Jumat, 21 November 2014

Ketika Sangat Sepi

Nyaris tidak ada penonton pada hari keempat (20/11) Science Film Festival (SFF) 2014 di YPBB Urban Centre. Pemutaran film hanya dilakukan pada satu sesi, setelah ada dua pengunjung dari Earth Hour yang datang pada sekitar pukul setengah sebelas.

Film-film yang diputarkan, yaitu Global Ideas: What is Your Personal CO2 Balance?, The Show with the Mouse: Synthetic Wood-Plastic, My Dear Little Planet: The Ladybug and the Aphid, dan Supercomputers.

What is Your Personal CO2 Balance? menerangkan tentang banyaknya emisi karbon yang dihasilkan dari industri makanan dan penduduk negara-negara maju. Karena itulah pengeluaran karbon perlu dibatasi untuk mengurangi pemanasan global.

Synthetic Wood-Plastic menunjukkan proses pembuatan plastik dari kayu, atau tepatnya serbuk dan serpihan hasil limbah pabrik kayu. Film ini juga memperlihatkan proses pembuatan suling baik dari kayu maupun plastik-kayu tersebut.

The Ladybug and the Aphid merupakan film animasi Prancis, menceritakan kunjungan Gaston dan Colline ke sebuah kebun yang diganggu oleh banyak kutu daun. Colline mencoba mengusir kutu-kutu daun dengan insektisida namun hama tersebut menjadi kebal, adapun kepik sebagai pemangsa alaminya malah mati.

Supercomputers menjelaskan tentang teknologi canggih pada masa depan untuk memecahkan masalah-masalah berat, yaitu komputer super. Teknologi ini menggunakan banyak komputer yang super cepat dan dikendalikan sebagai sebuah mesin tunggal.

Setelah pemutaran film, berlangsung diskusi seputar film dan lingkungan hidup.

Dari The Ladybug and The Aphid, Kang Arief dari YPBB menarik kesimpulan bahwa kita harus memperhatikan keseimbangan alam. Sebenarnya cara kerja alam merupakan teknologi yang tidak tertandingi. Namun manusia lebih suka mengambil jalan pintas untuk memecahkan masalah lingkungan yang malah menimbulkan masalah baru.

Selain itu, menurut Teh Reni dari YPBB, sebenarnya masih banyak potensi alam dan kearifan lokal yang belum digali. Itu bisa disebarkan pada masyarakat modern di perkotaan sebagai gaya hidup alternatif yang ramah lingkungan.

Menurut Ibu Sulastri dari Goethe Institut, hal itu agak sulit di perkotaan karena tersedia banyak teknologi yang menyaingi. Pada akhirnya kembali pada diri masing-masing untuk konsisten menjalankan prinsip, misalnya menggunakan transportasi umum alih-alih kendaraan pribadi yang bermotor, membawa tas kain saat berbelanja sebagai pengganti plastik, memilah sampah dari rumah, dan seterusnya. Beliau mencontohkan Ballarat, desa wisata di Australia yang melestarikan gaya hidup zaman dulu sehingga lebih ramah lingkungan. Berbeda dengan Kampung Naga di Indonesia yang berdasarkan adat, Ballarat sengaja dibuat untuk dijadikan objek wisata.

Acara dihidupkan dengan bincang-bincang dan eksperimen
Forum juga membicarakan kesadaran masyarakat yang masih kurang, misalnya dalam menggunakan air kemasan dan plastik. Di luar negeri air kemasan dan plastik dijual dengan harga yang relatif mahal, sehingga orang akan berpikir dua kali untuk menggunakannya dan lebih baik membawa sendiri dari rumah. Adapun di Indonesia air kemasan dan plastik dapat diperoleh dengan murah, orang pun menjadi boros dalam menggunakannya. Jadi sebetulnya, menanamkan gaya hidup ramah lingkungan pada masyarakat tidak lepas dari pendekatan ekonomi.

Sungguhpun begitu, peserta dari Earth Hour mengungkapkan bahwa ada sebuah SMA di Bandung yang sudah mengimbau siswanya agar membawa botol minum sendiri dan menyediakan galon untuk isi ulang. Earth Hour juga pernah mengadakan program edukasi untuk mengubah kaos bekas menjadi tas belanja pengganti plastik. Selain itu, beberapa tempat perbelanjaan telah menggunakan kantong plastik dari tapioka sehingga mudah hancur.

Teh Anil dari YPBB menerangkan bahwa bahan campuran dalam plastik itu sebetulnya bukan tapioka melainkan oksium dan kadarnya hanya nol koma sekian persen. Tujuannya memang agar plastik cepat hancur, namun bentuk terurainya yang berupa kepingan-kepingan tetap tidak dapat kembali menjadi tanah. Malah plastik menjadi cepat sobek. Pemakaiannya pun semakin boros. Plastik yang tidak ditambahi zat apa-apa justru lebih kuat dan awet digunakan.

Memang masyarakat kita terbiasa menginginkan yang serba praktis tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Meski demikian, dengan sikap yang konsisten, kita dapat menunjukkan pada orang lain bahwa menerapkan gaya hidup ramah lingkungan bisa dilakukan.

Sebelum ditutup, ada eksperimen Besar Versus Kecil dari relawan Goethe Institute. Dua balon yang masing-masing berukuran besar dan kecil dihubungkan dengan keran tertutup. Apabila keran dibuka, hadirin diminta menebak di antara tiga pilihan: balon besar menjadi kecil sementara balon kecil menjadi besar; kedua balon menjadi sama besar; atau balon besar menjadi tambah besar sedangkan balon kecil menjadi tambah kecil. Kuncinya bukan saja pada tekanan udara, tapi juga berhubungan dengan elastisitas balon.

Pemutaran film-film SFF 2014 di YPBB Urban Centre, Jalan Sidomulyo 21, Bandung, masih akan diselenggarakan hingga 22 November 2014 pada pukul 10-12.00 (sesi 1) dan 13-15.00 (sesi 2) WIB. Film-film tersebut ditayangkan khusus hanya selama berlangsungnya SFF 2014, dan tidak akan diputar lagi pada kesempatan lain. Acara ini gratis dan tersedia hadiah menarik bagi yang berpartisipasi dalam eksperimen. Silakan datang dan ajak teman sebanyak-banyaknya.[] 



Kontak Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)
Alamat Jl.Sidomulyo No. 21 Bandung 40123 |Phone | 022-2506369-082218731619 |Email |ypbb@ypbb.or.id Facebook YPBB Bandung |Twitter @ypbbbdg |Yahoo Messenger ypbb_humas |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain