1 Jan 12, lepas subuh, kami ke pantai kuta. konon saking penuhnya kuta pada malam tahun baru, jalan ke sana ditutup pada pukul 16 wita, 31 Des 11.
masih gelap saat kami menyusuri jalanan tersebut. deretan kafe, hotel, hingga bangunan belum jadi di kanan kami. merekalah yang mewarnai pemandangan di latar hitam. tembok pembatas pantai di kiri kami. di depannya berjejer mobil-mobil terparkir.
dibilang padat, tidak juga. orang-orang berseliweran, masih, sisa-sisa keriaan semalam. bule dan domestik silih berganti. tiba-tiba seorang bule muncul di samping kanan mobil kami. ia berlari ke depan. tangan kirinya menggenggam sebotol hijau. ia hanya memakai celana, sejenis celana pantai, yang ia sengaja pelorotkan hingga menyembulkan sebagian garis belahan pantat plus belahan pantat kanannya. selagi berlari, ia sempat bercakap dengan seorang pemuda domestik. ketika celananya naik dengan sendirinya, ia memelorotkannya lagi hingga terlihat seperti semula.
sudah mulai terang ketika kami menginjakkan kaki di balik tembok. hamparan pasir putih dan lautan menyapa. seorang mas-mas bercengkerama dengan laptop putih di bawah sebuah tenda. di seberangnya, berdiri rangkaian lampu kecil-kecil berbentuk hati. seorang pria bertelanjang dada tidur menghadap ke atas. begitupun seorang wanita, berkaos dan bercelana pendek gelap dua-duanya, namun tubuhnya menimpa tubuh yang pria. mereka menggunakan alas.
menghabiskan subuh dengan sarapan pisang dan teh manis di pantai kuta. adik-adik jalan-jalan lalu balik kanan setelah lihat sepasang bule gigituan. dikit-dikit rintik. akankah hujan lagi seperti kemarin dari sangeh hingga kintamani? kutenteng keresek isi buah dan minuman. maaf, saya bukan pedagang, madam. ini sarapan untuk keluarga, kutinggalkan keresek putih yang tadi jad alas dudukku. dadah. kutemui adik-adik dan kutanyakan, “mana yang tadi gigituan?” “udah enggak ada,” jawab salah satu. yah.
(pantai kuta, 1 Jan 12, 6. 21 wita)
di sekitar mereka, sampah-sampah bertebaran. mulai dari keresek, biota laut, bungkus petasan dan kembang api, makanan dan minuman ringan, hingga minuman keras.
tidak pernah bersentuhan dengan minuman keras, maka botol dari jenis minuman satu ini menarik perhatian saya. ternyata yang saya temukan tidak hanya satu. bagai parade, langkah demi langkah menuju satu arah membawa saya pada botol-botol lainnya. mari berkenalan dengan mereka.
selagi mencari botol miras lagi, seorang anak kecil memperlihatkan kemaluannya padaku, seorang pemuda sempoyongan tak jelas arah, seekor anjing hitam beol ditunggui pemiliknya. akhirnya kutemukan botol miras ketiga, keempat. baunya sudah menyengat meki berjarak. sudah sekitar tidak kendaraan pengangkut sampah yang lewat. botol miras kedelapan, kesembilan, kuabaikan saja.
(pantai kuta, 1 Jan 12, 6.41 wita)
habis minum, ku terus tidur |
berburu miras bikin kepala saya pusing, padahal saya tidak sampai menciumi aroma setiap botol yang saya temukan. bosan dengan miras, kami alihkan perhatian pada sampah organik.
bedakan mana kulit kacang, alga, rumput laut, spons mentah, dan spons mateng! |
ketika kami kembali, pria dan wanita yang tidur bertindihan tadi sudah bangun.
setelahnya, di hotel kami menginap, ada seorang bapak-bapak dari surabaya yang juga tengah pelesir ke bali bersama istrinya. mereka juga menginap di hotel tersebut. papa saya sempat mengobrol dengannya. ketika mengungkit pantai kuta, rupanya suami-istri tersebut berada di sana pada malam pergantian tahun. "bakar duit habis-habisan!" pria itu tampak sangat menyayangkan seakan ia belum pernah melihat petasan dan kembang api dinyalakan sebanyak itu.
jika diuangkan, segala miras, petasan, dan kembang api yang habis semalaman itu, di pantai kuta saja misal, bisa menyambung hidup berapa anak yatim piatu ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar