kenyangnya aku
sampe ga sanggup nulis nih, haha.
Tau ga, hari ini kan aku ultah yang ketujubelas. trus aku diajak ke Hartz Chicken Buffet ama dia. Iya,
siapa lagi... Elmo! Udah deh aku makan semuanya yang ada di situ. Kapan lagi
coba? Makan ayam sepuasnya... uah, kenikmatan dunia... Aku merasa hidupku
kembali bersinar...
trus dia pake minta maaf lagi gabisa kasi kado barang. katanya gajinya lum
cukup buat beli barangnya itu, tahun
depan aja. ih, emang barang apaan sih?
dia gamau kasitau. trus aku bilang gini aja cukup kok... aku seneng banget.
liat wajahnya aku jadi malu! kya! hahaha... tadi sih aku penasaran banget, tapi
udahlah. otakku kayaknya ikut pindahan ke perut, gabisa mikir lagi...ngantuk...
Uff, kayaknya aku butuh minyak kayu putih nih. Sekarang perut aku jadi
sakit gara-gara kekenyangan. Soalnya tadi ternyata papa beli ciffon juga, mama
beli yoghurt.stroberi lagi. mau ga mau
ya aku makanlah. Baru kali ini loh ultahku diistimewain. karena ketujubelas
kali ya?? Tapi gapapa, yang penting aku senang,
hahahahahahahhahahahahahahahahahahahahahhahahah (261107)
Dear diary,
Tadi Elmo jemput aku lagi di sekolah kayak biasa. Kan aku komentar, kok
mobilnya ada bekas sabun. Terus diary, dia bilang, ‘enak aja, ini aku nyuci
mobil sendiri tau tadi pagi’. Hahaha, nyuci mobil juga dia. Pengen liat deh.
Kayaknya cute.
Tapi aku ga bilang gitu,aku bilang, lain kali ke tukang cuci mobil aja,
serahkan ke yang profesional, daripada hasilnya ga beres gitu. Ih, terus dia
bilang, dia kan ngikutin kata2ku yang nyuruh dia nyoba melakukan sesuatu
sendiri. Dia nurutin kata2ku loh, hahaha..seneng deh!!
Terus dia ngasih CD kompilasi mp3 yang dia burn sendiri. Kok bisa ya dia tau
lagu2 apa aja yang aku suka? Aku sampe ga tau mesti gimana, jadi aku cuma
bilang makasih. Aku ga berani liat matanya.
Yah, aku ga kepikiran buat ngasih dia sesuatu. Orang dia tajir gitu.
Walaupun ga punya apa2 soalnya papanya pelit! Jadi aku kasih dia kamus Jawa
Kuna bekas yang aku temuin di Palasari. Dia kan orang Jawa, tapi kehilangan
akar budayanya gitu. Biasa, sindrom anak muda negara berkembang.
Gitu deh hari ini. Ke BC. Ada kucing baru, namanya Kiti sama Krimi. Pas aku
pulang ke rumah, Ryan sakit demam tapi ga mau makan apa-apa. Kata Elmo kasih
madu aja. Belum dicoba sih. Ntar deh. (201207)
dan lain-lainnya.
Tapi sekarang, rasanya kehidupan menjadi berlipat-lipat
kali lebih hampa daripada ketika Elmo belum memasuki kehidupan dan hatinya.
Dear diary,
parah banget. aku lupa Elmo ultah hari ini. padahal pas pagi hapeku udah
bunyi ngingetin. tapi tadi ulangan ada 2. fisika ama kimia laknat.
Elmo sok-sok ga ngambek sih. baguslah kalo gitu. eh, tadi aku pake kata
‘sok-sok’ ya?
untungnya jatah minggu ini masih ada sisa, jadi makan siang di timbel
sungaibekas tadi aku yang bayarin punya dia juga. uh. maafkan aku Elmo...
maafkan! akuakuaku...
sorenya dia bayarin aku beli roti di Roti Ngomong. kata dia mestinya yang
ultah yang nraktir-nraktir. aduh... aku masih bisa denger nada jutek di
kalimatnya itu meski dia ngomongnya sambil senyum. trus abis itu kita ga lama2
lagi, langsung pulang. ada acara keluarga katanya. ngerayain ultahnya kali.
besok aku bikinin puding salju ah.
tapi males. ngapain sih ultah aja mesti diselametin? padahal kan ultah
makin mendekatkan kepada kematian? ya ga? ya ga?gian besok ada ulangan biologi
juga... lom ngapalin sama sekali. i want to retired. no longer required. i want
to get paid[5].semua
adalah kesia-siaan belaka!!! (060308)
Dear diary,
Hujan lagi. SPMB gak jelas. Katanya tahun ini SPMB ditiadakan, diganti ama
SNMPTN. Huh, ganti nama doang. Udah gitu aku udah nulis belum sih, UN udah
pasti jadi 6 pelajaran loh.sekarang itu bukan lagi mitos..
Anjing.
Butuh Elmo buat mrivatin intensif.
Gimana lagi coba? Masak belajar sendiri?? Tapi...
Tadi Elmo sms tapi aku pura-pura
kehabisan pulsa. Jangan sampe dia tau.
Dia ga bakal tau kok. He (100308).
Itulah isi diary Aze minggu lalu. Ia belum menulisinya
lagi setelah itu.
3
Di pintu samping SMAN Bilatung, di sanalah Aze menunggu
jemputan Elmo. Aze berdiri dengan perasaan gamang sambil memencet-mencet
ponselnya, main Quadra Pop, berusaha melupakan hasil pra-UAN-nya yang
mengerikan. Tidak lulus empat dari enam pelajaran. Sudahlah. Ia cukup bahagia
bisa main sepuasnya, tak usahlah itu ia punya cowok, tak usahlah itu ia masuk
universitas bergengsi saat ia lulus nanti.
Sesekali Aze melongok ke jalan, mungkin Elmo sudah
datang. Sebenarnya ia setengah berharap Elmo tidak akan datang, jadi ia bisa
ikut temannya yang pergi ke Pasar Baru untuk survey kosmetik yang akan
digunakan saat penampilan angklung lalu makan-makan setelahnya. Selain ia
memang agak malas bertemu Elmo hari ini.
Sebenarnya Aze oke-oke saja kalau mesti bareng Elmo, tapi
lama-lama ia makin tidak nyaman dengan status pacarannya. Elmo bukan cowok yang
klop dengan jiwa seorang Aze. Ya ampun, dia ngomong apa sih. Racun-racun
majalah cewek sudah mengontaminasi dirinya.
Uh, datang dia ternyata. Aze mengantongi ponselnya yang
baterenya sudah nge-drop, lalu masuk ke mobil Elmo. Jalan.
“Ze, Elmo ngisi angin dulu ya, keknya ban kiri belakang
agak nggak beres,”
Aze bergumam tidak jelas. Elmo menepikan mobilnya ke
tukang tambal ban. Tanpa berkata-kata Aze langsung keluar untuk membeli permen
ke kios di sebelahnya. Dua detik kemudian, sebuah Honda Jazz merah dari
belakang mobil Elmo ikut menepi. Elmo dan Aze sama-sama memperhatikan saat
mesin mobil yang baru tiba itu dimatikan.
Si Trista yang cantik. Hmm. Aze hanya mengamati saat pintu
pengemudi Jazz membuka, dan keluarlah Trista, menghampiri Elmo yang
kelihatannya sudah tidak tertarik pada mobil temannya itu, dan sekarang sedang
berkonsentrasi memper-hatikan tukang tambal ban bekerja. Trista mendekati Elmo
dari belakangnya, sejurus kemudian mereka asyik dalam obrolan.
Trista dan Elmo. Elmo dan Trista. Kenapa, kenapa, kok
bisa mereka kebetulan bertemu di sini? Aze membekukan perasaannya—bukan hal
yang mudah dilakukan akhir-akhir ini—dan merasa tidak sepantasnya mendekat dan
menyela pembicaraan mereka. Mereka tampak begitu... serasi... Aze heran kenapa
ia tidak merasa sakit padahal ia sudah kebanting. Aze akhirnya memesan kopi
susu dan duduk di bangku kayu di depan kios permen, lalu main Quadra Pop lagi.
“Ze,”
Aze mendongak dari ponselnya yang sudah mati kehabisan
batere lima menit yang lalu. Elmo berdiri menjulang di hadapannya, wajahnya
tidak jelas karena matahari tepat berada di belakang kepala Elmo.
Matahari-Elmo-Aze. Gerhana matahari buat Aze. Tapi dia masih bisa melihat
ekspresi minta maaf di wajah ganteng Elmo yang ia sudah kebal terhadapnya.
Tangan Aze terangkat menaungi matanya dari sinar matahari
yang sebenarnya tidak silau, mengingat Bandung sedang dinaungi mendung. Aze
tidak bicara, ia hanya mengeluarkan bunyi dengan nada bertanya dari
tenggorokannya.
“Hngg?”
“Aduh, sori banget, keknya kita nggak bisa belajar bareng
hari ini.”
Ah, Aze belum sempat menceritakan situasi
gawat-akademisnya pada Elmo. Kalau Elmo tahu, pasti ia tidak akan membatalkan
sesi belajar mereka.
“Elmo anterin Aze pulang dulu yah?”
Aze masih mendongak menatap Elmo yang kata-katanya
sekarang terdengar seperti komat-kamit tidak jelas. Tangan Elmo melambai-lambai
di depan mukanya. Entah kenapa tahu-tahu Elmo sudah melangkah pergi, melambai
lagi padanya dari kejauhan, dan memacu mobilnya pergi dengan mobil Trista
membuntuti. Kedua tangan Aze naik untuk menutupi sepasang mata yang
pandangannya mengabur.
4
Percakapannya dengan Ramon
di malam hari yang sama dengan peristiwa duka di Starbucks cukup mengurangi
stres Trista. Hanya sedikit, seperti efek positif yoga terhadap keadaan
jiwanya. Ramon bahkan tidak memberi saran yang berarti untuk penyelesaian
masalah Trista.
Tapi hari ini cerah
sekali. Trista senyum-senyum sendiri. Kemarin ia bertemu Elmo dan jalan berdua.
Perasaan Trista agak terganggu tapi, saat teringat cewek cupu itu, si Aze atau
entah siapa namanya, yang kemarin ditinggal Elmo sendiri di depan kios rokok.
Selain itu sikap Elmo juga agak gelisah, dan terus-menerus mencoba menghubungi
ceweknya itu.
Ah, biarlah. Elmo juga
dulu suka berbuat seperti itu terhadap ceweknya yang dulu, tapi Trista tidak
merasa bersalah tuh. Cewek yang jadian dengan Elmo biasanya malah merasa lega
untuk ditinggal selama beberapa saat.
Hari ini Trista berencana
untuk kembali bertemu dengan Elmo. Sekarang ia sedang berada di belakang roda
kemudi si Jazz merah. Trista sempat menimbang-nimbang untuk membeli mobil baru
yang mereknya sama dengan mobil Elmo. Pura-puranya kebetulan, gitu. Jadi nggak
ya?
Trista membelokkan mobilnya
ke jalan yang kanan-kirinya banyak pohon yang habis ditebang, untuk pelebaran
jalan, sembari terus berpikir.
Mungkin kalau ia
sering-sering menyambangi tempat kerja cowok pujaannya itu lama-lama mereka
bisa nyambung lagi. Yah, seperti dulu. Sama seperti dulu. Perkenalan mereka dulu
juga berlangsung perlahan. Kalau dulu Trista bisa melakukannya, kenapa sekarang
ia tidak bisa? Ya toh? Trista sungguh bangga pada dirinya dan optimisme baru
ini.
Trista tertegun. Ia tidak
beranjak dari mobilnya. Kecuali.. kecuali kalau ternyata Elmo benar-benar jatuh
cinta sama Aze. Hiih. Tapi apakah Trista benar-benar percaya bahwa hal yang
kayak gitu bisa terjadi? Terlalu jauh dari imajinasinya sebagai penulis teenlit yang bercerita tentang
orang-orang kaya rupawan menghadapi problem cinta.
5
Elmo adalah seorang mas-mas charming berkacamata di sebuah kafe baca anak muda. Sebentuk senyum
tulus selalu terkembang di bibirnya, dengan penuh semangat ia mengelap kaca,
saat melayani pelanggan pun sikapnya penuh antusiasme adanya. Tidak lulus SPMB
adalah masa lalu, ia bersyukur sudah lulus UN.
Elmo si mas charming
kadang didekati oleh cewek ganjen, tapi iman Elmo kuat, ia sudah punya cewek.
Walaupun ceweknya secara inner beauty
atau outer beauty tidak ada apa-apanya
dengan cewek jelita berbalut merek ternama yang sedang melewati Elmo si
pengelap kaca yang charming sambil
lalu.
“Rajin banget
kamu..,” kata Trista, tersenyum menawan. Elmo cuma cengengesan grogi.
6
Tuh, datang lagi dia. Sudah hari ketiga. Elmo merapikan
seragamnya yang serupa office boy,
merapikan meja kasirnya yang sebenarnya tidak ada apa-apa di atasnya selain
mesin kasir. Sempat merasa konyol, lalu ia menarik nafas, mencoba rileks saja.
Ingat dong, dia kan sudah punya cewek. Dia sendiri pula yang nembak.
Walaupun sudah sepuluh hari lamanya sejak terakhir kali
ia bertemu dengan ceweknya yang tidak menarik itu..
Ketika sosok Trista lewat, Elmo duluan menyunggingkan
senyum maut.
7
Sebenarnya tadi niatnya apa sih, main ke Papier Shelter
segala? Aze, yang hari ini tidak ada jadwal les juga tidak diajak temannya
kemana-mana, memilih untuk bertandang ke sana tanpa memberitahu Elmo dulu. Ia
juga butuh sedikit selingan setelah ulangan Kimia asam-basanya harus
diremedial. Dia menyangka kedatangannya juga akan membawa tambahan keceriaan ke
dunia Elmo. Salah besar. Tanpa Aze pun dunia Elmo tetap asyik. Aze melihat
sosok cantik yang dulu mentraktirnya di Starbucks sedang mengobrol akrab dengan
Elmo.
Iya, memang ia dan Elmo menjadi semakin jarang tertawa
bersama, sehingga tidak ada keceriaan yang mungkin dibawa Aze buat Elmo. Memang
dia sendiri yang duluan merasa jenuh dan risi sehingga menjauhi cowoknya itu.
Cowoknya. Ya ampun. Elmo adalah cowoknya. Memang tidak mungkin ya sepertinya.
Ia dan Elmo tidak ditakdirkan untuk bersatu.
Aze, Aze, kenapa tiba-tiba kamu jadi dramatis begini sih?
Kepalanya jelas sedang panas. Lebih baik ia menjauh agak lebih lama lagi dari
Elmo. Mempelajari enam mata pelajaran yang di-UN-kan dengan penekanan pada
empat pelajaran yang ia tidak lulus pada pra-UN kemarin. Ia mengacungkan
tangan, isyarat memanggil, saat sebuah angkot mendekat.
8
Elmo buru-buru meletakkan semprotan cairan pembersihnya
di lantai, dan berusaha melihat lebih jelas ke halaman Papier Shelter. Kayaknya
cewek SMA yang baru saja naik angkot itu serupa Aze. Tapi tidak seperti tabiat
Aze yang biasa, yang pastilah akan mampir dan menyapa Elmo, tidak akan peduli
jika melihat Elmo akrab dengan Trista.
Bukan, bukan. Itu bukan Aze. Elmo meraih kembali
semprotan pembersih.
“Kenapa Elmo?”tanya
Trista penuh perhatian.
“Nggak, nggak papa. Kirain tadi gue ngeliat Aze. Tapi
ternyata bukan.”
April 2008
9
Mas Fahri merasa senang hari ini, entah kenapa. Karena
cuaca cerah kali ya. Sebagian besar murid yang datang hari ini juga tidak
terlalu muram walau UN minggu depan. Yah, kecuali murid yang berada di ruangan
ini.
Hening. Aze mencatat dengan gaya rajin yang tidak
biasanya. Mas Fahri menatapnya dengan penuh kecurigaan. Lalu ganti menatap
Elmo, yang mukanya sama-sama serius.
Wah, ada apa nih? Mas Fahri terus bertanya-tanya dalam
hati. Selain kesenyapan itu sebenarnya tidak ada hal lain yang berbeda sih,
ekspresi wajah mereka juga biasa saja, tapi Mas Fahri merasakan suasana yang
lain dari biasanya. Apa mereka bertengkar? Aze kelihatan terlalu sopan ketika
melewati Elmo tadi saat masuk kelas. Mas Fahri pun baru teringat bahwa
akhir-akhir ini Aze tidak pernah datang ke BC di luar jadwal lesnya, Rabu dan
hari ini, Sabtu.
AARGHH. Gerah nian berada di tengah pasangan yang
hubungannya dingin begini. Mas Fahri tiba-tiba menggeliat seperti habis bangun
tidur, sambil menguap dengan gaya berlebihan.
Aze yang mestinya tersenyum melihat tingkah semacam itu
hanya menatap sebentar, melihat jam, lalu menggumam tentang sesi hari ini yang
sudah habis waktunya, berpamitan, lalu menyampirkan ransel barunya ke pundak,
meninggalkan kelas. Elmo membuka mulutnya sebentar dengan gelagat akan berdiri,
tapi ia menghembuskan nafas, lalu bersandar lagi ke kursinya, sementara pintu
ruangan ditutup Aze. Mungkin ini saatnya sesi penuh pelajaran hidup antara dua orang
pria. Mas Fahri mendehem grogi. Ia dan istrinya tidak pernah garing-garingan
begitu, Elmo mungkin berminat pada sepotong petuah!
“Mo, boleh nanya nggak?”
“Hah,”Elmo tidak antusias, malah sibuk membereskan
barang-barangnya.
“Kamu sama si Aze teh kenapa? Saya kok nggak pernah gitu
ya?”
“Gapapa. Teuing[6].
Duluan, Mas!”
Pintu ditutup. Mas Fahri merasa agak sakit hati.
10
Elmo berhasil menyetir mobilnya keluar gang BC dengan
selamat, seperti biasanya, lalu ia memacu mobinya tidak ke rumahnya, tapi ke
Pasupati. Sedang suntuk, pengen ngebut.
Mungkin sekalian cari makan. Mestinya Aze ikut, ia juga pasti jarang ke daerah
ini.
Mobil Elmo melaju di bawah pancaran sinar kuning lampu
jalan di kanan-kiri Pasupati. Autopilot Elmo yang nyetir, pikirannya
melayang-layang. Si Aze. Ampun. Si Aze kenapa sih. Mas Fahri sampai ‘ngerasa’,
sampai berlagak mau ngasih nasihat lagi. Setelah melewati kemacetan di depan
Pasupati, ia tiba-tiba ingin bersenang-senang sendiri, makan sendiri di salah
satu restoran situ misalnya. Mumpung ada uang. Dulu sih Elmo tidak pernah mau
sendiri di tengah keramaian, tapi Aze bilang dia sering berbuat begitu kalau
sedang ingin menjernihkan pikiran. Euh, Aze.
Mobil merah yang baru keluar parkiran Raja Rasa itu
tiba-tiba berhenti, jendela pengemudinya turun, lalu kepala Trista melongok
dari situ. Elmo! Bisa-bisanya ia mikirin Trista di saat seperti ini! Ah, itu
betulan, Elmo, bego banget kamu. Trista tersenyum, melambai. Elmo sudah lupa,
betapa cantiknya dia.
”Ngapain Tris?” Elmo teriak nanya.
”Habis ngerjain tugas di kampus, terus makan di sini sama
temen..,”balas Trista dengan suara nyaring nan merdu.
Sebelum percakapan berlanjut, Elmo memacu mobilnya ke
tengah kemacetan di jalan Pasteur. Kok
bisa kebetulan melulu gini ya?
Si Yaris melaju pelan saja di sebelah kiri, kalau-kalau
ada restoran yang parkirannya kosong. Tadi ada sih yang kosong, tapi menunya
ular. Ya ampun, penuh semua gini. Rame banget yah ternyata, begitu banyak
restoran di sini, semua parkirannya penuh sampai ke jalan-jalan.
Tiba-tiba Elmo mendapati dirinya sudah berbalik arah dan
berada di basement parkiran Giant.
Ngapain dia di sini? Ah sudahlah, ia jalan-jalan sendirinya di sini saja. Beli
Oreo buat Aze kalau mereka bertemu lagi. Suasana hatinya sungguh sedang aneh,
tidak ingin ia kalau ada orang ‘masuk’. Bahkan tidak Trista. Elmo tanpa sadar
tersenyum getir, ia tidak tahu kenapa.