Selasa, 06 September 2011

Menimbang Buku dengan Tulisan (Bukan dengan Timbangan!)


Judul buku : Teknik Penulisan Timbangan Buku
Pengarang : P. K. Poerwantana
Penerbit : CV. Aneka Ilmu Semarang
Tahun : 1984
Halaman : iv; 20
Harga : 400 rupiah?!

Di atas adalah poin pertama dalam metode penulisan timbangan buku.

Memang buku ini memiliki judul yang lucu. Kali pertama mendapatinya, saya langsung membayangkan sebuah timbangan dengan buku di wadahnya. Tidak, bukan itu. Jangan bayangkan secara harfiah. Toh pada halaman 3 buku ini dijelaskan bahwa, “Timbangan buku dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “Recentie” artinya ialah wawasan akan baik atau buruknya suatu buku.” Oh, jadi begitu rupanya asal mula kata “resensi” dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia!

Penimbang-buku adalah sahabat penulis-buku—terutama penulis-buku yang baru hendak mengorbit. Timbangan buku a.k.a. resensi mengacu pada buku yang baru terbit agar mendapat perhatian dari mereka yang belum membaca. Peran penimbang-buku adalah memberi nilai atau harga terhadap isi buku sehingga orang tertarik untuk membacanya.

Tulis pengarang dalam halaman 4, “Di Indonesia yang masih terasa sering dilupakan ialah menghargai karya orang lain. Dengan kebiasaan adanya resensi buku dapat berarti mulai menghidupkan adanya rasa mau menghargai karya orang lain.” Perlu diingat bahwa buku ini ditulis tahun 1984—silahkan sesuaikan pernyataan di atas dengan kenyataan kini.

Lanjutnya, “Pengakuan yang obyektif di mass-media berarti memberi hormat, memberi penghargaan, mengorbitkan (dalam arti postif) karya seseorang, sehingga semakin menjauhkan adanya kebiasaan negatif dalam ngrasani atau hanya mencela saja karya orang lain.”

Objektif sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2005 (edisi ketiga), berarti “mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.

Menurut pengarang, metode yang digunakan untuk menimbang buku adalah deskriptif-analitis. Artinya, buatlah “lukisan dalam potret kecil suatu buku” yang kemudian dianalisis secara menyeluruh dan diberi konklusi. Setelah menuliskan poin pertama sebagaimana yang telah saya ungkap di atas, berikut adalah yang perlu diperhatikan dalam timbangan buku.

Pengarang

“Buku yang mendekati baik akan “mencantumkan riwayat singkat” pengarangnya dan karya-karya yang pernah dihasilkan” (halaman 6). Aduh. Buku kita tidak mendekati baik kalau begitu, jika kita baru menerbitkan buku pertama sehingga kita belum punya daftar “karya-karya yang pernah dihasilkan”. Terlepas dari itu, memang hal menarik bukan untuk mengetahui latar belakang seorang pengarang? Ini seperti kita membaca rubrik “SOSOK” di harian KOMPAS. Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain melalui rubrik itu.

Namun, “memasukkan nama pengarangnya dalam salah satu alinea tinjauan buku, tidak dimaksudkan sebagai lukisan biografi pengarangnya.” Menurut pengarang, ini hanya sekadar “intermeso yang penting”—tambahan: “Tidak boleh dilupakan”. Jika ada buku yang tidak mencantumkan riwayat pengarang, maka kita perlu untuk tetap mengungkapkannya melalui berbagai isi di dalam buku—contohnya dalam “Prakata”. Pengarang menyebut aktivitas ini dengan “mengerling pengarang”.

“Mengerling pengarang” rupanya memiliki cukup banyak manfaat, di antaranya: mencocokkan keahlian pengarang dan buku yang ditulisnya; mengangkat karya pengarangnya/beserta pengarangnya (tuh, ini mengapa penimbang-buku adalah sahabat penulis-buku); mengenalkan sekadar karya lain yang semacam, dan; mengingatkan pengarang tetap bertanggung jawab pada bobot karyanya.

Abstrak

Bagi mereka yang hendak skripsi, membuat abstrak alias ringkasan atau intisari, harus jadi keterampilan yang wajib dikuasai. Abstrak “memuat informasi singkat tentang isi suatu penulisan dalam 500 kata” (halaman 7).

Dalam resensi, ruang lingkup abstrak bisa lebih luas. Abstrak bisa saja sampai menyinggung sampul buku dan jenis kertas yang digunakan.

Review

Review berarti tinjauan. Menurut pengarang, “tinjauan berarti hanya merupakan laporan saja tanpa hak memberi suatu komentar terhadap buku yang sedang ditinjau” (halaman 7). Kita masih bisa menyumbang saran-saran untuk perbaikan dalam review. Dengan demikian sifat review jauh lebih ringan daripada resensi. Review dibuat sebelum suatu naskah dikeluarkan sedang resensi dibuat setelah penerbitannya. Olala, jelas kini apa bedanya review dengan resensi!

Evaluasi dan kritik

“Evaluasi ialah memberi nilai akan baik atau buruknya sesuatu hal. Dalam hal ini menyangkut suatu nilai atau bobot suatu buku dengan memberikan standar tertentu.” Sedang “kritik adalah uraian tentang suatu kelemahan yang terdapat dalam buku. Seorang kritikus biasanya perlu bahan yang sesuai antara keahliannya dan bahan yang menjadi kritikan. …. Dengan demikian diharapkan seseorang yang sedang meresensi suatu buku tidak jauh bertindak sebagai kritikus. Diharapkan hanya memberikan komentar akan baik dan buruknya suatu buku dengan lebih menekankan pada yang positif” (halaman 8).

Seorang peresensi sebaiknya mencari perbandingan dari buku yang semacam sebagai tolok ukur penilaian.

Konklusi

Konklusi bisa berupa judul timbangan buku, bisa pula kutipan yang menjadi ciri khas buku tersebut. Untuk penutup sendiri, bisa ditambahkan koreksi redaksionil seperti salah cetak.

Pengarang menyarankan agar buku yang dipilih untuk ditimbang adalah “yang paling dekat dengan keahliannya/jurusannya sehingga memudahkan dalam memberi komentar” (halaman 11).

Timbangan buku bukanlah untuk menentukan harga mati sebuah buku, melainkan hanya sebagai arahan. Pengarang menyertakan dua contoh timbangan buku yang sudah pernah dimuat di media massa sebagai contoh untuk dipelajari. Di bab II juga terdapat cara mengirimkan resensi ke penerbit (majalah dan surat kabar). Cara tersebut mungkin masih relevan untuk digunakan setelah dua-puluhan tahun sejak buku ini terbit.

Jadi, terserah mau menimbang buku dengan timbangan betulan atau dengan tulisan—sebagaimana yang sudah saya nukil di atas. Menimbang dengan apapun tampaknya akan sama-sama memberi manfaat bagi calon pembaca. Jelas penulis-buku akan merasa senang juga jika bukunya dibaca, bukan?

Omong-omong, sudah ada belum ya kios/toko/stand-di-pameran buku yang menjual buku secara kiloan? Ya, itu, dengan timbangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...