Kamis, 03 April 2014

Terjemah Lebih Mudah dengan Memecah-mecah Kalimat

Yang saya harapkan dari buku berjudul Teknik Membaca Textbook dan Penterjemahan (ya, pakai “t”) tentunya adalah mengenai “penterjemahan”-nya. Karena belakangan ini saya telah mencoba-coba menerjemahkan sejumlah cerpen dengan segenap kesoktahuan dan pemahaman bahasa Inggris yang pas-pasan. Barangkali saya bisa mendapatkan semacam insight (???) yang akan memperbaiki kemampuan saya dalam pratik penerjemahan.

Sebelumnya saya beberkan dulu sedikit mengenai perawakan buku ini: di sudut kanan atas tercatat 6/2-87 dan 1700—kita bisa berasumsi deretan angka yang pertama adalah tanggal sedangkan yang kedua adalah harga; ukurannya sekitar satu senti lebih pendek daripada ukuran buku tulis biasa; tebalnya 83 halaman; diterbitkan oleh Kanisius yang beralamat di Yogyakarta; yang ada pada saya adalah cetakan ketiga, 1986; di balik sampul depan terselip buklet Biro Kursus Tertulis (Bahasa Inggris) “AIDA” yang beralamat di Jakarta; dan kalau bagian tengah sebelah bawah dihirup, ada aroma semacam minyak angin yang entah sudah berapa lama terserap di sana.

Dalam “KATA PENGANTAR”, dikatakan bahwa buku ini ditulis akibat serba keterbatasan yang dialami penulisnya selama mengajar di dua perguruan tinggi negeri di Bandung. Salah satunya adalah: keterampilan membaca dalam bahasa Inggris masih kurang dimiliki oleh para mahasiswa. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi mereka yang ingin meningkatkan “ketrampilan membaca buku maupun majalah, novel yang ditulis dalam bahasa Inggris”. Tapi ternyata penerjemahan teks sastra disinggung hanya sedikit sekali. Hanya satu paragraf! Boro-boro bicara novel…

Begini katanya, di halaman 32, terjemahan teks sastra itu agak sulit dibandingkan teks ilmiah. Dalam teks sastra terdapat ungkapan-ungkapan yang tidak bisa begitu saja diterjemahkan secara harfiah. Kalau dipaksakan, hasilnya, selain tidak lazim dalam bahasa sasaran, juga bisa-bisa memiliki makna yang menyimpang dari maksud bahasa aslinya. Sebagai contoh, kalimat dalam bahasa Inggris “He kicks the bucket” tidak bisa serta-merta diterjemahkan menjadi “Dia menyepak ember”, sebab ungkapan “to kick the bucket” mempunyai pengertian “to die”. Contoh lainnya, ketika mencoba untuk menerjemahkan cerpen “Solid Objects” dari Virginia Woolf, saya menemukan ungkapan “ghost of chance”. Kalau saya terjemahkan sekenanya saja, menjadi “hantu kesempatan, o, tentu ganjil bukan kedengarannya? Untung ada Google—kamus sagala aya!

Nah, adapun jenis teks yang dibicarakan dalam buku Teknik Membaca Textbook dan Penterjemahan ini, ya tentu saja… textbook. Mulai dari bidang CIVIL ENGINEERING, CHEMISTRY, BIOLOGY, sampai LANGUAGE. Masing-masingnya disertai contoh kalimat yang berkaitan dengan bidang ilmu tersebut. Kiat menerjemahkannya yakni dengan memotong-motong kalimat menjadi kelompok-kelompok kata yang dinamakan frasa dan klausa, serta menentukan mana subject, verb, object, adverbial, complement, dan sebagainya. Karena itulah bab mengenai penerjemahan ini didahului oleh bab mengenai tata bahasa Inggris agar pembaca dapat membedakan unsur-unsur kalimat tersebut—lengkap dengan diagram-diagram berisikan pola, rumus, apa yang semacam itu. Masing-masing potongan daripada kalimat itu kemudian diartikan, lalu disambung-sambungkan hingga tersusun menjadi kalimat baru dalam bahasa yang dimengerti oleh pembaca sasaran.

Contohnya begini, saya ambil dari halaman 59 di mana ada kutipan teks dari bidang DENTISTRY.

The exposed part of a tooth is the crown, the concealed part is the root.

Kita cacah-cacah menjadi:

The exposed part of a tooth/ is/ the crown/ the concealed part/ is the root.

Kelompok kata pertama adalah subject. Kelompok kata kedua adalah verb, sedang yang ketiga adalah complement. Urut-urutan ketiganya disebut main clause.  Begitupun urut-urutan kalimat berikutnya, adalah main clause kedua. (Ini contoh kalimat yang mudah. Banyak contoh yang jauh lebih rumit dan panjang dari ini.) Masing-masing kelompok kata tersebut kemudian diartikan.

The exposed part of a tooth = bagian gigi yang terbuka/ is the crown = adalah kepala gigi/ the concealed part = bagian yang terselubung/ is the root = adalah akar/

Disambung menjadi:

Bagian gigi yang terbuka adalah kepala gigi dan bagian yang terselubung adalah akar.

Saya pernah menerapkan cara yang hampir mirip saat mencoba untuk menerjemahkan paragraf-paragraf pertama “Solid Objects” yang keterluan panjangnya. Tapi tidak sampai membedakan ini subject, ini verb, dan seterusnya, melainkan hanya memotong-motongnya jadi kelompok-kelompok kata. Agaknya penulis berbahasa Inggris punya kecenderungan menggemukkan kalimat. Jangan tanggung-tanggung sebagai penulis—jangan pelit kasih informasi! Semisal, tidak cukup Anda mengatakan “The boy is a student”. Perkaya kalimat Anda menjadi “The lazy, dirty, tall boy who came here last night is a student.” (Halaman 18-19)

Sebaliknya dengan bahasa Indonesia. Oleh dosen pembimbing skrispi saya (oh, masa itu sudah lama berlalu…), saya diajarkan untuk menulis dengan kalimat-kalimat sederhana yang bisa berdiri sendiri. (Hindari “ini” atau “itu” sebagai pengganti subjek—subjek harus disebutkan dengan jelas!). Pokoknya strukturnya harus S-P-O-K. Satu kalimat satu gagasan. Hindari kalimat majemuk yang bertingkat-tingkat. Anak kalimat jangan mendahului induk kalimat. Kalau kita lihat karya ilmiah pada umumnya, tentu saja aturan ini tidak mesti berlaku. “Tergantung dosen pembimbing masing-masing,” begitu sering kita dengar di kalangan mahasiswa skrispi.

Dengan memecah-mecah kalimat seperti itu boleh jadi kita agak mudah dalam mencerna teks. Teknik lainnya dalam membaca textbook adalah: Pertama-tama, bacalah sepintas bagian pendahuluan, daftar isi, teks, daftar istilah, daftar pustaka, dan indeks; Kedua, gunakan metode SQ3R alias SURVEY, QUESTION, READ, RECITE, dan REVIEW. SURVEY berarti membaca sepintas (skimming) bagian yang ditugaskan untuk dibaca dengan tujuan menangkap ide dalam teks tersebut. QUESTION berarti mengajukan pertanyaan yang hendak dicari jawabannya di dalam teks. READ berarti membaca lagi untuk menemukan jawaban daripada pertanyaan yang telah dibuat—kalau perlu tandai hasilnya. RECITE berarti mengungkapkan lagi hal-hal yang telah didapatkan dan merenungkannya. Dan REVIEW berarti membuat ringkasan teks secara keseluruhan dengan mengumpulkan ide utama dari tiap bagian. Ada buku tersendiri mengenai metode membaca ini. (Adapun dalam buku ini penjelasannya hanya 1,5 halaman.) Dalam bahasa Indonesia ada buku berjudul Speed Reading, tampaknya sudah dicetak ulang berkali-kali, tapi saya lupa apa saja isinya ha-ha-ha, barangkali ada pula mengenai SQ3R.

Membaca buku ini seperti menyegarkan ingatan akan pelajaran bahasa Inggris. Bagaimanapun pada saat buku ini ditulis kebanyakan textbook yang tersedia ditulis dalam bahasa Inggris. (Sepertinya sekarang pun masih begitu. Kalau dalam bahasa Indonesia, namanya “diktat” dan jauh lebih tipis… atau tebal tapi terjemahan dari bahasa Inggris...) Oleh karena itu penguasaan bahasa Inggris amatlah penting demi transfer ilmu pengetahuan (jyah!). Biarpun begitu, kalau Anda tergolong kaum yang tidak mudah dalam hal mempelajari bahasa, berarti kita bisa saling bersimpati. Dengan membaca teori saja, yang menempel pada ingatan hanya sedikit sekali. Lebih praktis dengan praktik (cuman beda satu huruf di belakang toh… hehe…): Bergabung dengan klub bahasa Inggris di RRI; Menjalankan program Terrible English Journal (eh, betul enggak ya, istilahnya, pokoknya menulis catatan harian dalam bahasa Inggris biarpun hasilnya kacau-balau!); Atau coba-coba menerjemahkan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...