Gambar di-screenshot dari Ipusnas. |
Penerbit : PT. Trubus Swadaya, Depok
Tahun Terbit Digital, 2021
ISBN : 978-623-341-102-8 (PDF)
Buku digital ini dapat diakses di Ipusnas. Tebalnya cuma 44 halaman (termasuk kover) dan dapat ditamatkan dalam kurang dari 1 jam. Isinya 4 artikel yang sebelumnya sudah dimuat di majalah Trubus.
"Hidroponik di Serambi" (Imam Wiguna, Majalah Trubus - Februari 2016/XLVII
Artikel ini meliput pehobi bercocok tanam yang di selasarnya menerapkan berbagai macam sistem hidroponik sebagai berikut.
- Deep flow technique (DFT) dengan 54-88 lubang tanam untuk selada, bayam merah, sawi, kangkung, bayam batik, dan kale,
- Sederhana, menggunakan kotak stirifoam bekas kemasan buah impor dan net pot, untuk kemangi dan seledri,
- Dutch bucket, wadah tanam menggunakan kotak bekas es krim yang diisi media tanam hidroton (butiran tanah liat yang sudah dibakar) dan nutrisinya dialihrkan melalui selang, untuk mentimun, melon, dan tomat,
- Pot dengan media tanam pasir malang dan serbuk sabut kelapa (cocopeat), untuk tanaman dengan tajuk lebar dan tinggi seperti kubis, cabai, dan bunga kol.
Perangkat hidroponik itu ditempatkan di atas meja dan rak, sepertinya untuk mendapat pencahayaan yang lebih baik.
Sebelumnya beliau mengikuti pelatihan hidroponik. Beliau mengerjakan kebunnya pada pagi dan sore sebelum dan sesudah kerja. Hasil berkebun masih untuk konsumsi sendiri, kalau ada kelebihannya untuk dibagi-bagikan. Beliau juga memberikan pelatihan di grup.
"Profit di Lahan Sempit" (Muhammad Fajar Ramadhan, Majalah Trubus - November 2015/XLVI)
Fotonya menunjukkan rak bambu yang dibangun di atas saluran air tepi jalan, di atasnya terdapat deretan polybag. Tanamannya adalah kangkung, bayam, selada, cabai, dan pakcoy. Kebun ini dikelola secara bergotong-royong, disponsori oleh Bank Indonesia, Trubus, dan PKK DKI Jakarta.
"Panen Cabai di Halaman" (Muhammad Fajar Ramadhan, Majalah Trubus - Desember 2015/XLVI)
Artikel ini masih mengenai kebun-kebun di seputar Jakarta yang disponsori oleh Bank Indonesia sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR) yang didukung oleh Trubus dan PKK DKI Jakarta. Ada keterangan mengenai cara membuat perangkap kuning untuk menjebak lalat buah hama cabai, yaitu dengan memanfaatkan botol bekas minuman kemasan yang dicat kuning kemudian dilumuri lem tikus. Fotonya menampakkan kebun yang diberi atap jaring. Sayang artikelnya terputus (halaman 29).
"Komunitas Jakarta Berkebun Sebarkan Gairah Berkebun" (Muhammad Hernawan Nugroho, Majalah Trubus - Februari 2016/XLVII)
Jakarta Berkebun yang kemudian berkembang menjadi Indonesia Berkebun mempopulerkan konsep kebun komunitas sejak 2011, dengan meminjam lahan menganggur milik pengembang untuk dijadikan kebun sementara. Apa kabarnya, ya, sekarang? Saya cari akun Bandung Berkebun di Instagram, terakhir kali update 2017.
Dari keempat artikel tersebut, 3 artikel belakangan mengenai kebun komunal. Hasilnya dijual atau memang menghasilkan profit, yang masuk ke kas untuk digunakan sebagai modal berkebun lagi.
Saya mendapatkan istilah-istilah yang layak untuk ditelusuri lebih lanjut, seperti "vertikultur" (sudah dicek sekilas di YouTube, bisa menggunakan botol bekas) dan "vertigasi". Padanan untuk "urban farming" dalam artikel-artikel ini adalah "pertanian perkotaan".
Gagasan yang bisa diterapkan dari buku ini:
- Cari/beli meja/rak/perangkat hidroponik yang tinggi untuk diletakkan di balik dinding balkon.
- Belajar cara membuat pupuk organik cair/nutrisi tanaman untuk dicampurkan ke air penyiram.
- Memanfaatkan botol bekas kemasan untuk 1) vertikultur, 2) perangkap kuning.
- Cari informasi dan berpartisipasi lagi dalam acara/komunitas berkebun di area sekitar tempat tinggal.
- Cari tahu lebih lanjut mengenai vertigasi dan penggunaan atap jaring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar