Rabu, 17 Maret 2010

Bandung – Kutoarjo – Jogja: Perjalanan Berisi Kenikmatan dan Kesialan yang Datang Silih Berganti, Bagian 3 dari 4

Terdampar di Kutoarjo

Seturunnya dari kereta, saya berencana untuk membeli tiket Pramex dulu baru ke musola untuk menunaikan solat subuh yang kesiangan. Saya tidak tahu Pramex berikutnya akan datang kapan. Saya mengira ia akan datang segera. Saya pun ke luar peron. Ke luar dunia dalam stasiun dan berhadapan dengan lingkungan Kutoarjo. Selamat datang di Kutoarjo! Hm, pemandangan di depan saya kurang mencirikan sebuah perkotaan.

Di mana ya saya bisa membeli tiket Pramex? Seorang gadis berkerudung hitam, berbaju garis-garis biru dan rok panjang hitam, bersandal jepit kuning, menyandang ransel kembung, dan menenteng sekeresek hitam besar berisi sale pisang tampak mondar-mandir di pelataran stasiun. Pada pagi yang dibilang cerah nanggung tapi dibilang mendung juga nggak, ia mendekati loket informasi karena satu-satunya loket yang buka selain loket itu hanyalah loket yang menjual tiket kereta ekonomi. Dan antriannya panjang. Dan sepertinya tidak menjual tiket Pramex.

“Beli tiket Pramex di mana ya?”

“Di loket tiga. Bukanya baru jam tujuh.”

Saya melirik lingkaran jam yang menempel di dinding ruangan di balik loket. Masih jam setengah tujuh kurang. Bagus, saya baru bisa solat subuh setelah jam tujuh nanti. Saya menuju loket tiga yang masih tertutup gorden. Di kacanya tertempel kertas yang memberitahukan kepada saya bahwa kalau saya ingin ikut kuliah jam sembilan hari itu, saya harusnya naik Pramex yang berangkat pukul 5.40 tadi. Pramex berikutnya baru akan berangkat pukul 8.30. Jika perjalanan dari Kutoarjo menuiju Jogja dengan menggunakan Pramex membutuhkan waktu sekitar sejam, maka saya baru akan sampai di Jogja sekitar jam setengah sepuluh. Ditambah perjalanan naik bis menuju kos dan waktu yang diperlukan untuk membereskan bawaan dan membersihkan diri—bahkan jika memungkinkan, sarapan—maka bisa-bisa saya baru siap kuliah setelah jam kuliah telah berakhir. Kuliah jam sembilan maksudnya, karena saya juga masih ada kuliah jam sebelas dan jam satu. Yeah, busy Monday.

Seandainya si Kutojaya berangkat tepat dengan waktu yang tertera di tiket, saya mestinya masih bisa ikut Pramex pukul 5.40. Dan tentu saja bisa ikut kuliah jam sembilan.

Saya mencari-cari tempat yang enak untuk diduduki sembari menunggu jam tujuh. Tidak ada tempat yang sepertinya benar-benar bersih. Seorang bapak menawarkan tumpangan pada saya. Entah apa kendaraannya. Saya bilang saya menunggu Pramex. Bapak itu menawarkan untuk naik bis saja. Saya tidak benar-benar mengindahkan bapak tersebut. Yang pasti-pasti aja deh, Pak! Alih-alih masuk ruang kuliah malah nyasar kan berabe!

Saya juga mencari-cari musola atau masjid di sekitar. Saya sudah tidak sabar untuk segera menunaikan kewajiban saya. Mungkin saya bisa solat dulu sambil menunggu loketnya buka. Saya bertanya pada seorang satpam yang sedang menaikkan portal. Ia tahunya hanya musola yang ada di dalam stasiun. Aduh, tidak mungkin kan saya sengaja beli tiket peron dua ribu lima ratus hanya untuk solat setelah itu ke luar lagi? Ribet.

Saya akhirnya duduk di semacam dudukan semen pada tembok kuning yang memagari teras stasiun. Saya berniat menghabiskan waktu dengan meneruskan menulis catatan perjalanan saya. Entahlah apa status saya sekarang ini. Mahasiswa nyasar? Musafir? Saya membawa beberapa stel pakaian (atasan dan bawahan masing-masing tiga!), pakaian dalam, buku-buku, uang secukupnya, dan makanan. Dengan perbekalan tersebut, kiranya saya bisa bertahan hidup di kota ini sampai saya mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian saya bisa terus menyambung hidup. Pikiran saya mulai ngaco. Rasa haus merambat. Saya tidak membawa air minum untuk perbekalan saya.

Di manakah Kutoarjo ini? Seperti dunia antah berantah saja. Di manakah letaknya di peta? Sepertinya hanya terkenal di kalangan penumpang yang biasa melintasi jalur selatan dengan kereta. Kalau bawaan saya tidak banyak dan berat begini serta tidak sedang dalam masa perkuliahan, melainkan liburan, tentu saya tidak akan segan-segan untuk menjelajahi si Kutoarjo ini.

Saya menulis di tempat tersebut hanya sebentar. Saya merasa orang di belakang saya sengaja mendekat untuk melihat apa yang saya tulis. Dan sepertinya tidak hanya ada ia seorang. Saya turun dari situ. Mencari dan mencari. Akhirnya saya duduk di atas lantai yang meski tidak terlalu bersih tapi lumayanlah untuk diduduki. Saya meneruskan menulis catatan perjalanan saya. Sekitar satu setengah halaman menulis, saya merasa loket yang menjual tiket Pramex sudah buka. Di seberang saya lihat memang sudah ada lebih dari satu loket yang buka dan antriannya panjang sekali. Semoga itu bukan antrian untuk mendapatkan tiket Pramex.

Alhamdulillah, bukan. Saya mendapatkan tiket Pramex yang baru berangkat sekitar satu setengah jam lagi tanpa harus mengantri. Akhirnya, saya bisa juga memenuhi panggilan yang tertunda...


bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain