Ikat pinggang saya putus kemarin, saya tidak kunjung menemukan gantinya. Sudah ke Indomaret terdekat, toko-toko antaranya dengan kantor balai, sampai koperasi balai.. Jadilah saya berasa remaja gaul tahun 2000-an--dengan celana korduroi cokelat bladus kedodoran yang tertahan di panggul: hipster. Namun tidak hanya celana saya yang kedodoran, tapi juga jam bangun saya (sekitar setengah jam lebih "siang" dari kemarin) dan semangat kami...
Ini hari keempat kami tinggal di kompleks kantor BTNUK--hari kedua "ngantor". Pukul delapan pagi ke sana, saya sudah mengantuk lagi. Ingin rasanya kembali ke rumah Pak Arif dan rebah lagi. Namun saya tetap bertahan dalam sejuknya perpustakaan. Saya berusaha lakukan sesuatu terkait praktek jurusan ini meski kurang produktif. Namun kembali saya bergelut dengan masalah yang sama. Begitu banyak informasi dan saya merasa kepala ini begitu keruh untuk mengorganisasinya.
rada ngegeje di perpustakaan |
Keputusan akhirnya datang. Saat itu masih sekitar jam sepuluh. Di awal "ngantor", kami sudah bertemu Bu Mila untuk menyerahkan proposal kami dan membicarakan kemungkinan untuk mempresentasikannya. Namun, sebagian petugas sedang ada kerjaan di Pulau Peucang, pak kepala balai ada urusan dengan gubernur, dan akhirnya kami tidak jadi presentasi proposal.
Ooo... proposal yang telah memeras pikiran, uang, waktu, dan tenaga kami selama berminggu-minggu... yang sempat bikin Pak Beno marah karena kesalahpahaman akan jadwal mempresentasikannya saat di kampus... juga bikin Gilang dan Fajar malah melaju ke Godean dua jam kurang sebelum keberangkatan demi berburu tanda tangan Pak Kahar... Oh oh oh.
Dan kami pun masih mengambang dalam kegamangan.
Sebetulnya enggak juga sih. Saat overview dari pihak balai kemarin, sedikit banyak kami sudah dapat masukan mengenai apa yang bisa kami lakukan untuk TNUK. TNUK masih fokus pada perlindungan satwa langka. Lain-lainnya, seperti flora dan wisata misal, masih kurang tereksplorasi. Padahal keanekaragaman hayati di TNUK konon termasuk tertua dan terlengkap di Indonesia. Saat koordinasi dengan Bu Mila pun kami juga mendapat tambahan masukan, terutama untuk wisata. Yang paling gamang mungkin Cah dan Vina dari aspek flora. Cah masih belum yakin dengan burahol (karena sudah dilakukan oleh kakak angkatan yang magang di sini tahun lalu) sementara Vina harus ke Kebun Raya Bogor untuk mendapat informasi lebih untuk lame putih--yang enggak mungkin.
Kata Putro yang kata teman-teman praktek jurusan gelombang sebelumnya, jangan terlalu lama di kantor balai. Cah mengiyakan. "Nanti gabut," katanya. Apa itu gabut? Kiranya sama dengan muspro. Baiknya langsung ke lapangan saja. Lina juga sudah tidak sabar ingin segera ke lapangan. Kelompoknya memiliki waktu yang tidak banyak untuk mengambil data karena lokasi resort yang lebih jauh ketimbang resort kami dari Labuan. Begitulah. Saya pikir sih, ya mana tahu kejadiannya bakal begini. Sisa waktu yang ada lebih baik digunakan untuk mengoptimalkan pencarian data. Terbukti dengan diketemukannya laporan tahunan dan LAKIP dan Renstra 2005-2009 dan alhamdulillah kami bisa dapat semua softcopy-nya sehingga enggak usah berat-berat bawa versi cetaknya. Lega deh.
Namun di samping berita baik untuk aspek manajemen kawasan, sehabis makan siang hanya saya dan Lina yang masih tinggal di perpustakaan sementara yang lain--semuanya--serempak meng-off-kan mata (istilah Cah) di rumah Pak Arif. Padahal K2 (semacam kartu kontrol) Desta belum tertumpuk, Rijal titip urusan pengembalian dokumen yang tidak jelas keberadaannya di mana... Jadi saya telepon mereka. Tidak satu pun ada yang menjawab. Saya telepon Cah dan mendapatkan kebenaran bahwa satu rumah lagi pada tidur semua. Cah juga sebenarnya, tapi kebetulan sedang bangun saat saya telepon. Lina bilang, "Temen-temen lagi pada down."
Kecewa karena proposal yang telah digarap sebegitunya tidak jadi dipresentasikan? Kegamangan akan topik penelitian yang padahal butuh banyak masukan? Kegiatan di kantor balai hari itu diakhiri dengan Putro dan Lina mewawancarai pak kepala balai sedang saya dan Cah berburu foto Mang Koko.
Sehabis itu kami belanja: beras di teteh-teteh yang bikin kami dapat gambaran lebih jelas mengenai karakteristik penduduk sekitar kawasan taman nasional yang akan kami temui esok-esok hari, ragam kebutuhan pangan dan lainnya di Alfa midi, gorengan di depan Indomaret, serta makan malam di "nasi uduk" tempat beberapa hari ini kami beli sarapan murah tapi tidak pernah kebagian nasi untuk makan siang (dan akibatnya harga makan siang kami selalu mahal!). Pulangnya kami menumpang angkot yang sopirnya polos dan kocak bet, heboh, sampai bikin saya akhirnya bisa ketawa juga.
Selama itu hingga ketika saya mengetik ini, mendadak hati diliputi kerawanan. Mana para cewek tidak bisa mandi karena di luar kamar kiranya bertahan orang(-orang) yang bukan teman-teman kami sesama mahasiswa pula. Jadi sungkan kan kalau mau lewat... Jadi saya menghabiskan semalaman dengan tidur di lantai dalam waktu yang kiranya lebih panjang dari waktu tidur dua malam sebelumnya...
"Sleep may be the enemy, but so another line, it's a remedy," begitu penggalan lirik dari Placebo dalam lagu "Commercial for Levi".
Keesokan hari, saya bangun sekitar dua seperempat dini hari dan dalam solat malam doa saya hanya, "Ya Allah, lindungilah kami di sisa hari-hari kami di sini..."
Empat hari yang telah berlalu terasa sudah lama sementara hari-hari yang harus kami jajaki di sini ternyata masih lebih lama lagi. Dan kemandirian dituntut penuh selama itu. Petualangan yang sebenarnya baru akan dimulai...
Saya bertanya-tanya bagaimana perasaan saya pada hari keempat saat saya di Getas (yang waktu pelaksanaannya sekitar 1-2 minggu lebih lama dari ini). Padahal saya juga sudah pernah diuji mental selama seminggu di kawasan Situ Lembang. Kata Lina, "Nikmatin aja."
Apa daya punya sisi sensitivitas macam begini, hu.
Saya sudah beritahu diri saya untuk berhenti mengeluh, seperti Putro yang rasanya tidak pernah begitu.
4.16
(rumah Pak Arif dan sudah ketemu sama Pak Arifnya dari kemarin subuh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar