Senin, 11 Oktober 2010

Rapat Komunitas Pemuda Peduli TORCH di Rumah Pohon (10.10.10)

Ada yang tahu rumah pohon? Rumah pohon? Rumah yang ada di atas pohon kan? Ya. Di Jogja ada sebuah rumah pohon yang besar sekali, dapat menampung banyak orang, dan dinamai Rumah Pohon. Rumah ini terbuat dari bambu, bertingkat banyak, dengan pohon-pohon menusuki lantainya.

Kita juga dapat makan dan minum enak di sana, tapi bayar. Harga makanan dan minuman di sana relatif murah menurut kalangan atas. Seporsi nasi putih sama dengan ongkos sekali naik bis. Setidaknya harus sedia dua kali ceban jika hendak makan di sini.

Dan di sanalah saya berada pada suatu Minggu yang cerah, menghadiri rapat Komunitas Pemuda Peduli TORCH untuk kedua kalinya.

Dari Bunderan UGM, Rumah Pohon dapat ditempuh dengan menaiki bis D6, C, atau A3. Setelah membayar 2500 perak, kita tunggu sampai bis melintas di depan SMK Jetis. Nah, di situlah kita mengucap, “Kiri! Kiri!”

Saat kami datang, kiranya baru satu-dua meja yang terisi. Masih ada tanda “TUTUP” di sekitar lahan parkir hingga sempat membuat Isti ragu untuk masuk. Setelah memastikan bahwa tempat makan ini sudah buka, kami dipersilahkan naik ke lantai dua. Saya sempat bingung, sepatu sandalnya dilepas sebelum menaiki tangga, atau sesudahnya, atau di mana.

Kami memilih area lesehan. Ada lebih banyak area lesehan di sini ketimbang area duduk-di-kursi. Awalnya meja nomor 13 yang kami isi. Namun karena Isti butuh colokan, maka kami pindah ke meja nomor 26. Sebelum pindah, kami sudah dihampiri waiter yang dengan baik melayani. Menjelaskan menu ini itu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Terjerat rekomendasinya, saya memesan es campur rondo kendit. Saya penasaran bagaimana rasanya es campur dengan kuah susu coklat.



Setelah meninjau toilet, membersihkan tikar yang akan saya duduki (letak sapu mudah dijangkau, salut deh, sama konsep self service-nya!), dan mengganti pesanan karena menu pepes tahu + teri + jamur sedang kosong, barulah saya bisa menikmati keadaan di sekitar saya.

Bilah-bilah bambu bertaut membentuk rangka yang tampaknya kokoh menopang pengunjung sebanyak apa pun. Pot-pot herba mengisi sisi-sisi ruangan. Lagu-lagu berbahasa Sunda mengalun pelan, salah satunya adalah Dina Hamparan Sajadah dalam remix, dengan rap (sempat saya salah kira sebagai lagu Es Lilin, habis mirip bagian depannya kan...). Angin membelai-belai dari berbagai penjuru. Memandang ke seantero ruangan, terasa adem, tidak hanya bagi jiwa tapi juga mata dan raga--meski kalau melihat ke belakang, hamparan genteng kecokelatan berlumut menabrak ranah visual. "Menang di suasana," kata Isti.

Saya ingin punya rumah macam begini pada suatu ketika berumah tangga. Rumah yang relatif aman bagi orang berpenyakit jantung, karena tidak akan ada orang yang bisa mengagetkannya. Derit langkah mendekat saja sudah terdengar dari jauh.

Kendati demikian, nasi goreng tongseng yang saya kudap memang betulan enak!



Meski… rasa es campur rondo kenditnya terasa biasa saja.

Acara rapat kami jadinya bukan hanya diisi oleh percengkeramaan belaka. Alhamdulillah cukup banyak yang dapat disinggung dalam pertemuan singkat ini.

Isti membuat proposal pengajuan dana pada yayasan Pak Juanda (Yayasan Aqua... Therapy Indonesia?), tapi mereka sepertinya tidak akan menyokong semua dana. Isti akan pinjam sebagian pada ibunya.

Saya dan Isti tukaran file. Dia akan coba membuat desain dan menambah-nambahi materi brosur yang saya bikin. Saya harus membaca proposalnya dulu agar dapat berkontribusi dalam pembuatan MAJALAH PEMUDA PEDULI. Akhirnya Whisnu yang menjadi PJ untuk itu—kan memang sudah tugasnya sebagai kepala divisi kreatif. Sempat membicarakan pembentukan tim redaksi, namun pada akhirnya para pengurus inti dululah yang pegang. Ada tambahan personil yang saya belum kenal.

Sebelum terlalu lama, launching program-program yang telah pengurus inti buat akan dilaksanakan pada 7 November 2010. Masih harus survei tempat untuk itu. Beberapa tempat yang disebut adalah Kedai Jamur, Rumah Cahaya FLP, Rumah Pohon (nanti saja kalau sudah mapan!). Prinsipnya adalah, lokasi tempat tersebut harus mudah dijamah, luas, kita bisa memfungsikan LCD di sana, murah, dan dapat menampung dua puluhan orang.

Garis besar acara launching yang direncanakan berlangsung dari pukul sembilan pagi hingga zuhur ini adalah sebagai berikut: pembukaan, taaruf, launching, sarasehan. Untuk MC dan games saat taaruf, Whisnu yang pegang. Hiburan akan diisi oleh nasyid dan pertunjukkan dari Umar, Sang Pesulap Cilik. Inginnya sih ada lagu yang bisa dinyanyikan bersama saat akhir acara. Pilihannya antara lagu berlirik “…hidupmu kan berarti…” yang diciptakan seorang mahasiswa Fakultas Biologi dengan bakat musik besar, atau Ya Sudahlah-nya Bondan Prakoso.

PJ untuk program-program lainnya, kalau saya tak salah tangkap: anjangsana oleh Mas Bai, outlet oleh Bunda, Idul Adha (17 November 2010) oleh Mas Sobat, sementara proyek besar TORCH Care Youth Camp oleh Isti, begitu pun pengadaan komunitas—semangat Bu Pelopor! Direncanakan pula outbond pada Maret 2010 di tempat suaminya Bunda bekerja, tapi baru wacana.

Yang jadi PR lagi adalah desain kaos. Yang sudah punya desain diharapkan mem-posting-nya di FB, agar semua pengurus inti tahu dan bisa berunding untuk kesepakatan.

Dan, seperti sebagaimana sehabis suatu acara ditutup, sebelum hengkang benar dari Rumah Pohon, kami berfoto ria sembari meninjau ruang-ruang lain. Sudah banyak pengunjung berdatangan. Untung juga ada fotografer wanna be dalam koloni kami. Banyak barang terbuat dari bambu yang menarik hati.

Terdapat gardu pandang di lantai teratas bangunan bambu ini. Konon seantero Jogja dapat terlihat dari sana. Namun kami urung naik karena harus bayar 6000 rupiah.



(terimakasih whisnu buat foto-fotonya!)

1 komentar:

  1. keren
    makanannya keren
    harganya tentu lebih keren untuk orang yang tidak keren(saya)
    foto-fotonya keren(karena saya yang ngambil, huahua)
    dan tanggalnya keren
    rasanya keren!!!

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...