Senin, 25 Februari 2013

Putus Hiatus


Loh. Februari belum habis. Tanggungan akademis belum tuntas. Kok hiatus sudah putus.

Februari tinggal beberapa hari lagi padahal. Namun saya merasa tidak bakal mendapatkan apa-apa kalaupun saya mempertahankan, selain kegelisahan.

Sesungguhnya hiatus sudah kandas sejak awal masanya, walau tidak total. Aktivitas kepengarangan yang diharamkan saat hiatus tetap berjalan, terutama dalam pikiran.

Beginilah saya melaporkan. 

Poin toleransi

1.      Membaca secara random (koran, majalah, tabloid, manapun)

Saya membaca majalah Intisari, majalah C ‘n S, majalah Janna, suplemen KOMPAS, tabloid Peluang Usaha atau Wirausaha—apalah di antara dua itu, dan lain-lain. Tidak tahan untuk tidak membaca sama sekali, seolah tidak tahu apa lagi yang bisa dikerjakan. Pelan-pelan, lalu bertubi-tubi.

2.     Mencatat ilham untuk dikembangkan jadi sesuatu lain kali

Tentu saja saya lakukan. Kembali ke masa di mana saya cuman bisa mencatat gagasan, tapi tidak tahu bagaimana mengembangkannya menjadi tulisan layak tayang.

3.     Menulis catatan harian apabila mendesak

Tentu saja saya lakukan. Semula saya mengeluarkan pikiran sepatah demi sepatah, karena sejak (katakanlah semacam) mental breakdown di awal Desember 2012 saya mewanti-wanti pikiran agar tidak beranak-pinak. Lama-lama toh deras jua.

4.     Menghadiri forum komunitas

Hadir sekali di Sabtu sore bersama Komunitas Bawah Pohon.

5.     Mengulas karya milik orang lain yang dikirim ke e-mail, apalagi kalau memang diminta

Jangankan yang dikirim ke e-mail, yang dipajang di Kekom pun saya lahap. Seyogianya Kekom tercantum dalam larangan selama hiatus.

Poin larangan

1.      Tidak memperbarui blog

Berhasil, sampai hari ini. Sesekali saya tetap buka blog sih, cuman untuk mengetahui jumlah pengunjung, komentar, pembaruan dari daftar bacaan, dan lain-lain.

2.     Tidak membaca materi terkait dari manapun

*ahahaha…
…tidak intensif kok.

3.     Tidak mengulas cerpen di Harper maupun manapun

Yang di Harper sih tidak. Yang di Kekom… itu poin 1000++ dapat dari mana ya?

FYI. Sekali komentar di Kekom dapat poin 5.

Hei. Bagaimanapun Kekom mengakomodasi kebutuhan saya untuk berinteraksi!, dan itu bisa dikatakan Poin Toleransi nomor 4 loh *maksa.

4.     Tidak mengerjakan latihan dari sumber belajar manapun

Berhasil, sampai dorongan untuk melanggar hiatus kian tak tertahankan. Kemarin malam saya kerjakan prompt dari Write 4 Ten. Cuman menulis bebas tentang bebas, termasuk ke Poin Toleransi nomor 3 dong. Saya juga mampir ke tantangan terbaru dari terribleminds, dan mentok ketika harus bikin cerita dengan subgenre Zombie Apocalypse, yang berlatar di prom SMA, dan berkaitan dengan sebuah lukisan yang hilang. Masya Allah!

5.     Tidak meminjam buku dari perpustakaan maupun orang lain, apalagi mengulasnya

Dari perpustakaan di rumah saya menamatkan Kebudayaan Indis - dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Saya lupa berapa jumlah buku yang saya pinjam dari perpustakaan pusat UGM, sedang yang saya tamatkan antara lain cuman Novel Voices, Gadis Tangsi, dan Digitarium. Dari perpustakaan kota Jogja saya pinjam cuman empat, yaitu Norwegian Wood, Sepiring Nasi Garam, Hubbu, dan Kun… Fayakun: semua tamat. Sebagian besar saya bikin ulasannya, walau acak-acakan dan cuman ditulis tangan. Soalnya sayang kan kalau kita sudah menghabiskan waktu untuk membaca buku, tapi tidak bisa mengapresiasi maupun menarik pelajaran darinya. 

6.     Tidak menulis cerpen

Suatu pagi saya mendengarkan lagu One Day I’ll FlyAway dari Randy Crawford, dan terbayang suatu situasi yang bikin saya menangis. Malam tiba, saya dengarkan lagu tersebut berulang kali. Menangis terus-terusan. Saya menerka-nerka apa sebabnya adalah karena serangan pikiran-pikiran negatif (sebelum-sebelumnya begitu), tapi kiranya bukan. Ini luar biasa. Saya merasa harus mengeluarkan apa yang batin saya alami, walau raga cuman tiduran. Jadilah cerpen ini. Beberapa hari kemudian saya “dapet”. Agaknya PMS bukan mitos. Susah jadi perempuan.

7.      Tidak menulis novel

Suatu pagi jelang siang di ruang sirkulasi suatu perpustakaan saya duduk. Seharusnya saya mengetik revisi daripada tanggungan akademis saya, alih-alih fiksi dengan khayalan dan adegan jorok. Adapun yang saya ketik tersebut bisa dikata sebagai satu dari rangkaian scene yang ingin saya wujudkan menjadi novel. Tidak dimaksudkan sebagai erotis kok, cuman dewasa-muda yang mengalami angst.

***

Sesungguhnya ada tujuan yang ingin saya capai selama hiatus, yaitu:

·         menyelesaikan tanggungan akademis;

Ujian saya sudah tempuh, mandek di revisi. Sebulan lebih lalu. Tiap pagi saya mencorat-coret kertas, tapi tidak mendapatkan paragraf-paragraf untuk diketikkan. Tiap malam saya kalut memikirkan ini. Saya hiatus demi fokus pada ini, tapi ketika saya tidak bisa mengerjakan ini saya tidak tahu apa lagi yang saya bisa kerjakan selain tidur.

·         dan mempelajari keterampilan baru.

Saya berkenalan dengan bahasa Jerman melalui buku Siapa pun Bisa Bahasa Jerman, mentok di Topik 12: “PERUBAHAN TENSES”. Saya juga sempat mengoperasikan vacuum cleaner selama beberapa jam di suatu pagi. Saya tidak cukup giat untuk lanjut berlatih harmonika dan menggambar, maupun mengerjakan latihan bahasa Inggris dan mempelajari buku tentang komedi.

***

Ada The Heath Guide to Literature yang ingin saya tekuni. Ada novel yang perlu saya ulas. Ada draf yang hendak saya revisi. Ada ratusan cerpen yang menanti untuk dibaca. Ada beberapa event menulis-novel-bareng yang menarik untuk diikuti. Ada berbagai sumber latihan dari internet yang menggoda untuk dikerjakan. Ada tanggungan akademis yang harus saya tuntaskan, dan inipun perkara menulis. Ada-ada saja yang menghadang di jalan ini.

Demikian hiatus saya putus. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain

  • Tempo Nomor 20/XXXI/15 – 21 Juli 2002 - ISSN : 0126-4273 Rp 14.700 Dalam edisi ini, sedikitnya ada 3 kumpulan artikel yang menarik buat saya. Yang pertama adalah… Read more Tempo Nomor 20/XXXI/1...
    4 minggu yang lalu
  • Berkata Tidak - Aku dapat berkata tidak. Ketika aku masih anak-anak, aku takut berkata tidak. Aku melihat orang tuaku menyurutkan cinta dan perhatian mereka bila aku tidak...
    1 tahun yang lalu
  • Tentang Stovia - Tulisan berjudul "Stovia yang Melahirkan Kebangsaan" (*Kompas*, 28/5) telah menyadarkan kita tentang arti penting nilai-nilai kebangsaan yang dibangun para...
    6 tahun yang lalu