Senin, 17 Juni 2013

Berkenalan dengan Para Pengarang Belanda

Buku ini aku temukan di lemari berisi koleksi buku Mama, ketika aku hendak mengumpulkan buku-buku petunjuk menulis. Buku ini diterbitkan tahun 1979 oleh Djambatan (Jakarta) atas kerja sama dengan Pemerintah Kerajaan Belanda, namun, menilik coretan di pojok kiri atas halaman belakang, baru dibeli Mama tanggal 8 November 1984. Wow, saat itu usia kami sama. Lembar paling belakang tersebut bertajuk “Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta sayembara:” Halaman kedua berisi beberapa pertanyaan yang personal, yang memberiku gambaran seperti apa Mama saat seusiaku. Lembar itu tidak dikirim karena tenggatnya tanggal 31 Maret 1980. Seandainya saja ia membeli buku ini lima tahun lebih cepat, ia masih memiliki peluang untuk memenangkan satu di antara tiga hadiah menarik dan sepuluh hadiah hiburan. Ya ampun. Jangan-jangan aku cinta delapan puluhan karena suka menelusuri buku-buku koleksi Mama. Harga buku ini hanya Rp 1.000,- korting 15% bahkan—berapa time value of money­-nya kalau dikonversikan ke masa kini?

Buku berjudul Kisah Belanda Se­pan­jang Za­man: Mo­dern ini me­muat se­pu­luh ki­sah da­ri se­pu­luh pe­nga­rang Be­lan­da—A. Kool­haas (“KUM­PUL­AN”), Simon Carmiggelt (“PE­RI KE­HI­DUP­AN”), W.F. Hermans (“LOO-LEE”), Gerard Reve (“MA­LAM NA­TAL SUS­TER MAG­NUS­SEN”), Jan Wolkers (“PE­NYE­NGAT”), Harry Mulisch (“PU­TE­RA MAH­KO­TA”), Bob den Uyl (“BANG­KIT­NYA KE­GU­SAR­AN”), Heere Heeresma (“TUAN FRITS DAN NO­NA LE­NI”), Hans Vervoort (“PE­ME­GANG BU­KU”), dan J. M. A. Biesheuvel (“TUAN MELLEN­BERG”) yang dikumpulkan Piet Calis kemudian diterjemahkan Hanzil Tanzil. Piet Calis adalah se­o­rang dosen Bahasa dan Sastra Belanda, yang pernah bekerja di Uni­versitas Indonesia tahun 1975-1977. Adapun Hanzil Tanzil adalah pimpinan Pusat Kesenian Jakarta dan sekretaris Himpunan Pen­ter­je­mah Indonesia, yang telah berlatih menerjemahkan sejak di sekolah menengah. Karya terjemah Hazil Tanzil yang lain di antaranya Kisah Jerman Sepanjang Zaman (dua jilid: klasik dan modern)—yang-aku-menyesal-kenapa-ibuku-tidak-mem­be­li­nya-ju­ga-pa­da-saat-itu-ma­na-ia-bi­sa-me­ne­ra­wang-anak­nya-suatu-saat-akan-ter­ta­rik-de­ngan-Jer­man? 

Jumlah halaman tiap kisah beragam—ada yang pendek seperti “PEMEGANG BUKU” (Hans Vervoort) dan ada yang panjang semisal “BANGKITNYA KEGUSARAN” (Bob den Uyl). Kisah-kisah tersebut bersumber dari terbitan tahun ‘40-‘70-an awal. Sesekali pembacaan disela potret para pengarang yang seluruhnya pria. Pengarang yang tertua lahir tahun 1912 (A. Koolhas), sedang yang termuda tahun 1939 (J. M. A. Bieshuevel). Setiap kisah diawali dengan keterangan yang menarik (biografi singkat pengarangnya) maupun mengganggu (sinopsis sekaligus komentar terhadap kisah yang akan ditampilkan—spoiler alert!).

Setiap pengarang memiliki keunikannya masing-masing yang sekiranya mewarnai karya yang dihasilkan. A. Koolhaas misal, konon ia pernah mengurung diri di kandang ayam untuk mengamati bagaimana perilaku hewan tersebut. Bob den Uyl dan J. M. A. Bieshuevel pernah mengalami gangguan jiwa. Harry Mulisch memiliki pandangan unik terhadap para penjahat perang yang mengirim korban mereka ke kamp konsentrasi: ...pemusnahan suku-suku bangsa yang mereka lakukan dari meja tulis, lebih banyak didorong oleh perasaan tak acuh daripada oleh rasa benci. … Ia sebetulnya bukan seorang penjahat, ia adalah seorang yang sanggup melaksanakan dengan sempurna apa saja yang diperintahkan padanya. … (halaman 61). Gerard Reve menulis roman yang bikin aku penasaran karena sepertinya menggambarkan apa yang kualami di usiaku sekarang, De Avonden. Karya-karya Jan Wolkers dan J. M. A. Biesheuvel bersifat autobiografis. A. Koolhaas pernah ke Indonesia, bahkan Hans Vervoort lahir di Magelang! Dan sebagainya.

Kisah-kisah yang ditampilkan umumnya realis. Penuturan sepenggal momen dalam kehidupan sehari-hari secara detail. Kecuali kisah dari A.Koolhaas (“KUMPULAN”) yang berupa fabel. Tokoh utamanya adalah seekor burung camar. Juga “PUTERA MAHKOTA” dari Harry Mulisch. Sejujurnya aku tidak begitu menangkap kisah tersebut menceritakan apa.    

Mama suka kisah “TUAN MELLENBERG” dan merasa teridentifikasi dengan pengarangnya, yaitu J. M. A. Bieshuevel. Kisah tersebut merupakan pengalaman pengarangnya saat dirawat di klinik psikiatri. Mama selalu suka kisah tentang orang gila. Favoritnya yang lain adalah kumpulan cerpen Catatan Harian Orang Gila karangan Lu Xun dari penerbit Jalasutra.

Sedang aku sendiri lebih tertarik dengan “PERI KEHIDUPAN”, “LOO-LEE”, “PENYENGAT”, “BANGKITNYA KEGUSARAN”, dan “TUAN FRITS DAN NONA LENI”. “PERI KEHIDUPAN” semacam sketsa mengenai kehidupan suami-istri dalam nuansa jenaka. Ketidakberdayaan suami di rumah ketika istrinya ingin bersantai sesekali di hotel. “LOO-LEE” adalah nama sebuah sungai yang kotor (mengingatkanku pada Sungai Cikapundung yang sewarna susu Milo), di mana seorang anak kecil membiarkan adiknya ditenggelamkan anak lain yang lebih besar. Kukira yang dimaksud dengan “PENYENGAT” adalah lebah. Hubungan antara ayah yang kasar dengan anak yang jahil(?). “BANGKITNYA KEGUSARAN” bikin aku ingin menuturkan pengalamanku sendiri dengan gaya serupa: potongan-potongan peristiwa yang entah apa kaitannya namun terjadi secara kronologis. Hanya kisah ini yang menggerakkanku untuk menandai kalimat-kalimatnya dengan pensil (salah satunya telah kupajang sebagai status di Facebook), sementara Mama menyorot kalimat-kalimat mengena baginya dalam buku ini dengan stabilo warna hijau, yah, maklum, buku ini kan miliknya. Membaca “TUAN FRITS DAN NONA LENI” serasa menonton film komedi romantis yang bikin aku terkekeh-kekeh sendiri seraya menanti adegan ehemnya.

Adapun “TUAN MELLENBERG” yang notabene pamungkas dalam kumpulan ini, mengingatkanku pada film It’s Kind of a Funny Story (2010). Situasi dalam kedua kisah tersebut hampir serupa. Seorang muda di tempat untuk para pengidap sakit-jiwa. Walau tokoh dalam film lebih muda, dan agaknya hanya menderita galau yang wajar bagi anak seusianya. Barangkali itu yang menyebabkan kesan dari “TUAN MELLENBERG” tidak sekuat yang ditimbulkannya pada Mama. Aku sudah pernah mengonsumsi kisah semacam itu sebelumnya. Tapi mungkin juga karena aku tidak begitu terobsesi dengan kisah tentang orang gila. Tapi mungkin juga karena aku ingin memiliki kesukaanku sendiri. Sudahlah.

Kisah lainnya. “MALAM NATAL SUSTER MAGNUSSEN” menceritakan nasib malang seorang wanita yang hidup sendirian saat disambangi Santa Klaus palsu (baca: sepenangkapanku). “PEMEGANG BUKU” sebetulnya menarik, tentang bagaimana pegawai korup menanggung getah dari perbuatannya. Tapi keduanya tidak menimbulkan kesan sekuat kisah-kisah lain yang telah kusinggung.

Hasil terjemah buku ini tidak begitu enak menurutku. Walau aku masih bisa menangkap emosi dari situasi-situasi tertentu dalam kisah-kisah tertentu. Dan menikmatinya. Sepertinya kesan yang ditimbulkan akan lebih mengena apabila aku memahami bahasa Belanda, dan membaca buku ini dalam bahasa aslinya tersebut. Untuk saat ini aku baru bisa berkhayal.

Banyak orang betah melakukan riset supaya bisa menulis sesuatu yang sebelumnya tidak mereka kuasai. Banyak pula orang menulis demi uang. Maka kututup pembacaan ini dengan kalimat dari Bob den Uyl dalam “BANGKITNYA KEGUSARAN” yang menggelitikku.

“…janganlah menulis tentang hal-hal yang engkau tidak kuasai sepenuhnya, maka dapat disimpulkan, bahwa hal itu hanya dilakukan untuk memperoleh uang, dan itu memuakkan sekali.” (halaman 71)

Bakal betul-betul membangkitkan kegusaran kukira. He.[] 

2 komentar:

  1. :D senang baca review-nya dan tau kalo buku ini masih ada.
    Dulu aku baca Kisah Jerman Sepanjang Zaman di perpusatakaan sekolah SMAN 1 Surabaya, yang alur cerita dan gaya bahasanya yang agak berbeda dengan pengarang Indonesia di masa yang sama. Desain covernya yang sederhana, selalu kuingat :D

    Apa ada versi PDFnya ya?
    Sudah pasti susah nyari copy aslinya karena buku ini udah lama banget diterbitkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kalau ada versi pdf-nya, apalagi dari negara2 lain, saya juga mau, Mbak, hehehe.
      Terima kasih, Mbak Audee, sudah berkunjung dan meninggalkan jejak :D

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...