Minggu, 02 Juni 2013

Samuel [1968]




Sebagian anak lelaki sangat kuat. Mereka tidak takut pada apapun. Mereka memanjat dinding dan membungkuk di atas. Tidak hanya berani ke atap, tapi mereka juga membuat kegaduhan di sisi tergelap kolong, bahkan yang super pun tidak suka ke sana. Mereka juga berayun-ayun dan berlompatan di peron di antara pintu-pintu yang terkunci pada kereta bawah tanah.
Empat bocah berayun-ayun pada peron yang bergoyang. Nama mereka adalah Alfred, Calvin, Samuel, dan Tom. Para pria dan wanita dalam kereta pada sisi yang lain mengamati bocah-bocah tersebut. Mereka tidak suka melihat para bocah berayun-ayun atau melompat tapi tidak ingin mencampuri. Tentu saja sebagian dari para pria dalam kereta juga pernah menjadi bocah-bocah yang berani seperti itu. Salah satu dari mereka pernah membonceng ekor truk yang sedang melaju dari New York ke Rockaway Beach tanpa terjatuh, hingga jemarinya kesakitan namun tidak kehilangan pegangan. Tidak terjadi kecelakaan apa-apa. Ia telah membuat kesepakatan dengan teman-temannya yang lebih memilih untuk mengamati saja: Mulai dari Eight Avenue dan Fifteenth Street, ia akan sampai ke tempat tertentu, mungkin Twentythird dan sungai, dengan meloncati atap demi atap dari truk-truk yang bergerak. Ini sulit dilakukan ketika truk menikung ke arah yang salah sementara truk terdekat beberapa kaki lebih tinggi. Ia mencoba tiga atau empat kali sebelum berhasil. Inspirasinya datang dari film semasa sekolah berjudul The Romance of Logging. Ia telah menyelesaikan SMA, menikah dengan temannya, bekerja sembari mengambil kuliah malam.    
Kedua pria ini dan lainnya melihat keempat bocah melompat dan berayun-ayun di peron dan berpikir, Sepertinya asyik bisa seperti itu, apalagi sekarang cuaca sedang bagus dan kereta sedang keluar dari terowongan dan telah melewati Bronx. Lalu mereka pikir, Anak-anak ini sepertinya benar-benar bersikap dungu. Mereka masih kecil. Lalu mereka mengenang keberanian yang pernah mereka lakukan ketika masih bocah dan berayun-ayun tak terasa berbahaya.
Para wanita dalam kereta sangat marah ketika melihat keempat bocah itu. Mereka mengerutkan dahi, berharap para bocah melihat rasa tidak senang mereka. Salah seorang waita ingin bangkit dan mengatakan, Hati-hatilah kalian, anak-anak tolol, menyingkirlah dari peron atau akan kupanggil polisi. Tapi tiga dari para bocah itu adalah Negro sedang yang keempat ia tidak dapat mengenalinya dengan pasti. Ia takut mereka akan menertawakan dan mempermalukannya. Ia tidak takut jika para bocah itu memukulinya, ia lebih takut dipermalukan. Wanita lainnya berpikir, Ibu-ibu para bocah ini tidak tahu di mana anak mereka berada. Sebetulnya itu tidak benar. Para ibu tahu bahwa anak-anak mereka pergi untuk menonton pameran misil di Fourteenth Street.
Di luar peron, kapanpun kecepatan kereta bertambah, para bocah akan mengangkat tangan mereka dan mengarahkannya ke langit bak roket yang lepas landas, lalu mereka men-dar-der-dor kaca jendela antipecah bagai senapan mesin, walau tidak ada senapan mesin yang dipamerkan.
Hanya petugas mesin yang tahu kenapa kereta mendadak berjalan pelan. Wanita yang semula takut dipermalukan melihat para bocah tersentak ke depan dan ke belakang dan menyambar rantai pengaman yang berayun. Ia memiliki seorang anak di rumah. Ia bangkit dengan tegas dan menuju ke pintu. Ia geser terbuka dan berkata, “Kalian bisa terluka. Kalian bisa terbunuh. Aku akan memanggil kondektur kalau kalian tidak pergi ke kereta berikutnya dan duduk dan diam.”
Dua di antara para bocah itu berkata, “Ya, Bu,” dan bertingkah seolah mereka akan pergi. Dua dari mereka mengedipkan mata beberapa kali dan mengatupkan bibir bersamaan. Kereta  kembali melaju cepat. Pintu bergeser menutup, memisahkan wanita itu dari para bocah. Ia bersandar pada sisi pintu karena ia harus turun di pemberhentian selanjutnya.
Para bocah memandang lebar-lebar pada satu sama lain dan tertawa. Wanita itu menjadi malu. Para bocah melihatnya dan tertawa semakin keras. Mereka menggebuk punggung satu sama lain. Samuel tertawa paling keras dan menggebuk punggung Alfred sampai Alfred terbatuk dan air matanya keluar. Ia berkata, “Kenapa kamu menangis? Kamu bayi, ya?” dan tertawa. Seorang pria yang pada masa mudanya cenderung berhati-hati alih-alih bernyali menjadi marah. Ia berdiri tegak dan menatap para bocah itu selama beberapa detik. Lalu ia berjalan ke ujung kereta, di mana ia menarik kabel tanda bahaya. Nyaris sekali, dengan desir yang mengerikan, tekanan udara melepaskan rem dan roda-roda terkait dan tertahan.
Orang-orang yang berdiri tumbang ke depan, lalu ke belakang. Samuel telah melepaskan pegangannya pada rantai sehingga ia bisa menggebuk Tom begitupun Alfred. Semua penumpang dalam kereta terbanting ke depan dan ke belakang, namun ia terlempar ke depan saja dan kepalanya jatuh terlebih dulu hingga remuk dan tewas di antara kereta-kereta.
Kereta berhenti dengan keras, setengah jalan menuju stasiun, dan kondektur memanggil petugas yang mengetahui peristiwan kematian ini, dan bagaimana caranya mengambil jasad dari roda dan rem. Timbul keheningan, terkecuali para penumpang dari kereta lain yang bertanya-tanya, Apa yang terjadi! Apa yang terjadi! Para wanita yang menanti ingin tahu apakah ia anak satu-satunya. Para pria mengenang sore itu sebagai akhir yang buruk. Para bocah tetap berdekatan satu sama lain, bersandar dan bersentuhan pundak, tangan, dan kaki.
Ketika para polisi mengetuk pintu dan memberinya kabar, ibu Samuel mulai menjerit. Ia menjerit sepanjang hari dan mengerang sepanjang malam, walaupun para dokter mencoba untuk menenangkannya dengan pil.
Oh, oh, ia menangis dengan putus asa. Ia tidak tahu bagaimana ia bisa memiliki anak seperti itu lagi. Bagaimanapun juga, ia wanita yang masih muda dan ia hamil. Lalu selama beberapa bulan ia berpengharapan. Anaknya yang lahir seorang laki-laki. Mereka membawakan bayi itu padanya untuk dilihat dan disusui. Ia tersenyum. Tapi dengan segera ia menyadari bahwa bayi tersebut bukanlah Samuel. Ia dan suaminya telah memiliki anak lain, tapi tidak akan pernah ada lagi anak lelaki yang seperti Samuel.[] 




Catatanku

Cerpen Grace Paley ini semula dipublikasikan dalam majalah The Atlantic Monthly, kemudian dikumpulkan bersama cerpen-cerpen lainnya dari pengarang yang sama di bawah judul Enormous Changes at the Last Minute pada tahun 1974. Harper memasukkan cerpen ini di bawah banyak tema, yaitu Childhood and Adolescence, The Individual and Society, Parents and Children, serta Race, Class, or Cultural Conflict, sebagaimana bisa kita temukan sendiri unsur-unsur tersebut dalam teks.
Cerpen ini menunjukkan bagaimana sebuah situasi dilihat dari berbagai perspektif yang mewakili karakter stereotipe: anak-anak, dewasa (pria dan wanita), juga orangtua. Perbedaan perspektif (karakter) menyebabkan orang berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh seseorang bernama Henry James, “Character is action”. Pria yang dulunya suka aksi membiarkan saja tingkah Samuel dan kawan-kawan, sedang pria yang dulunya lebih suka berhati-hati akhirnya menarik kabel tanda bahaya yang menyebabkan Samuel tewas. Contoh yang kedua juga menunjukkan bahwa cerpen ini mengandung ironi: bagaimana perbuatan seorang pria yang mungkin bermaksud baik, yaitu hendak menghentikan tingkah anak-anak yang menurutnya tidak baik, malah mengakibatkan tragedi.
Paradoks dalam cerpen ini ditampilkan dengan kalimat pertama yang secara umum menempatkan anak laki-laki sebagai sosok yang kuat (dari teks asli: “Some boys are very tough”), sedang kalimat terakhir justru mengungkapkan keunikannya sebagai individu (“…never again will a boy exactly like Samuel be known.”).
Cerpen ini merupakan cerpen pertama dalam The Harper Anthology of Fiction yang aku coba terjemahkan dengan kemampuan bahasa Inggris yang terbatas. Mohon maaf apabila hasil terjemahanku belum baik, masukan sangat diharapkan. Teks asli bisa dilihat di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain