Science
Film Festival merupakan salah satu program Goethe Institut selaku pusat
kebudayaan Jerman untuk mengenalkan budaya ilmiah ke seluruh dunia. Sasarannya
terutama pelajar muda, sehingga mereka tertarik pada sains dan teknologi dan
mengarahkan pilihan karier pada bidang tersebut. Di Indonesia festival ini akan
dilangsungkan pada 13-28 November 2014 di 37 kota. Di Bandung pemutaran
film-film festival diadakan pada 17-22 November 2014 di YPBB Urban Centre dan
Institut Teknologi Bandung (ITB) serta pada 24-28 November 2014 di Institut
Français Indonesia (IFI).
Film-film dalam
festival ini diproduksi oleh berbagai negara, sebut saja Jerman, Prancis,
Brazil. Chili, bahkan Filipina dan Indonesia, dan dibuat khusus dengan tema
tertentu. Untuk tahun 2014, temanya adalah Teknologi
Masa Depan. Durasi tiap-tiap film pendek saja, bahkan ada yang cuma dua menit. Film-film yang terkumpul lalu diseleksi oleh juri regional
untuk keperluan pemutaran di negara masing-masing. Komposisi juri bukan saja profesional dalam perfilman, tapi ada juga yang pelajar SD dan SMA. Film-film
itu lalu dialihsuarakan sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat setempat. Di
Indonesia terpilih total 15 film yang akan diputar secara bergantian dan
berulang di masing-masing tempat penayangan. Sayangnya, film-film ini tidak
diperjualbelikan kepada umum. Film-film yang telah diputar pada festival sebelumnya
tidak boleh dipertunjukkan lagi, begitupun film-film pada festival tahun ini
tidak akan dapat dipertontonkan lagi pada kesempatan lain. Karena itu, jangan
sampai ketinggalan deh!
Selain
itu, di SFF kita tidak cuma menonton. Setelah pemutaran film, ada kakak-kakak relawan
dari Goethe Institut yang akan mengajak peserta untuk bereksperimen sederhana.
Bagi yang telah berpartisipasi, ada hadiah menarik yang akan diberikan.
Hari pertama Science Film Festival 2014 di YPBB Urban Centre
Di YPBB
Urban Centre yang berlokasi di Jalan Sidomulyo 21, Bandung, pemutaran film
dilakukan dalam dua sesi yaitu pukul 10-12.00 dan 13-15.00 WIB.
Pada hari
pertama pemutaran (17/11), acara dibuka dengan sambutan dari Kang Entis dan
Bapak David dari YPBB serta Ibu Sulastri dari Goethe Institut.
Peserta
kebanyakan anak-anak setingkat sekolah dasar dan balita. Sebagian didampingi
orangtuanya. Ada yang bersekolah di rumah (homeschooling)
sehingga bisa datang pada sesi pertama, banyak juga yang dari sekolah umum
sehingga baru datang setelah siang dan akibatnya suasana Urban Centre pun
menjadi meriah.
|
Kakak-kakak relawan diajari yel-yel dalam bahasa sunda:
"Abdi resep, anjeun resep, sadayana resep!" |
Sebelum
pemutaran film, terlebih dulu peserta diajari yel-yel dengan gerakan tangan yang
mudah sekali diikuti: “Science Film
Festival Indonesia 2014, saya suka, kamu suka, semua suka!” Selain itu, ada suguhan
gratis dari HiLo bagi peserta.
Sesi pertama
Pada sesi
pertama, ada empat film yang diputar, yaitu The
Show with the Mouse: Synthetic Wood-Plastic, I Got it! Windmills, Chasing
the Cardinal Direction, dan Cartoon
Away.
The Show with the Mouse: Synthetic Wood-Plastic menunjukkan bagaimana
pabrik di Jerman membuat plastik dari limbah kayu. Plastik itu kemudian dijadikan
suling. Bunyinya ternyata berbeda dari suling yang dibuat dari kayu betulan.
I Got it! Windmills merupakan film produksi Filipina yang menjelaskan mengenai
kincir angin. Aktor pemainnya bertingkah sangat kocak, sampai-sampai yang
menonton pun mesem-mesem.
Kita boleh
bangga dalam festival bertaraf internasional ini ada film produksi dalam
negeri yang turut diputar, yaitu Chasing
the Cardinal Direction alias Mengejar
Mata Angin. Film ini memberi kita berbagai tips untuk mengetahui arah mata
angin saat berada di perjalanan. Kadang tips yang diberikan terasa lucu,
semisal bertanya pada orang di jalan, memerhatikan arah kuburan, mencari masjid
dan menemukan kiblatnya, sampai menyetel GPS di smartphone karena toh kini kita hidup pada era teknologi. Tapi ada
juga cara-cara yang natural, semisal memerhatikan matahari yang terbitnya di di
timur dan terbenamnya di barat, atau letak lumut pada pohon yang
pertumbuhannya mengarah ke terbitnya matahari.
Film
selanjutnya dari Brazil dan berjudul Cartoon
Away tidak kalah lucu, menceritakan tentang karakter animasi yang bandel
dan tidak mau diam di kertas. Penonton pun terus mesem-mesem.
Eksperimen
yang dilakukan kemudian masih berhubungan dengan film-film yang sebelumnya
ditonton. Terlebih dulu kakak-kakak relawan menunjukkan cara kerja eksperimen,
lalu mempersilakan adik-adik peserta mencobanya. Barangsiapa yang berhasil
menyelesaikan tantangan lebih cepat daripada yang lainnya, ialah pemenangnya.
|
Padamkan saja apinya, biar dapat hadiah
menarik dari kakak relawan, hihihi |
Eksperimen
pertama dinamakan Balon Pemadam Api. Peserta diminta memilih botol yang telah
ditutupi balon kempes. Ada botol yang besar, ada yang kecil dan telah dilubangi.
Peserta lalu diminta menggembungkan balon pada botol itu bagaimanapun caranya.
Lalu bagaimanapun caranya juga, peserta harus memadamkan api pada lilin di
depannya dengan udara dari balon hasil tiupan itu. Nah, manakah di antara kedua
botol itu yang dapat digunakan untuk memadamkan api?
|
Tiup sedotannya sampai bunyi! |
Adapun
pada eksperimen kedua, yaitu Sedotan Bersiul, peserta disediakan sedotan,
gunting, dan segelas air. Bagian tengah sedotan digunting sebagian, tapi jangan
sampai terpotong. Tekuk bagian yang hampir terpotong itu, masukkan ke dalam
air, lalu tiup sampai terdengar bunyi siulan. Kok bisa, ya?
Jawabannya
dapat diterangkan dengan sains!
Sesi kedua
Pada sesi
kali ini, film yang diputar, yaitu Global
Ideas: What is Your Personal CO2 Balance?, The Show with the Mouse: Children
Imagine the Future, Nine-and-a-Half: A Life without Plastic, serta Quark!
Kedua film
yang pertama, kendati berdurasi singkat saja—masing-masing tidak lebih dari lima menit—tampaknya membuat sebagian besar peserta yang notabene anak-anak
terpukau, sebab disajikan dengan teknik animasi dan visual yang beragam. Film
pertama memberitahu tentang berapa sedikitnya emisi karbon yang dapat dihasilkan seorang manusia agar bumi terjaga
dari kerusakan. Adapun film kedua berisi imaji-imaji mengenai kemungkinan
kecanggihan teknologi pada masa depan.
Film
ketiga menunjukkan bagaimana Johannes, seorang pemuda dari Jerman, berusaha
hidup tanpa plastik. Dimulai dengan menyingkirkan benda apapun yang terbuat
dari plastik dari dalam kamarnya, termasuk sikat gigi, koleksi CD dan DVD,
pakaian yang mengandung poliester, alat-alat kebersihan, sampai laptop dan
ponsel. Kamarnya pun menjadi nyaris kosong-melompong. Setelah itu, ia pergi
berbelanja makanan dan minuman apapun yang kemasannya tidak terbuat dari
plastik. Tidak banyak. Makan malamnya hanya roti kering dilapisi mentega, ditambah pisang. Susu tidak jadi diminumnya karena rupanya pelapisnya saja yang terbuat
dari kertas, kemasan di baliknya tetap plastik. Ia juga mencari beberapa
perabotan di berbagai toko, mulai dari alat-alat kebersihan sampai sikat gigi.
Kesimpulannya, hidup tanpa plastik tidak mudah dan lebih mahal. Padahal selama ini
pembuatan plastik—seperti dikatakan Bapak David sewaktu akhir sesi
pertama—telah menghabiskan banyak sekali energi yang tidak dapat diperbarui,
yaitu minyak bumi. Coba bayangkan bagaimana jadinya bila kita terus-menerus
melestarikan penggunaan plastik, dan tidak ada lagi minyak bumi yang tersisa
untuk keturunan kita? Selain itu, plastik tidak selalu berdampak positif bagi kehidupan manusia karena sulit terurai dan lain-lain. Johannes juga mengajak kita untuk memikirkan barang alternatif apalagi yang kira-kira bisa digunakan untuk menggantikan fungsi plastik.
Film
terakhir sangat imajinatif. Bayangkan ada seorang anak yang dapat membesar
hingga melampaui jagat raya. Teman-temannya menyuruhnya agar terus membesar dan
membesar hingga mereka dapat meneliti partikel di kakinya. Kejadian ini
jelaslah menghebohkan umat manusia, maka mereka bergembira saat anak itu
menyusut kembali. Lucu.
Peserta
yang jumlahnya berlipat dibandingkan pada sesi pertama tampaknya ketagihan
menonton film. Namun mereka juga antusias dengan eksperimen. Kakak relawan
sampai menyuruh mereka mengacung cepat-cepat, lalu memilih tiga saja di
antaranya.
Eksperimen
yang diberikan mula-mula Balon Meraung dan Cincin Tolak-tolakan.
|
Putar-putar balonnya, tapi tidak perlu sampai dijilat,
apalagi dicelupin! |
Pada Balon
Meraung, peserta diminta memilih antara mur dan kelereng, lalu memasukkannya ke
dalam balon yang kemudian ditiup dan diikat. Ketika balon yang terisi oleh mur
diputar-putar, terdengar suara seperti raungan sepeda motor. Adapun pada balon
yang terisi oleh kelereng, tidak terdengar apa-apa. Menurut kakak relawan,
bentuk mur menyebabkan adanya gesekan dengan permukaan balon yang lantas
menjadi getaran. Dari getaran tersebut timbullah bunyi. Kalau kita memegang
leher sembari bersuara, akan terasa pula adanya getaran dari pita suara. Adapun
bentuk kelereng yang bulat licin tidak menghasilkan gesekan sebesar mur.
|
Ini dia, juara pertama Cincin Tolak Angin |
Pada
Cincin Tolak-tolakan, dalam sekali percobaan peserta diminta menyusun tiga buah
magnet cincin melalui sedotan yang ditancapkan pada plastisin. Magnet cincin
ini tidak boleh saling menempel, atau percobaan harus diulang. Salah satu
peserta berhasil menyelesaikan tantangan lebih cepat daripada yang lainnya.
Rupanya ia sudah mengenal konsep magnet dan menguji magnet-magnet cincin itu
terlebih dulu sebelum dimasukkannya pada sedotan.
Tidak puas
dengan dua eksperimen, para peserta meminta lagi. Akhirnya kakak relawan
memberikan satu eksperimen lagi, yaitu Terompet Sedotan. Cara kerjanya gampang
saja. Gunting sedotan. Pada ujungnya buat bentuk V yang pipih, lalu tiup. Kalau
benar caranya, potongan sedotan itu akan mengeluarkan bunyi seperti terompet.
Makin panjang ukuran potongannya, makin rendah nada yang dihasilkan. Suara
terompet dapat dibuat lebih keras dengan memasukkan kertas yang telah dibentuk
menjadi corong ke sisi potongan sedotan yang bukan berbentuk V.
Menonton film, bereksperimen, sekalian belajar sadar lingkungan
di YPBB
|
Sampahnya dibuang ke wadah yang mana, ya? |
YPBB
merupakan organisasi yang memiliki misi memahamkan gaya hidup organis pada
masyarakat, misalnya pemilahan sampah, minimalnya membuang sampah pada
tempatnya. Di YPBB ada banyak tempat sampah yang ditandai berdasarkan jenis
sampah yang hendak dibuang, misalnya sampah organik, sampah kertas, sampah
plastik, sampah logam, dan sebagainya. Bahkan menurut salah satu stafnya,
keberadaan tempat sampah ini sebetulnya “terpaksa” karena akan lebih baik lagi
kalau kita tidak menghasilkan sampah sama sekali alias menerapkan gaya hidup zero waste. Benda apapun yang dikatakan
“sampah” sebaiknya dapat dimanfaatkan kembali melalui prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Karena itulah,
di YPBB juga tersedia keranjang takakura untuk mengolah sampah organik secara
mandiri. Selain itu, YPBB berusaha memanfaatkan sumber-sumber dari alam untuk
memenuhi keperluan sehari-hari, misalnya tenaga surya untuk menyalakan senter,
pot tanah liat untuk menyaring air mentah sehingga layak diminum, dan
sebagainya.
Maka
seusai acara, anak-anak pun diarahkan untuk belajar membuang kotak susu dari sponsor
pada tempat yang tepat, sedangkan orangtua
dapat melihat-lihat beberapa alternatif gaya hidup yang barangkali dapat
diterapkan di rumah sendiri. Demikian untuk masa depan yang lebih baik, tidak
hanya dengan mengenal sains dan teknologi, tapi juga dengan mengamalkan gaya
hidup ramah lingkungan sedari dini.[]
Kontak Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)
Alamat | Jl.Sidomulyo No. 21 Bandung 40123 |Phone | 022-2506369-082218731619 |Email |ypbb@ypbb.or.id | Facebook | YPBB Bandung |Twitter | @ypbbbdg |Yahoo Messenger | ypbb_humas |