JOGJA, PANDAWA – Jumat (5/2), Jogja Clothing Attack 2010 mulai dihelat EO Indie Pro di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) hingga Minggu (7/2). Acara yang dimulai dari pukul 10.00–22.00 WIB ini dibuat untuk mengenalkan merek-merek clothing lokal kepada kaum muda.
Acara yang didukung Pemerintah Kota Yogyakarta ini baru pertama kali diadakan. Berbeda dengan Kickfest, yang sudah beberapa kali diadakan, acara ini bertujuan mengangkat merek-merek lokal. Dari 33 stand, hanya 3 yang mengusung merek luar. Salah satunya adalah Trix dari Jakarta. Merek-merek lokal yang ditemui antara lain Blackstar, Whyzein, Huit, Fel & CO, Routing, dan Deth Aparell.
Nandi, salah seorang panitia, mengatakan bahwa yang menjadi parameter keberhasilan acara ini bukanlah banyak atau tidaknya pengunjung. Ia berharap acara ini bisa memfasilitasi para pemilik merek lokal untuk membentuk asosiasi.
Awalnya ia pesimis. Sementara acara clothing lain umumnya mengusung merek-merek besar, acara ini malah memainkan kekuatan merek lokal yang belum banyak dikenal. Ia khawatir kaum muda Jogja sudah ter-mindset untuk lebih membeli merek-merek luar.
Hingga sekitar pukul 7 malam, saat PANDAWA berkunjung, sudah 4000-an tiket masuk yang terjual. Satu lembar tiket dihargai 5000 rupiah. Menurutnya, ini sudah relatif bagus. Kendalanya adalah cuaca yang tidak menentu. Sejak Jumatan hingga sekitar Maghrib, hujan turun sehingga lokasi cukup lengang. Namun sekitar Isya, tampak muda-mudi mulai memadati lokasi.
Isna, pelajar SMK 5 yang magang di Blackstar, mengungkapkan bahwa stand-nya termasuk yang ramai dikunjungi sejak acara dimulai. Umumnya pengunjung tertarik dengan kaos berkarakter monster. Dengan kisaran harga 45.000–200.000 rupiah, pengunjung sudah bisa mendapatkan barang yang diinginkan.
Menurut Fe, salah seorang pengunjung yang sering menyambangi acara semacam ini, kualitas merek luar masih lebih bagus daripada merek lokal. Ia mengaku biasa menghabiskan 100.000–200.000 rupiah sekali belanja. “Ada beberapa yang sablonannya kurang bagus. Desainnya monoton. Over all sudah bagus tapi masih harus diperbaiki,” ujarnya yang diamini temannya, Karen. (DSA/RAM)
Acara yang didukung Pemerintah Kota Yogyakarta ini baru pertama kali diadakan. Berbeda dengan Kickfest, yang sudah beberapa kali diadakan, acara ini bertujuan mengangkat merek-merek lokal. Dari 33 stand, hanya 3 yang mengusung merek luar. Salah satunya adalah Trix dari Jakarta. Merek-merek lokal yang ditemui antara lain Blackstar, Whyzein, Huit, Fel & CO, Routing, dan Deth Aparell.
Nandi, salah seorang panitia, mengatakan bahwa yang menjadi parameter keberhasilan acara ini bukanlah banyak atau tidaknya pengunjung. Ia berharap acara ini bisa memfasilitasi para pemilik merek lokal untuk membentuk asosiasi.
Awalnya ia pesimis. Sementara acara clothing lain umumnya mengusung merek-merek besar, acara ini malah memainkan kekuatan merek lokal yang belum banyak dikenal. Ia khawatir kaum muda Jogja sudah ter-mindset untuk lebih membeli merek-merek luar.
Hingga sekitar pukul 7 malam, saat PANDAWA berkunjung, sudah 4000-an tiket masuk yang terjual. Satu lembar tiket dihargai 5000 rupiah. Menurutnya, ini sudah relatif bagus. Kendalanya adalah cuaca yang tidak menentu. Sejak Jumatan hingga sekitar Maghrib, hujan turun sehingga lokasi cukup lengang. Namun sekitar Isya, tampak muda-mudi mulai memadati lokasi.
Isna, pelajar SMK 5 yang magang di Blackstar, mengungkapkan bahwa stand-nya termasuk yang ramai dikunjungi sejak acara dimulai. Umumnya pengunjung tertarik dengan kaos berkarakter monster. Dengan kisaran harga 45.000–200.000 rupiah, pengunjung sudah bisa mendapatkan barang yang diinginkan.
Menurut Fe, salah seorang pengunjung yang sering menyambangi acara semacam ini, kualitas merek luar masih lebih bagus daripada merek lokal. Ia mengaku biasa menghabiskan 100.000–200.000 rupiah sekali belanja. “Ada beberapa yang sablonannya kurang bagus. Desainnya monoton. Over all sudah bagus tapi masih harus diperbaiki,” ujarnya yang diamini temannya, Karen. (DSA/RAM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar