Kamis, 29 Juni 2023

Hiji Tanggal nu Dipasinikeun, dalam Pembahasan Klub Buku Laswi

Menyambung pembacaan Hiji Tanggal nu Dipasinikeun, buku ini telah dibahas di klub.

Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan
Klub Buku Laswi dapat dilihat di Instagram
biblioforum atau lawangbuku.

Pertemuan ini menjadi kesempatan untuk memperjelas hal-hal yang tidak jelas bagi saya ketika membaca sendiri kumpulan cerpen berbahasa Sunda tersebut, dengan menanyakan langsung kepada yang membahas.

Yang membahas, Erlangga, adalah mahasiswa jurusan Bahasa Sunda UPI. Ia tidak mengalami kendala bahasa dalam membaca kumpulan cerpen ini. Yang menjadi kendalanya hanyalah memahami logika pengarang cerpen yang kadang-kadang ajaib, misalkan ada serabut akar pohon yang dapat berbicara. Mengetahui itu, berarti saya sendiri mengalami dua kendala: 1) bahasa, 2) logika.

Dalam tulisan ini, saya akan mengangkat beberapa cerpen yang tadinya tidak jelas bagi saya tapi sekarang menjadi jelas atau sudah cukup jelas lalu menjadi makin jelas. Sayangnya, saya akan membocorkan jalan cerita karena untuk sambil dipikirkan maksudnya.

Katumbiri (Mangle, April 1959)

Dalam pembacaan saya sendiri, yang saya dapat tangkap dari cerita ini adalah mengenai kenangan akan masa kecil yang awalnya suci tetapi mulai berdosa sejak mengintip bidadari waktu turun mandi. Ia mengintip bidadari dengan maksud mencuri kainnya. Terpengaruh oleh dongeng yang diceritakan padanya, ia percaya bidadari bisa terbang dan dengan begitu ia bisa minta diambilkan layangan putus sebagai syarat mengembalikan kain. 

Karena pemahaman yang terbatas, saya kira ceritanya cuma itu. Ia merenungkan perbuatan itu yang dijadikannya rahasia, sedang yang ditampakkannya kepada orang lain yang baik-baik saja. (Bagian ini terasa menyindir perilaku manusia pada umumnya).

Setelah dijelaskan Erlangga, ternyata konsekuensi dari perbuatan si tokoh utama sangatlah serius. Yang dianggapnya sebagai bidadari sebenarnya merupakan manusia perempuan biasa yang lagi mandi di kali. Ketika ada banjir, teman-temannya segera beranjak dari kali. Namun perempuan itu tidak bisa pergi karena kebingungan mencari kain penutup tubuhnya. Akibatnya, ia pun keburu terbawa hanyut oleh air bah. 

Mengetahui ceritanya ternyata seperti itu, saya sendiri jadi terkejut. Bisa dibayangkan dampak kejiwaan yang dialami si tokoh utama setelah menyadari perbuatannya itu setelah ia dewasa. Bisa dikatakan, secara tidak langsung, ia telah menghilangkan nyawa orang sekalipun pada waktu itu ia masih kecil--belum mengerti bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan konsekuensi tertentu bahkan fatal.

Kawung Ratu (Mangle, Mei 1963)

Secara keseluruhan, alur cerpen ini dapat saya tangkap. Namun ada beberapa hal yang terlewatkan oleh saya karena kendala bahasa itu. 

Yang pertama menyangkut kepercayaan. Sewaktu menanam kawung, orang mesti hafal melakukannya sambil menghadap ke mana dan arah tersebut mesti selalu jadi patokannya ketika merawat tumbuhan itu. Kemudian jimat yang diberikan menak kepada si Aki kemudian ia masukkan ke dalam batang kawungnya.

Yang kedua menyangkut latar cerita yang sempat menjadi topik di antara pembahas dan teman-temannya sesama mahasiswa Bahasa Sunda. Cerita ini diperkirakan terjadi dari sebelum sampai sesudah Kemerdekaan. Ketika ada menak yang meminta produk kawung Aki, kemungkinan peristiwa itu terjadi sebelum Kemerdekaan. Namun setelah Kemerdekaan, pemimpin Aki bukan cuma sang menak melainkan ada pula dari Desa. Ketika keduanya sama-sama meminta Aki melakukan hal yang berbeda pada kawungnya, ia menjadi bingung dan tidak bisa memutuskan mana yang harus dituruti sehingga memutuskan untuk menggantung diri saja.

Dari cerpen ini juga kita dapat mempelajari sebentuk kearifan lokal. Aki memperlakukan kawungnya sebagai bukan sekadar komoditas untuk dimanfaatkan, melainkan sebagai sesama makhluk yang juga patut dihargai.

Dehem (Mangle, Februari 1964)

Dalam pembacaan saya sendiri, yang saya tangkap cuma ada lelaki yang mau ke dukun beranak karena istrinya akan melahirkan sehingga ia harus melewati hutan bambu pakai obor. Tahu-tahu ada kekasihnya dahulu yang kini sudah jadi janda sehingga tebersit CLBK tetapi sepanjang jalan mereka cuma saling berdeham.

Rupanya dukun beranak itulah mantan kekasih si suami. Karena istrinya akan segera melahirkan, si lelaki mencari dukun beranak. Kebetulan dukun beranak yang ditemukannya itu adalah mantan kekasihnya. Ketika ia hendak mengantar pulang sang dukun, keduanya melewati hutan bambu yang dahulu menjadi tempat pacaran mereka sehingga teringatlah segala kenangan bersama tetapi hanya dapat mengutarakannya dengan berbalas deham ... =_=;

Kuncen (Wangsit, 1966)

Cerita ini dapat saya ikuti, tapi memang ada yang kurang jelas mengenai "kandil emas". 

Rupanya Aki Ja'i sang kuncen "menjual" kepercayaan mengenai berkat berupa "kandil emas". Saya kira triknya seperti undian berhadiah. Dengan pergi ke makam dan melakukan berbagai ritual, para peziarah seperti sedang mengajukan undian. Barangsiapa yang beruntung akan memenangkan lotre berupa "kandil emas" yang berarti kesuksesan hidup atau sebagainya.

Nu Pararegat (Mangle, 8 Januari 1976)

Cerpen ini sepertinya yang paling sulit dimengerti karena terkesan absurd, sureal. Cerita ini menampilkan serabut akar yang dapat berbicara, mau turun menembus tanah tapi tidak bisa karena tanahnya telah dilapisi. Kemudian ada orang yang saudaranya kekurangan darah sehingga mengajukan pinjaman uang kepada atasan tapi yang turun tidak seberapa. Akar berserabut lalu menangis dan ada kakek-kakek naik tangga mau bertemu dengan bapak "Duka Wastana" yang dalam bahasa Sunda berarti "tidak tahu namanya" tapi orang-orang lain menganggap bahwa memang itulah namanya. 

Dalam pembahasan, timbul kesimpulan bahwa cerpen ini merupakan satire simbolik yang menggambarkan jarak menyusahkan berupa birokrasi yang menjadi penghalang bagi bertemunya penguasa dengan bawahan. Pararegat sendiri berasal dari kata pegat yang artinya putus.

.

Usai Erlangga menyarikan isi sebagian besar cerpen dalam buku ini, satu topik yang otomatis menjadi pembahasan kami adalah mengenai kurangnya minat membaca Sastra Sunda. Yang asli keturunan Sunda saja belum tentu suka membaca. Kalaupun mau membaca, ada banyak kosakata yang tidak digunakan dalam percakapan sehari-sehari sehingga mesti rela sambil membuka kamus. Karena itulah, membaca karya berbahasa Sunda tampak kurang memiliki manfaat praktis di dunia nyata. 

Lain halnya dengan membaca karya berbahasa Inggris. Soalnya, memang bahasa Inggris menggempur di mana-mana. Konten-konten serba berbahasa Inggris, bahkan yang mestinya berbahasa Indonesia pun dicampur-adukkan dengan istilah-istilah berbahasa Inggris. Kalau ingin meluaskan pergaulan, meningkatkan karier, dan semacamnya, kemampuan berbahasa Inggris akan sangat bermanfaat. Bahasa Inggris dianggap lebih menjual, contoh saja: banyak novel yang judulnya bahasa Inggris tapi isinya bahasa Indonesia.

Rasanya mengherankan, mengetahui bahwa penyusun kamus bahasa Sunda yang pertama-tama justru orang Belanda. Mengapa bukan orang Sunda sendiri? Mengapa orang Belanda menganggap penting pengetahuan mengenai satu bahasa dari sekian banyak bahasa lain dari suku-suku yang ada di Nusantara? Apakah mereka melakukan hal yang sama terhadap bahasa-bahasa lainnya juga? Pembahasan akan terlalu melebar kalau begitu. 

Diduga, ada kepentingan ekonomi dan politik di balik minat mereka. Toh tanah Sunda sangatlah subur. Namun, mengapa masih ada rakyatnya yang miskin dan kelaparan? Rupanya banyak tanah yang dikuasai menak, dijadikan hutan yang terlarang untuk dimasuki sesiapa, sekadar untuk menjadi tempat hiburan yang eksklusif bagi mereka sendiri. Di sinilah timbul dilema. Jika hutan itu bebas dimanfaatkan oleh siapa saja, kemungkinan akan dibuka untuk dijadikan entah apa saja. Memang dengan begitu dapat menghidupi sekian banyak manusia, tapi bagaimana dengan keanekaragaman hayati di dalamnya? Bukankah mereka juga berhak hidup dan dihargai sebagaimana kawung si Aki? Bingung, tapi tak usahlah ikut gantung diri.

Memang tampaknya tak ada manfaat praktis dari membaca sastra Sunda, bahkan sastra pada umumnya mau dalam bahasa apa pun. Paling tidak, ada prinsip dulce et utile--kesenangan yang bermanfaat. Ada kesenangan dari menyimak sebuah cerita. Apalagi jika cerita tersebut menyembunyikan banyak hal, entahkah itu namanya "amanat", "makna", "simbol", "pesan moral", dan seterusnya, yang bagaikan permainan berburu harta karun bagi peminatnya. Apalagi jika ada di antara hal tersebut yang bisa dikaitkan dengan pengalaman sendiri, menjadi bahan perenungan diri. 

Memang kendala bahasa mengurangi keasyikan membaca. Namun, dengan pengetahuan bahasa yang sekadarnya itu, tetap ada "harta karun" yang dapat diambil. Paling tidak, kita bisa mempelajari cara yang digunakan pengarang untuk menyampaikan ide-idenya yang beragam itu. Ada cerpen-cerpen yang realis apa adanya saja menceritakan kenyataan seperti "Ngabeca" dan "Bi Empat". Ada cerpen-cerpen yang tampak mengandung amanat dalam hubungan suami istri atau kehidupan rumah tangga seperti "Hiji Tanggal nu Dipasinikeun" dan "Kawin Emasna Dahim". Ada cerpen-cerpen yang mengangkat kearifan lokal dan mistikisme seperti "Kawung Aki" dan "Kuncen". Ada cerpen-cerpen yang menggunakan twist---teknik untuk mengecoh pembaca--seperti "Halimun" dan "Aki Warung". Ada cerpen-cerpen yang menunjukkan caranya mengeksplorasi keresahan dalam suatu momen seperti "Dehem", "Cipanon", serta "Hiji Tanggal nu Dipasinikeun". Belum lagi yang absurd-surealis macam "Nu Pararegat", serta cerpen-cerpen lain yang dapat memantik renungan seputar berbagai hal sebagaimana yang sudah saya utarakan dalam catatan pembacaan sebelumnya.

Jumat, 23 Juni 2023

kiamat kepagian

dalam benakku,
kiamat sudah terjadi,
padang mahsyar sudah ditapaki.
apa sebab,
segala sendiri-sendiri,
aku tak terkecuali.
dunia ini cuma pemanasan.
sebelum ke surga atau ke neraka,
bikin surga sekarang,
bikin neraka sekarang.


Di tepi jalan, si miskin menjerit
Hidup meminta dan menerima
Yang kaya tertawa, berpesta pora
Hidup menumpang di kecurangan

Sadarlah kau cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan

Itulah hidup, semakin biasa
Seakan tak perdulikan lagi
Tiada kasih bagi yang lemah
Disiram banjiran air mata

Sadarlah kau cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan

(https://liriklagukenangan.blogspot.com/2020/06/lirik-lagu-black-brothers-hari-kiamat.html)


Sepertinya air tak basah lagi
Rasa api tak panas lagi
Hari ke hari penuh kepalsuan
Kehidupan seperti sedang perang

Sudah kucoba dengan kejujuran
Kenyataan ternyata berlawanan
Tak jelas lagi segala batasan
Entah siapa musuh atau teman

(Ini cuma kehidupan) Ini cuma permainan
(Tetap harus dijalankan) kumainkan huo.oo..

(Masih ada banyak cara) mencari s’percik harapan
(Masih ada banyak cara) wujudkan satu impian
(Masih ada banyak peran) yang bisa kita mainkan
(Masih ada banyak peran) wujudkan satu impian

Saat diriku temui jalanku
Waktu diriku mainkan sebuah peran
Ku takut t’rima dengan kedamaian
Kugantungkan semua harapan...

(https://lirikraja.blogspot.com/2016/02/andy-liany-masih-ada.html)

Kamis, 22 Juni 2023

Mengenal Tanah

Gambar di-screenshot
dari Ipusnas.
Penulis : Desy A. P.
Penerbit : CV. Graha Printama Selaras
ISBN : 978-602-448-437-8
E-ISBN : 978-602-448-453-8
Cetakan pertama
Tahun terbit : 2019
Tahun terbit digital : 2019

Ada yang menyarankan saya untuk belajar ilmu tanah setelah saya menunjukkan kepadanya aktivitas perkomposan saya. Belakangan saya terilhami untuk mengaitkan pertanahan dengan penyucian jiwa. Konon katanya manusia terbuat dari tanah. Baik tanah maupun jiwa sama-sama mengandung kehidupan yang kaya, bibit-bibit kebaikan dan bibit-bibit keburukan. Barangkali dengan mempelajari tentang tanah dan menginternalisasikannya pada kehidupan batin, entah bagaimana saya bisa lebih peka dengan apa yang berlangsung di dalam jiwa. 

Oke, mungkin itu kejauhan. Selama membaca buku ini, saya sudah lupa untuk mengait-ngaitkannya ke situ :v 

Sekadar ide.

Jadi, saran tersebut saya ikuti dengan mencari buku tentang ilmu tanah di Ipusnas dan memulai dari yang tampaknya paling ringan. Buku ini hanya 64 halaman dan tampaknya ditujukan kepada anak-anak. Let's go!

Tanah berasal dari bahan induk yang mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas matahari, hujan, dan angin sebagai tenaga dari luar bumi, atau pelapukan oleh adanya tumbuhan yang menjadi humus melalui proses yang berlangsung dalam waktu yang lama.

Faktor pembentuk tanah yaitu iklim (suhu atau temperatur, curah hujan), organisme (vegetasi, jasad renik/mikroorganisme), bahan induk, topografi/relief, dan waktu. 

Peran organisme dalam membentuk tanah adalah membuat proses pelapukan, membantu proses pembentukan humus, dan memengaruhi sifat tanah (tergantung pada jenis vegetasi serta unsur kimia yang dikandungnya, sebagai contoh rumput membuat tanah menjadi berwarna hitam). Ada dua macam proses pelapukan, yaitu yang bersifat organik dan yang kimiawi. Pelapukan organik dilakukan oleh makhluk hidup, sedang pelapukan kimiawi oleh proses kimawi (seperti gula yang larut oleh air).

Tanah memperlihatkan sifat yang sama dengan bahan induknya. Misal, bahan induk yang berstruktur pasir membentuk tanah dengan kandungan pasir tinggi.

Topografi/relief memengaruhi tebal/tipis lapisan tanah serta sistem drainase atau pengaliran air. Topografi miring dan berbukit membuat lapisan tanah lebih tipis karena tererosi, sedangkan pada daerah yang datar lapisan tanah tebal karena sedimentasi. Drainase yang jelek, misal karena sering jadi genangan air, tanah pun jadi asam.

Menurut waktu pembentukannya, tanah digolongkan menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Pada tanah muda, proses pembentukannya masih menampakkan campuran antara bahan organik dan mineral atau struktur bahan induk. Contoh tanah muda adalah jenis aluvial, regosol, dan litosol. Pada tanah dewasa, terjadi proses pembentukan horizon B. Contohnya adalah jenis tanah andosol, latosol, dan grumosol.  Pada tanah tua, terjadi proses perubahan horizon A dan B. Contohnya adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit). 

Sumber bahan induk tanah berupa batuan beku (dari magma yang membeku), sedimen/endapan (batuan beku yang mengalami  pelapukan), serta metamorf/malihan (batuan sedimen yang mengalami perubahan wujud). 

Jenis-jenis tanah yang diterangkan cirinya dalam buku ini adalah organosol/tanah gambut/tanah organik, aluvial (tanah endapan), litosol (tanah berbatu-batu), latosol, grumosol (tanah berat), podsolit, tanah vulkanis (tanah gunung api), tanah laterit, dan tanah humus. 

Organosol berasal dari bahan organik (tumbuhan rawa yang membusuk dan tertimbun bertahun-tahun), bukan pelapukan batuan dan kurang subur. Tanah gambut terdiri dari ombrogen (terdapat di pantai berawa, sangat asam), topogen (di daerah cekungan antara rawa-rawa di dataran rendah dan pegunungan, agak asam), dan pegunungan (di daerah sedang).

Aluvial merupakan hasil erosi di pegunungan dan perbukitan, banyak terdapat di lembar aliran sungai dan dataran rendah. Tanah ini sangat subur untuk pertanian dan perikanan.

Litosol berasal dari batuan beku dan sedimen, belum lapuk sempurna. Tanah ini belum baik untuk tanaman, paling-paling rumput liar dan tanaman keras.

Latosol adalah tanah telah mengalami perkembangan sehingga terdapat perbedaan horizon (cokelat, merah, kuning), dalam, serta bersifat lempung, remah-gumpal, dan gembur.

Grumosol berasal dari batuan kapur dan batuan gunung api, kurang sesuai untuk padi tapi masih bisa untuk palawija, karet, dan jati.

Podsolit berasal dari batuan pasir kuarsa, berwarna merah sampai kuning.

Tanah vulkanis berasal dari abu letusan yang lapuk, mengandung banyak unsur hara tapi rendah bahan organik.

Tanah laterit berwarna kuning sampai merah. Unsur haranya telah hilang karena tercuci oleh air hujan.

Tanah humus berasal dari pembusukan tumbuhan, sangat subur.

Peranan tanah dalam kehidupan manusia di antaranya untuk bercocok tanam serta bahan untuk kerajinan dan bangunan. Meskipun tanah sangat berguna, tapi banyak yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan. Salah satu penyebab kerusakan tanah adalah erosi, baik secara alami oleh air hujan, topografi, atau kurangnya vegetasi, maupun oleh manusia. Erosi dapat menurunkan kesuburan tanah karena menghanyutkan partikel tanah, mengubah struktur dan profil tanah, serta menurunkan kapasitas infiltrasi dan penampungan. Kerusakan ini terdapat baik di tempat terjadinya erosi maupun di tempat penerima hasil erosi. Di tempat penerima hasil erosi dapat terjadi polusi sedimen (pengendapan bahan-bahan padat tanah) serta polusi kimia (senyawa-senyawa kimia berupa unsur hara dari pupuk atau sisa-sisa pestisida/herbisida).

Untuk mencegah dan mengatasi pencemaran tanah, ada metode pengawetan tanah secara vegetatif, mekanik, dan kimia. Berbagai metode pengawetan tanah ini sepertinya persis dengan yang pernah saya temukan di peraturan pemerintah mengenai konservasi tanah dan air serta rehabilitasi hutan dan lahan. Kiranya termasuk ke dalam metode itu, khususnya yang secara vegetatif, adalah kesesuaian antara jenis tanaman dan jenis tanah. 

Untuk memproduksi tanaman secara optimum, sebelumnya harus dilakukan:
- pencegahan erosi, 
- perbaikan udara dan air,
- pemeliharaan bahan organik tanah,
- perbaikan kerusakan tanah
- perbaikan drainase tanah,
- pemupukan,
- perbaikan sifat tanah.

Pengelolaan tanah meliputi penyusunan rencana penggunaan tanah, konservasi tanah, pengolahan tanah (pembukaan dan pembersihan lahan), dan pemupukan.

Kesuburan tanah dipengaruhi oleh jenis tanah dan komposisi tanah. Semakin gelap tanah, semakin subur. Perbandingan antara unsur udara, air, anorganik, dan organik normalnya adalah kurang lebih 5%, 5%, 45%, dan 45%.

Buku ini diakhiri dengan pertanyaan "bagaimanakah cara menyeimbangkan antara kebutuhan manusia akan tanah dan kelangsungan keseimbangan ekosistem?" yang dijawab sendiri dengan "capailah keseimbangan dengan mengolah tanah yang ada agar tetap produktif". Selain itu terkandung suatu kearifan mengenai proses alam yang mana untuk membangun perlu merusak terlebih dahulu. Pada tanah, pengrusakan itu terjadi melalui pelapukan dan pembusukan bahan organik baru terbentuklah tanah yang subur.

Walaupun dari kemasannya ini buku pelajaran anak-anak, bukan berarti segala isinya mudah dipahami wkwkwk. Sementara, dari buku ini saja, saya merasa ilmu tanah terlalu luas bagi saya yang barulah pengrajin(?) kompos skala rumahan dengan metode paling malas (masukkan semuanya ke dalam compost bag dan biarkan alam bekerja). Namun buku ini juga kurang menjelaskan hal-hal yang telanjur memantik rasa ingin tahu saya, yaitu mengenai horizon-horizon tanah serta unsur hara dan bahan organik tanah itu berupa apa saja? 

Maka dari buku ini saya mendapati bahwa kompos cuma satu dari sekian bahan penyusun tanah, yang bisa dibilang adalah humus karena berasal dari pembusukan tetumbuhan. Buku ini mengilhami saya untuk berfokus mendalami kompos saja selama masih dikaruniai kesempatan untuk membuatnya.

Rabu, 21 Juni 2023

Hiji Tanggal nu Dipasinikeun

Gambar di-screenshot 
dari Ipusnas.
Pengarang : Wahyu Wibisana
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Bandung, bekerja sama dengan Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda
Cetakan kesatu, Oktober 2017
ISBN : 978-979-419-479-9
Edisi Elektronik, 2018
ISBN : 978-979-419-669-4

Buku ini saya baca karena katanya akan dibahas di klub yang saya ikuti. Buku ini dapat diakses di Ipusnas. Menurut mahasiswa Bahasa Sunda UPI yang hendak membahas buku ini di klub, Wahyu Wibisana (l. 1935 - w. 2014) merupakan pengarang Sunda kenamaan. Cerpennya termasuk ke dalam buku kumpulan 10 cerpen terbaik Sunda yang kini sulit ditemukan. Menurut pengantar dalam buku ini (oleh Abdullah Mustappa serta Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda), Wahyu Wibisana berkarya selama lebih dari setengah abad. Total jumlah cerpen ada 80-an sejak dari tahun 1950-an, yang tersebar di banyak terbitan berbahasa Sunda. Yang dimuat di Mangle (yang paling saya kenal tapi tidak pernah betul-betul membacanya) saja ada 40-an cerpen. Wahyu Wibisana adalah contoh cerpenis yang bagus dan produktif dalam khasanah kesusastraan Sunda. Untuk kumpulan ini, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda memilihkan 16 cerpen saja. 

Setelah membaca secara keseluruhan, saya mendapati sendiri bahwa cerpen dalam kumpulan ini pada pernah dimuat sebelumnya di Warga, Wangsit, atau Mangle dalam kurun 1950-1980-an. Beberapa cerpen awal, yang terbit tahun 1950-an, tampaknya merujuk ke peristiwa bersejarah seperti DI/TII ("Halimun", "Sora") dan revolusi Jogja ("Dua Gagang Kembang Radiul"). Terdapat istilah-istilah yang sudah "kuno" atau peninggalan zaman Belanda seperti "Sekolah Rakyat", "Ilmu Pasti", "Ilmu Hayat", dan "bronfiets" (dalam cerpen "Ngabeca"--ongkos becak pun masih 5 rupiah!).  Malah ada yang masih menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu ("Dua Gagang Kembang Radiul"). Cerpen yang terbit pada tahun '80-an ("Dawuh") mengangkat tren masa itu yaitu memberikan piring cantik sebagai hadiah pernikahan (yang juga dialami ibu saya). Banyak cerpennya yang mengandung renungan spiritual seperti tentang ketuhanan ("Sora"), kematian, ("Dua Gagang Kembang Radiul", "Bulan Tanggal Tilu"), perbuatan dosa ("Sora", "Katumbiri"), dan kemerdekaan ("Dawuh").

Seperti dalam pembacaan buku fiksi berbahasa Sunda yang sebelumnya, saya kurang menikmati karena terbatasnya pemahaman tapi sedikit-sedikit masih dapat menangkap beberapa bagian yang menarik. Walau begitu, saya bersyukur. Kalau tidak memaksakan diri membaca buku kumpulan ini, saya tidak akan menemukan cerpen-cerpen bagus yang kapan-kapan bisa saja saya terjemahkan sebagai bahan belajar bahasa Sunda sekalian menulis kreatif. Kapan-kapan itu mungkin kalau saya sudah menuntaskan lebih banyak literatur berbahasa Sunda sehingga sudah akrab dengan kosakatanya :v

Di sini saya akan mencatat beberapa cerpen dalam kumpulan ini yang benar-benar menarik buat saya. Peringatan: saya mungkin membocorkan jalan ceritanya. 

Ngabeca (Warga, 15 September 1955)
Cerpen ini berisi curhat seorang tukang becak, menggunakan sudut pandang orang pertama. Penuturannya rada bodor, tapi dasarnya bikin terenyuh seperti dalam cerpen-cerpen Ahmad Tohari yang suka mengangkat nasib mengenaskan rakyat kecil. 

Katanya, sewaktu kecil ia hidup enak, turunan bangsawan sehingga dinamai Raden. Namun kenapa sekarang jadi begini? Tidak dijelaskan. Untung ia punya istri setia. Ia mengeluhkan susahnya menjalankan kewajiban sebagai seorang lelaki kepala keluarga. Cerita ini juga mengandung amanat agar tidak menertawakan kadar (nasib) orang lain, demikian menurut pepatah Cina yang diulang-ulangnya.
"Keur leutik dipiara ku asih, di sakola rada keras jeung di masarakat leuwih beurat." (halaman 55)
Bi Empat (Warga, 30 April 1956)
Ini cerita yang mengharukan, walaupun yang kena buat saya cuma bagian akhirnya heuheuheu. Endang diasuh sejak jabang bayi oleh Bi Empat sampai berusia sekitar 7 tahun. Anak itu mau dikembalikan kepada orang tua kandungnya. Namun di antara Endang dan Bi Empat sudah ada ikatan. Kenapa juga dahulu Endang diberikan kepada Bi Empat? Itu saya tidak mengerti. 
"Kuring geus nyaksian kaagungan anjeun, ya Maha Kawasa. Nantung di dieu, karasa sagala asa leutik. Sabenerna kuring keur ngaji. Ngulik tauhid dina kanyataan." (halaman 56)
Kawung Ratu (Mangle, Mei 1963)
Dari cerpen ini sepertinya bisa ditarik pelajaran mengenai kepercayaan dan penghidupan orang zaman dahulu, serta relasi sosial dalam masyarakat semisal rakyat dengan menak yang harus dituruti apa pun kemauannya (seperti dalam novel Baruang ka nu Ngarora). Kepercayaannya bercampur antara Islam dan animisme. Aki si tokoh utama dalam cerita ini percaya bahwa kawung yang jadi pendongkrak derajatnya itu titisan dewi atau semacam itu, sehingga disukai menak dan menjadi sumber penghidupan dia untuk seterusnya, sampai-sampai memilih untuk mengorbankan diri sendiri ketimbang tumbuhan tersebut. Kepercayaan itu meliputi uang pemberian menak, yang bukan untuk dibelanjakan melainkan dijadikan sebagai jimat. Cerpen ini yang katanya termasuk ke dalam kumpulan 10 cerpen Sunda terbaik. 
"... sagala pagawean oge kudu tamat. Hartina kudu jucung meureun, ulah satengah-satengah." (halaman 115)
Kuncen (Wangsit, 1966)
Bukan hanya menarik, cerita ini secara tidak langsung lagi kocak mengajarkan ilmu dagang/entrepreneurship sekalian menyelami dunia kepercayaan klenik.

Ceritanya mengenai Aki Ja'i yang kuncen sudah turunan, memikirkan pewaris profesinya. Ia menghendaki anaknya yang sulung, yang ternyata punya passion bukan untuk menjadi kuncen melainkan dagang dan main kecapi (enggak jauh beda lah ya sama muda-mudi jaman now yang pengin jadi entrepreneur tapi juga doyan main musik). Aki Ja'i saking sayangnya sama si anak jadilah mencoba sendiri mencari berkah di kuburan yang selama ini dijaganya. Sampai mati, tak ia dapat apa-apa. Otomatis anak tersebut lah yang menggantikan dia sebagai kuncen. Bisnis klenik ini justru berkembang karena si anak memang pintar dagang sehingga mengadakan sejumlah inovasi untuk memikat lebih banyak pelanggan, ataukah justru berkahnya itu baru terkabul belakangan? Ini soal kepercayaan, tapi menggelitik lah. Saya pikir cerita ini juga mengandung sindiran, kalimat terakhirnya seperti menyatakan bahwa tradisi ini membodohi orang.
"Umurna nu karek nincak tujuh taun, jiwana memang aya dina mangsa transisi antara fantasi budak jeung alam kanyataan." (halaman 121)
Cipanon (Mangle, 5 Mei 1969)
Ada seorang perempuan mendapat pertanda-pertanda buruk sehingga menyusul suaminya ke sawah sembari diguyur hujan. Sudah bertemu di saung, suaminya disuruh pulang. Baru jalan, saungnya disambar petir. Apakah maksudnya firasat istri lebih kuat daripada  suami? Soalnya, suami lama di sawah karena ia juga mendapat pertanda baik (dari mengamati perbintangan) untuk mulai menggarap.

Hiji Tanggal nu Dipasinikeun (Mangle, 23 November 1972)
Cerpen yang menjadi judul buku kumpulan ini ternyata kocak dan ... romantis? Ada sepasang suami istri yang menunggu 20 tahun untuk melaksanakan janji mereka, yaitu si istri mau menyisirkan rambut suaminya. Masalahnya, suaminya sudah botak sehingga akhirnya ia menggunakan ... wig.

Sebetulnya ada beberapa cerpen lainnya yang cukup menarik. Namun karena keterbatasan waktu, saya cukupkan sampai sekian.

Selasa, 20 Juni 2023

Sudahkah kamu menangis pagi ini?












Tiap kali makan gorengan (dari kelapa sawit) atau pakai perangkat listrik (dari batu bara), ingatlah kezaliman yang secara tidak langsung tanpa disadari telah kita perbuat pada orangutan di menit 2:59 - 3:06 video ini.


Ini baru satu contoh.

Gambar diambil dari situs Hati Senang.

Did you ever stop to noticeAll the blood we've shed before?Did you ever stop to noticeThis crying Earth, these weeping shores?

(Salah satu video klip yang bikin mewek.
Tidak pernah tahan menontonnya sampai selesai.)

Masih senang hidup di muka bumi ini? Masih mau terus mengonsumsi tanpa menelusuri potensi kerusakan yang ditimbulkan sepanjang rantai produksi dan distribusinya? Masih mau menambah kerusakan dengan tidak mengambil tanggung jawab atas sisa konsumsi? 

Terasa beratnya beban sebagai rahmatan lil alamin.

Gambar dari situs Brainly.

Gambar dari Facebook.

Gambar dari Flickr.

Minggu, 18 Juni 2023

The Story of Jam

This story was written in collaboration with a Bottled friend, Sam Pham, 2020. This is published here as it is, as we abandoned this. No grammar editing etc. 

.

Dark clouds fill the sky. A group of people stand next to a coffin. Natalie cries as the coffin lowers into the hole. A group of people fill up the hole and cover the coffin with dirt. That day, Natalie's father was buried. 

Natalie spends the rest of that day sitting alone in her room. Later she begins to mutter to herself. Her mind is blank. Her little brother peeks into her room and gets scared. 

"Mother! Mother! Natalie is going crazy!" He searches after their mothers. But he finds nobody. Any other members of the house is nowhere to be found. Trembling, he goes back to peek into Natalie's room.

Natalie turns her head and stares at her brother. Her brother falls back and runs. 

Ten years pass by. Natalie's brother, Jam, summons a dog. The dog sniffs around. The dog barks. Jam does hand signs and captures the ghost. He traps it in a bottle. 

Then he draws the ghost in the bottle on a canvas with oil paints. He sells the painting to a local art gallery. That's how he makes a living. But it's not a stable job because he doesn't see ghosts frequently. So he needs to find another source of income. He prefers if it fits his ability in supernatural things.

As he walks around the art gallery, he notices someone admiring his painting. Jam walks up to the stranger. The stranger looks at Jam. The stranger says, "Believe it or not, but ghost exist. I wish I could contact the artist because he can apparently see ghosts as well."

Jam hesitated for a second. Jam replied, "Why would you want to contact him for?" 

The stranger says, "Because I would like to hire him to catch more ghosts for me."

Jam says, "I'm the artist, Jam." 

The stranger shakes Jam's hand and says, "I'm Sebastian, your new boss." 

Jam asks more questions. "What would you want to do with the ghosts after you catch them?"

Sebastian says thoughtfully, "My dream is to make a ghosts zoo but normal people can't see ghosts. So it's a useless dream."

"And then?" Jam feels impatient.

"But I don't give up. I have found a formula so normal people can see ghosts. They drink the potion, enter the zoo, and can see the ghost behind bars for about 1 hour. Actually, I have developed the idea so it might be a safari park, where we build a ghost world and the visitors go in by riding a van and they can feed the ghosts as well."

"Awesome …" Jam is speechless for a while. "Well, let's do it then! When are we going to start?"

"I like your enthusiasm, young man. But there's one problem."

"What is that?" Again, Jam feels impatient.

"The problem is that ghosts can possess people. Thus, people may not want to go to this safari park," said Sebastian. 

"How come I didn't get possessed then?" asked Jam. 

"Your soul is stronger than most people," explained Sebastian. "This is why you can see them. Those who need the potion have weaker souls. And if the ghost takes over the host, it will devour the person's soul and become more powerful." 

Jam takes a deep breath. 

"What will we do then?" asked Jam. 

"That's something we need to think about … along the way. For now, let's just catch the ghosts!"

.

Jam met up with Sebastian at a warehouse. 

"First, I need to teach you a few things." said Sebastian. "There are many kind of ghosts. And each one have levels of how strong they are." 

Sebastian pulled out a white board and wrote as he talked. 

"I'm sure you heard of ghost girls. They are usually the ones that pop up in elevators and in the middle of the night when you least expect it. Then there are ex ghosts. These are the annoying ones that hold a grudge on you just because you said Jill was hot. I can keep categorizing them, but there's no reason to. The point is to find out why they are still a ghost. Why won't they move on."

"I see. I never know that there is such categorization. When I see a ghost I just throw my bottle and gotta catch 'em all."

"Yes."

"And how can we find out why they are still a ghost?"

"That's something we need to think about … along the way."

"Okay."

"You have to get to know them. Talk to them. listen to their story and find out what is missing". 

"So I have to be friends with them?" 

"Kind of." 

"Of my gosh. What if someone can't see the ghost and sees me talking to myself?!" 

"Don't worry about that. Everyone talks to themselves." 

Jam hesitates but he doesn't say anything. He is impatient to start. But there seems to be a lot of other things that Sebastian needs to explain.

Jam worries he made the wrong choice of joining Sebastian. Was it too late for him to leave now? Jam decided to try to figure out the consequences by asking questions. Jam asked, "Has another else worked for you?" 

"No. That's why I hire you."

Now Jam really regrets his decision to join Sebastian. He thinks of ways to escape. But rather he pulls out a bottle from his bag, does hands signs, and, unexpectedly, Sebastian is sucked into the bottle.

"Whoa, it must be a very powerful ghost that I didn't know it in the first time."

"You'll regret it, Jam. You need me. There's a great evil coming." 

Jam regrets what he did. 

"What do you mean?" asked Jam. 

"There's something that's eating all the ghosts. That's why I wanted you to find out their problem and solve it so they can be free." 

"Can I believe you?" 

"Of course you can."

"No. I don't believe you."

Jam puts the bottle into his bag and goes home. At home, he paints the ghost--Sebastian--inside the bottle. He is unsure that this painting would be sold well. Sebastian is not an artistic kind of ghost. "Maybe I should just let him lead me to find the artistic kinds of ghosts then my paintings would be more artistic thus sold well and that means more money," thinks Jam.

"Hey, I will release you," says Jam to Sebastian, "in one condition."

"What condition is that?" 

"That you must show me where the ghosts hide." 

"So does that mean you'll work for me?" 

"No, you'll work for me." 

Sebastian stared at Jam. 

"Fine, it is a deal." 

.

Then they begin to hunt the ghosts. They start from a forest which Sebastian says is full of ghosts.

"Help me," cries a woman's voice. 

Jam looks around but cannot find the woman. 

"Help me," cries the woman again. 

"Where are you?" Jam asks. 

"Behind you!" yells the woman with a sinister voice. 

Jam screams hysterically but he stops as he recognizes the face. "Natalie?"

"GAAAHHH!!!" But Natalie doesn't seem to recognize him. Her face is rotten, full of maggots. 

Jam pulls out a bottle from his bag. The bottle sucks the Natalie's ghost. Afterwards, Jam looks into the bottle and he only sees a dark fog. "Enough for today," he thinks. He is curious whether the ghost inside the bottle has something to do about Natalie.

"Can't be Natalie… There's no way. She's not supposed to be here anymore."

Jam paces frantically around the room. 

"There's no way… Natalie is still alive. There's no way. She is too powerful to die." 

Jam observes the ghost in the bottle again. 

He sees Natalie's face and then it disappears. He thinks that he should ask Sebastian.

But he was hesitant because Sebastian may use it against him if he knew how his weakness. He realized he had to investigate secretly. 

He goes to his old house, to see Natalie.

.

Natalie has become a hermit since their father's death. She speaks to no one but herself, mumbling quietly.

Jam wonders why he saw a ghost that looks like Natalie when she was still alive. Jam taps Natalie and asks, "Are you okay? It's been awhile." Natalie turns and looks at Jam. Jam could feel strong, dark aura coming from her. 

"I saw a ghost resembling your face in a forest," says Jam. "Maybe you know something."

Natalie doesn't say anything. Jam waits.

"All right, then," Jam steps back and sits still in a chair, staring at Natalie. He plans to spend some time there, in case Natalie would speak.

The room fills with black, purple fog. Jam nervously looks around. Jam panics and wakes up in his bed. He pats the sides of his bed searching for where he is at. He sits up and looks around. He sweats and breathes heavily. He wonders if it was just a dream. 

He gets up and changes his clothes. He should go seeing Natalie, at any cost. He doesn't forget to bring a bottle with Sebastian inside. Maybe Natalie would react if she sees Sebastian. He runs to his old house.

He makes it to his old house, but the house is gone. All he sees is an empty field of grass. He looks around. He was certain this was the spot. However, he could not find the house. 

He keeps walking around until he stumbles and falls into a hole. It's very long and dark. He can't see anything while falling. Suddenly he pops out of the end of the hole to another similar field of grass and sees his house.

Did Natalie do this? Was she so powerful that she can create dimensions? Jam hated this. He didn't want to admit it, but he was afraid of his sister. 

But he must go to find clarity. He walks into the house and looks for Natalie.

Jam travels through flashbacks of memories. It was too much for his head. Jam cries, "Please stop, Natalie." 

It doesn't stop. Jam grasps his hairs and screams out loud. His knees fall onto the grass and he rolls over. He keeps rolling until he falls again into the hole where he came. Now it's all darkness.

He stops falling. He sees Natalie floating down. 

Natalie says to Jam, "When you're ready for everything to end, come back and kill me. Until then, become strong enough to rule the world." 

Jam wakes up again from his bed. He feels confused. What did Natalie mean? 

He gets out of his bed then reaches for the bottle with Sebastian inside. He unplugs the bottle and lets the ghost out. He means to ask him about Natalie. He hopes to find an answer from Sebastian.

Sebastian clears his throat and tells Jam, "I did not know she was your sister. A couple of years ago, everything was peaceful in the ghost realm. The human realm and the ghost realm used to be separate. But one day, a girl somehow crossed over to the ghost realm. She was scared and crying. We would see her regularly. And we even became friends with her. But then we noticed ghosts started to go missing. Everyone blamed Natalie. Since then, no one saw her. Up until now at least. And she seemed to grow a lot more powerful. This is why I need your help actually. I need you to gather more ghost before Natalie keeps consuming their power. So I ask one last time. Will you help me, Jam?"

Jam thinks for a while and nods. He decides to go back to the forests which Sebastian says is full of ghosts. He brings a lot of bottles with him and also camping gears. He determines that he won't go back home until he saves all the ghosts, temporarily. And then, Sebastian says, he must fight Natalie and kill her.

"No way I would kill my sister!' shouts Jam.

"There's no other way …."

"There must be another way!" Jam insists. "I can't believe you!"

"You must believe me!"

Jam grunts and thinks to himself, "I should look for second advise. But to whom?"

"There's no second advise. There's no one else to whom you could talk about this matter," Sebastian can read Jam's mind.

Jam gasps. "You're dangerous."

"I am not. I am trying to save you and all the innocent ghosts."

"I can't believe you!"

Sebastian sighs. "Then what are you going to do?"

"I'll find another way. Another way to save not just all the ghosts, but my sister too." 

"There's no other way. You have to believe me. I tried."

"What do you mean you've tried?" 

"Forget what I said. Let's just go separate ways." 

Sebastian floats away. Jam stares. 

.

Jam starts to catch as many ghosts as he can.

Even so, Jam does not know what to do with them. Should be try to talk to them and convince them to team up on Natalie? He felt he should not do that since they will try to kill her. He had to think of a solution for everyone. 

He thinks so hard that he feels like forgetting all this matter. He abandons the bottles filled with ghosts and sleeps as much as possible because he is so stressed. He needs an outlet to pour down his negative energy. Since nothing serious has happened, and Sebastian never disturbs him any more, he finds at ease to come back to his old hobby: painting ghosts in the bottles. One ghost after another, he produces artworks and becomes a prolific painter. Sometimes he takes a break, and brings his paintings to the art gallery and sells them. Some paintings sell pretty well that he begins to gain some fortune. He moves to a better apartment, gets a girlfriend, and further his study in Fine Art. He is doing very good. Both Natalie and Sebastian are forgotten. Once in a while, he still goes to the forest to catch ghosts when he needs to find inspiration (and also to pay bills), and he doesn't find any obstacle there.

But Jam suddenly realizes that he is getting stronger. He notices that he can go through walls and float. But how he asks himself. What gave him this power? And how should he use it? 

He becomes a Superman. He also can fly and bend any metal object. He is getting afraid of his own power. 

He started to fly around town when suddenly he started to decline slowly. His flying powers fade. Does this mean his powers are not permanent? If so, how did he even obtain them?

He is so confused.

He decides to draw since drawing helps him think. He reaches for a bottle of ghost he captured earlier. He draws the ghost. He finishes painting the ghost. His body begins to levitate. 

....

Minggu, 04 Juni 2023

Profit di Lahan Sempit

Gambar di-screenshot
dari Ipusnas.
Penyusun : Redaksi Trubus
Penerbit : PT. Trubus Swadaya, Depok
Tahun Terbit Digital, 2021
ISBN : 978-623-341-102-8 (PDF)

Buku digital ini dapat diakses di Ipusnas. Tebalnya cuma 44 halaman (termasuk kover) dan dapat ditamatkan dalam kurang dari 1 jam. Isinya 4 artikel yang sebelumnya sudah dimuat di majalah Trubus

"Hidroponik di Serambi" (Imam Wiguna, Majalah Trubus - Februari 2016/XLVII
Artikel ini meliput pehobi bercocok tanam yang di selasarnya menerapkan berbagai macam sistem hidroponik sebagai berikut.

- Deep flow technique (DFT) dengan 54-88 lubang tanam untuk selada, bayam merah, sawi, kangkung, bayam batik, dan kale,
- Sederhana, menggunakan kotak stirifoam bekas kemasan buah impor dan net pot, untuk kemangi dan seledri,
- Dutch bucket, wadah tanam menggunakan kotak bekas es krim yang diisi media tanam hidroton (butiran tanah liat yang sudah dibakar) dan nutrisinya dialihrkan melalui selang, untuk mentimun, melon, dan tomat,
- Pot dengan media tanam pasir malang dan serbuk sabut kelapa (cocopeat), untuk tanaman dengan tajuk lebar dan tinggi seperti kubis, cabai, dan bunga kol.

Perangkat hidroponik itu ditempatkan di atas meja dan rak, sepertinya untuk mendapat pencahayaan yang lebih baik.

Sebelumnya beliau mengikuti pelatihan hidroponik. Beliau mengerjakan kebunnya pada pagi dan sore sebelum dan sesudah kerja. Hasil berkebun masih untuk konsumsi sendiri, kalau ada kelebihannya untuk dibagi-bagikan. Beliau juga memberikan pelatihan di grup.

"Profit di Lahan Sempit" (Muhammad Fajar Ramadhan, Majalah Trubus - November 2015/XLVI)
Fotonya menunjukkan rak bambu yang dibangun di atas saluran air tepi jalan, di atasnya terdapat deretan polybag. Tanamannya adalah kangkung, bayam, selada, cabai, dan pakcoy. Kebun ini dikelola secara bergotong-royong, disponsori oleh Bank Indonesia, Trubus, dan PKK DKI Jakarta.

"Panen Cabai di Halaman" (Muhammad Fajar Ramadhan, Majalah Trubus - Desember 2015/XLVI)
Artikel ini masih mengenai kebun-kebun di seputar Jakarta yang disponsori oleh Bank Indonesia sebagai bentuk corporate social responsibility (CSR) yang didukung oleh Trubus dan PKK DKI Jakarta. Ada keterangan mengenai cara membuat perangkap kuning untuk menjebak lalat buah hama cabai, yaitu dengan memanfaatkan botol bekas minuman kemasan yang dicat kuning kemudian dilumuri lem tikus. Fotonya menampakkan kebun yang diberi atap jaring. Sayang artikelnya terputus (halaman 29).

"Komunitas Jakarta Berkebun Sebarkan Gairah Berkebun" (Muhammad Hernawan Nugroho, Majalah Trubus - Februari 2016/XLVII)
Jakarta Berkebun yang kemudian berkembang menjadi Indonesia Berkebun mempopulerkan konsep kebun komunitas sejak 2011, dengan meminjam lahan menganggur milik pengembang untuk dijadikan kebun sementara. Apa kabarnya, ya, sekarang? Saya cari akun Bandung Berkebun di Instagram, terakhir kali update 2017. 

Dari keempat artikel tersebut, 3 artikel belakangan mengenai kebun komunal. Hasilnya dijual atau memang menghasilkan profit, yang masuk ke kas untuk digunakan sebagai modal berkebun lagi. 

Saya mendapatkan istilah-istilah yang layak untuk ditelusuri lebih lanjut, seperti "vertikultur" (sudah dicek sekilas di YouTube, bisa menggunakan botol bekas) dan "vertigasi". Padanan untuk "urban farming" dalam artikel-artikel ini adalah "pertanian perkotaan".

Gagasan yang bisa diterapkan dari buku ini:
- Cari/beli meja/rak/perangkat hidroponik yang tinggi untuk diletakkan di balik dinding balkon.
- Belajar cara membuat pupuk organik cair/nutrisi tanaman untuk dicampurkan ke air penyiram.
- Memanfaatkan botol bekas kemasan untuk 1) vertikultur, 2) perangkap kuning.
- Cari informasi dan berpartisipasi lagi dalam acara/komunitas berkebun di area sekitar tempat tinggal.
- Cari tahu lebih lanjut mengenai vertigasi dan penggunaan atap jaring.

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain