D'asse adalah sebuah kukis persegi panjang berwarna kuning gading dengan garis zig zag cokelat membelah bagian tengahnya. Bila digigit, ia amat renyah. Nikmatnya perpaduan tepung terigu, lemak nabati dengan antioksidan BHA, gula, telur, kakao bubuk, susu bubuk, garam, pengembang natrium bikarbonat, hingga perisa cokelat kala lumer di lidah sanggup membikin mata terpejam...
Mula perkenalan saya dengan kukis ini adalah ketika saya menemukannya dalam sebuah toples di ruang tamu rumah sepupu saya, Devi (kini kuliah di Teknik Industri ITB, angkatan 2008, hayo, mau info apa lagi?). Saat itu saya masih SD. Pada masa itu tiap liburan saya selalu menginap di rumah Devi.
Kukis ini terbungkus plastik putih dengan garis cokelat. Sekali mencoba, saya ketagihan. Saya akan terus melahapnya hingga berbungkus-bungkus. Hingga saya membelinya sendiri tiap orangtua saya berbelanja di supermarket. Kukis ini biasanya dikemas dalam kardus persegi panjang yang saya sudah lupa rupa persisnya seperti apa--seukuran kraker Jacob-lah.
Hingga saya tidak pernah menemukannya lagi di supermarket. Ia lenyap begitu saja dari peredaran. Tidak hanya kukis ini saja yang bernasib demikian sebetulnya. Saya pernah sampai ingin membuat daftar kudapan-kudapan kesukaan saya yang mendadak tidak dijual lagi. Ada sebuah biskuit lingkaran dengan krim cokelat di bawahnya yang biasanya suka saya ambil dua lalu saya tangkup jadi satu dan saya anggap itu dorayaki kering--saya lupa namanya apa. Ada pula satu nama yang paling sering saya beli saat jam istirahat di kelas 4 SD, Crispy--kemasannya berwarna cokelat kecil, sebuah cokelat batang dengan gerinjil krispi yang kriuk-kriuk kalau dikunyah, harganya empat ratus rupiah. Ada Tik-Tok Cigaro yang ketenarannya sudah padam digantikan Gery Chocolatos--namun sensasi cokelatnya tak akan pernah tergantikan! Ada lagi... apa ya? Alhamdulillah, Oreo enggak hilang dari peredaran yah...
Sejak itu, tiap kali saya melintasi rak biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya di supermarket, dalam sanubari saya terpendam harapan akan menemukan kardus D'asse atau dorayaki-dorayakian atau Crispy atau Tik-Tok Cigaro apalah tersempil di antara deretan kemasan biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya... Yang paling saya harapkan ya si D'asse itu.
Tak terasa, tahun demi tahun berlalu. Saya sudah tidak lagi menginap di rumah Devi tiap liburan. Kami sama-sama sudah melewati SD, SMP, SMA, dan kini berada di tingkat akhir perkuliahan. Berapa tahun lamanya itu? Mungkin ada belasan sejak terakhir kali saya menggigit kukis ramping tersebut. Manis-gurihnya masih suka terngiang-ngiang. Namun tak pernah ia terpandang di rak itu...
Pernah saya menemukan gambarnya di antara deretan kue kering lain yang dikompilasikan dalam suatu kaleng besar. Namun saat itu uang yang saya bawa tidak cukup untuk membelinya. Bolehkah saya membeli D'assenya saja? Sepertinya pernah pula saya merasa akhirnya bisa mendapatkan kaleng yang ada gambar D'assenya. Namun ternyata itu hanya tipu-tipu. Tidak ada D'asse di dalamnya. Oh, D'asse... Aku merindukanmu...
Masih saya suka meniti deretan kemasan biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya yang terpajang di salah satu rak supermarket hingga kini. Hingga 12 Juni 2011 di Super Indo Jalan Kaliurang Yogyakarta. Saya menemukannya.
Seperti ada cahaya bersinar di atas sana. Di tempat di mana kaleng-kaleng putih itu tertata. Ya, D'asse kini sudah berganti kemasan! Ia tidak lagi berada dalam kardus, melainkan kaleng ukuran relatif kecil. Hoooooooo... Seperti ada choir mengawang-ngawang di udara. Saya bersyukur uang dalam kantong rok cukup untuk menebusnya di meja kasir. Tanpa pikir panjang, segera saya timang salah satunya. Ah...
Akibatnya saya harus merelakan si sabun cair karena uang yang saya bawa saat itu ternyata tidak cukup untuk membayar semua barang yang saya bawa...
