Jumat, 23 Mei 2014

Cerita yang Tak Kunjung Ditulis

Dari kapan aku ingin menulis novel—novel-novelan sih karena tidak akan diterbitkan—tentang seorang anak SMA ganteng yang stres kalau naik angkot. Dia lalu minta dibelikan sepeda oleh ibunya. Hobinya adalah bikin roti. Sebetulnya dia dulu ikut klub tinju, tapi sejak suatu insiden yang membikin wajahnya babak-belur dan giginya rompal, ibunya melarangnya untuk melanjutkan. Mungkin takut anaknya tidak ganteng lagi. Dia membawa ransel besar ke sekolah tapi tidak sebesar carrier yang biasa digendong para penjelajah alam. Selain buku-buku pelajaran dan buku tulis untuk setiap buku pelajaran dan alat tulis lengkap dan PDA (karena waktu itu masih tahun 2006) untuk mengatur agenda yang padat, dia mengisi ransel tersebut dengan bekal roti lapis buatannya sendiri dan botol minum 1L karena dia banyak beraktivitas dan dengan demikian banyak berkeringat. Kadang dia membawa tas sepatu kalau harinya ekskul sepak bola. Dia terlalu ganteng untuk membiarkan cinta-cintaan melemahkannya sehingga banyak cewek yang menangis putus asa karenanya. Singkat cerita: Dia baru naik ke kelas dua—atau sebelas. Karena posisi menentukan prestasi, dia memilih untuk duduk di samping seorang anak perempuan pemalu, tepat di depan meja guru. Mereka menjadi kawan baik dalam konteks tidak saling mengganggu selama jam pelajaran. Sesekali mereka mengobrol sewaktu jam istirahat. Dipikirnya teman sebangkunya itu sangat rajin, tekun, dan berkomitmen terhadap tugas-tugas sekolah. Dia senang sekali dengan orang yang seperti itu. Karena dia KM, dia punya wewenang untuk memercayakan jabatan penting di kelas pada anak perempuan itu. Karena sebagai siswa berprestasi dia juga sibuk di luar kelas maupun di luar sekolah, dia melimpahkan tugas yang cukup banyak. Namun ada hal yang tidak diketahui atau mungkin tidak disadari olehnya  mengenai anak perempuan itu. Anak perempuan yang pada mulanya menyanggupi tawarannya, namun kemudian melalaikan kepercayaan yang diberikan olehnya. Anak SMA ganteng yang berhati keras itu lalu menuntut pertanggungjawaban. Akan dikejarnya anak perempuan itu sampai dia mendapat penjelasan, akan ada yang marah-marah dan akan ada yang menangis, akan ada yang memaksa dan akan ada yang defensif, tapi tidak akan ada romansa sama sekali di antara mereka. Kalaupun ada romansa, kejadiannya bukan di antara mereka. Apa cerita tentang remaja mesti ada cinta-cintaannya? Bosen, keles. Mungkin karena konsepnya begini makanya tidak jadi-jadi ya. Hahaha. Kangen ih menulis novel sekadar untuk bersenang-senang. Novel nu kumaha aing we lah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...