O, D'asse... Suatu kenikmatan, kelangkaan, kemewahan... Harganya Rp 28.490,- untuk 30 bungkus yang setiap bungkus hanya menampung satu keping kukis di dalamnya. Jadi kalau dihitung-hitung... harga satu bungkus (atau satu keping) D'asse nyaris mencapai seribu rupiah... Begitulah. Sebuah reuni yang mahal harganya. Saya berencana menggunakan kalengnya untuk menyimpan pernak-pernik kenangan saya di masa kuliah.
Baiklah, sudah dulu ya, saya mau bernostalgia dengan si D'asse lagi... ;9
Mula perkenalan saya dengan kukis ini adalah ketika saya menemukannya dalam sebuah toples di ruang tamu rumah sepupu saya, Devi (kini kuliah di Teknik Industri ITB, angkatan 2008, hayo, mau info apa lagi?). Saat itu saya masih SD. Pada masa itu tiap liburan saya selalu menginap di rumah Devi.
Kukis ini terbungkus plastik putih dengan garis cokelat. Sekali mencoba, saya ketagihan. Saya akan terus melahapnya hingga berbungkus-bungkus. Hingga saya membelinya sendiri tiap orangtua saya berbelanja di supermarket. Kukis ini biasanya dikemas dalam kardus persegi panjang yang saya sudah lupa rupa persisnya seperti apa--seukuran kraker Jacob-lah.
Hingga saya tidak pernah menemukannya lagi di supermarket. Ia lenyap begitu saja dari peredaran. Tidak hanya kukis ini saja yang bernasib demikian sebetulnya. Saya pernah sampai ingin membuat daftar kudapan-kudapan kesukaan saya yang mendadak tidak dijual lagi. Ada sebuah biskuit lingkaran dengan krim cokelat di bawahnya yang biasanya suka saya ambil dua lalu saya tangkup jadi satu dan saya anggap itu dorayaki kering--saya lupa namanya apa. Ada pula satu nama yang paling sering saya beli saat jam istirahat di kelas 4 SD, Crispy--kemasannya berwarna cokelat kecil, sebuah cokelat batang dengan gerinjil krispi yang kriuk-kriuk kalau dikunyah, harganya empat ratus rupiah. Ada Tik-Tok Cigaro yang ketenarannya sudah padam digantikan Gery Chocolatos--namun sensasi cokelatnya tak akan pernah tergantikan! Ada lagi... apa ya? Alhamdulillah, Oreo enggak hilang dari peredaran yah...
Sejak itu, tiap kali saya melintasi rak biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya di supermarket, dalam sanubari saya terpendam harapan akan menemukan kardus D'asse atau dorayaki-dorayakian atau Crispy atau Tik-Tok Cigaro apalah tersempil di antara deretan kemasan biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya... Yang paling saya harapkan ya si D'asse itu.
Tak terasa, tahun demi tahun berlalu. Saya sudah tidak lagi menginap di rumah Devi tiap liburan. Kami sama-sama sudah melewati SD, SMP, SMA, dan kini berada di tingkat akhir perkuliahan. Berapa tahun lamanya itu? Mungkin ada belasan sejak terakhir kali saya menggigit kukis ramping tersebut. Manis-gurihnya masih suka terngiang-ngiang. Namun tak pernah ia terpandang di rak itu...
Pernah saya menemukan gambarnya di antara deretan kue kering lain yang dikompilasikan dalam suatu kaleng besar. Namun saat itu uang yang saya bawa tidak cukup untuk membelinya. Bolehkah saya membeli D'assenya saja? Sepertinya pernah pula saya merasa akhirnya bisa mendapatkan kaleng yang ada gambar D'assenya. Namun ternyata itu hanya tipu-tipu. Tidak ada D'asse di dalamnya. Oh, D'asse... Aku merindukanmu...
Masih saya suka meniti deretan kemasan biskuit, kukis, kraker, dan semacamnya yang terpajang di salah satu rak supermarket hingga kini. Hingga 12 Juni 2011 di Super Indo Jalan Kaliurang Yogyakarta. Saya menemukannya.
Seperti ada cahaya bersinar di atas sana. Di tempat di mana kaleng-kaleng putih itu tertata. Ya, D'asse kini sudah berganti kemasan! Ia tidak lagi berada dalam kardus, melainkan kaleng ukuran relatif kecil. Hoooooooo... Seperti ada choir mengawang-ngawang di udara. Saya bersyukur uang dalam kantong rok cukup untuk menebusnya di meja kasir. Tanpa pikir panjang, segera saya timang salah satunya. Ah...
Akibatnya saya harus merelakan si sabun cair karena uang yang saya bawa saat itu ternyata tidak cukup untuk membayar semua barang yang saya bawa...
kukis idaman... |
Baiklah, sudah dulu ya, saya mau bernostalgia dengan si D'asse lagi... ;9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar