Pesta Buku kembali digelar di Bandung
pada 27 Februari – 5 Maret 2014. Pesta yang wajib dihadiri oleh Mama dan saya.
Mama menentukan kami pergi Jumat malam. Kenapa mesti malam, bisa jadi Mama
memiliki kesibukan pada waktu lain, namun bagi saya itu mengingatkan pada
kejadian di malam terakhir Pesta Buku sebelumnya—Oktober 2013.
Suasana pameran buku di Landmark yang tampak lengang, malam (28/2/14) |
Pada waktu itu, saya tidak bersemangat
untuk pergi kendati Mama sudah mengajak saya. Saya khawatir bakal terdorong
untuk memborong banyak buku sementara yang tersedia di rumah saja tidak
terbaca. Mama pun menggaet adik bungsu saya yang ternyata bukanlah partner yang
asyik untuk diajak berburu buku—perannya lantas hanya sebagai porter yang suka
menjatuhkan bawaannya.
Tapi beberapa hari kemudian, pada hari
terakhir acara tersebut, saya pergi juga sore-sore. Setan apa gerangan yang
sudah membisiki saya. Mama pun menitip beberapa judul yang belum terbeli pada
kesempatan sebelumnya. Setelah membeli beberapa buku yang diperlukan,
saya pulang dan sampai di rumah sewaktu magrib. Mama sudah pulang juga dari
kerja. Saya serahkan buku-buku titipannya sembari menyebutkan beberapa buku
yang saya lihat di pameran tadi yang kira-kira menarik buatnya dan belum
dimilikinya. Memang saya ini kadang jadi “setan buku” buat Mama. Kalau saya
main ke toko buku dan melihat buku yang saya anggap menarik buat Mama, saya
bakal mengingatnya semisal dengan memotretnya lalu mengabarkannya pada Mama. Pernah
juga yang saya lihat itu buku yang menarik buat saya, namun dipajang juga
buku-buku yang sepertinya menarik buat Mama, jadinya ya sekalian saja. Antrean
memanjang di belakang saat kasir menghitung tumpukan buku yang kami ambil.
Mama terkipasi juga dengan “promosi”
yang saya sampaikan sambil lalu saja itu. Mumpung pameran masih berlangsung.
Hari terakhir, lagi! Jadilah, setelah salat magrib, masih dengan pakaian yang meruapkan
hangat dan lembap akibat jalan-jalan sore sebelumnya, saya kembali ke gedung
Landmark yang menjadi lokasi Pesta Buku. Namun kali ini bersama Mama.
Stan yang pertama-tama kami kunjungi
karena menyediakan buku-buku yang diincar Mama adalah Komunitas Bambu. Bagi yang
belum tahu, Komunitas Bambu yang berbasis di Depok ini menerbitkan buku-buku
sejarah. Pokoknya yang serba tempo dulu lah. Sumatra Tempo Doeloe, Jawa
Tempo Doeloe, Bali Tempo Doeloe, sampai
Candu Tempo Doeloe adalah beberapa dari sekian judul yang telah diterbitkan
oleh Komunitas Bambu. Sayang salah satu buku yang saya “promosi”kan pada Mama,
yaitu mengenai teosofi dan semacam itu, sudah tidak bersisa. Padahal sore tadi
masih ada! Lapak sudah tidak lagi penuh ditutupi buku. Laris juga penerbit ini.
Mama bertanya-tanya pada penjaga stan adakah stok yang tersisa untuk buku
ini-itu, bagaimana kalau ingin memperolehnya, dan lain-lain. Rupanya pesan
langsung pada penerbit tidak menjadikan harga buku lebih murah. Mas-mas itu
bilang Desember mendatang Komunitas Bambu bakal hadir lagi di pameran buku yang
diselenggarakan UNPAD. Catat! Jadilah Mama membeli buku-buku yang seadanya
namun tetap menarik minatnya. Tapi yang seadanya itu pun dengan cepat
melenyapkan sebagian besar uang dari dompetnya.
Lepas dari stan Komunitas Bambu, kami lanjut
melihat-lihat. Agak penuh pameran pada malam itu. Mungkin karena malam
terakhir. Saya mengajak Mama ke lantai atas karena ada stan Lawang Buku yang
memajang buku-buku lama. Selain menemani dan membawakan belanjaan apabila sudah
berat, saya juga berperan sebagai penunjuk-buku. Maksudnya, kalau selagi
melihat-lihat itu saya menangkap judul yang kira-kira menarik buat Mama, saya
bakal menggaetnya ke sana, mengacungkan atau menyodorkannya, sembari bilang, “Ma,
ini, Ma.” Seringkali pilihan saya cocok dengan minatnya dan keluarlah lagi uang
dari dompetnya. Di lantai atas, terbeli beberapa buku lagi. Sampai di salah
satu stan terujung, yang memajang buku-buku terbitan Ombak dari Yogyakarta,
masalah dimulai.
Mama terpikat dengan sebuah buku tentang
penulisan sejarah yang tinggal satu-satunya, tidak bersampul plastik pula.
Namun kondisinya cukup bagus. Selain itu ada pula beberapa judul lain yang bagi
Mama penting. Sayangnya… uang yang tersisa di dompet Mama tidak mencukupi. Tapi
kapan lagi bisa memperoleh buku itu dengan harga diskon? Buku yang jarang
terlihat di toko buku pula dan statusnya di stan itu cuma titipan. Mama sampai
bernegosiasi dengan penjaga stan bagaimana kalau buku tersebut diantarkan dan
dibayar ke rumah. Dengan ramahnya aa-aa penjaga itu memupus harapan ibu-ibu
ngebet.
Tinggal sekitar dua jam lagi menuju
penutupan pameran. Saya mengajukan dua opsi pada Mama. Opsi pertama, suruh adik
saya ke Landmark untuk membawakan uang. Kami pun menelepon adik saya itu yang
kontan menolak. Apalagi dia sedang menghadapi UTS. Opsi kedua, kembali ke rumah
untuk mengambil uang. Dengan asumsi perjalanan bolak-balik memakan waktu sekitar
satu jam, sepertinya masih tersisa waktu untuk menebus buku itu. Opsi kedua pun
dilaksanakan.
Sampai di depan rumah lagi, Mama
menyuruh saya untuk mengambil uang di lemari besi di ruangannya. Kami sama-sama
segan dengan Papa yang tampaknya kurang senang apabila kami membelanjakan
terlalu banyak uang untuk buku. Saya bilang Mama yang mestinya ke dalam rumah
toh dia yang tahu tempatnya, sedang saya menunggu di mobil. Mama pun keluar
dari mobil. Dia kembali dengan amplop tebal. Dia bilang Papa heran melihatnya
dan bertanya kenapa belum berangkat. Hihihi. Padahal mah sudah tapi balik lagi
gegara tidak cukup modal. Sepanjang perjalanan kembali ke Landmark, saya pun
menghitung uang segepok yang ada di dalam amplop tersebut.
Sesampainya lagi ke kawasan tersebut, di
dekat Alfamart Suniaraja mobil yang kami kendarai kembali mengisi tempat parkir
yang sama yang ternyata masih kosong sepeninggalan kami tadi. Segeralah kami
menuju stan yang jadi TKP. Mudah-mudahan buku yang diincar tadi belum ada yang
membeli. Ternyata memang masih ada! Aa-aa penjaga itu bilang kalau tadi sempat
ada yang menanyakan buku itu, namun ia menyimpankannya untuk Mama.
Alhamdulillah hahaha.
Setelah mendapatkan buku itu, rasanya
tenang. Kami pun menyempatkan untuk meninjau stan-stan lain. Sudah mendekati
pukul sembilan malam pada waktu itu. Di beberapa stan tampak sebagian buku telah
dipak ke dalam kardus-kardus besar. Situasi tersebut cukup menyurutkan
keinginan untuk meninjau lebih jauh. Beberapa stan yang sempat kami singgahi
antara lain stan obralan Mizan di mana saya menemukan buku tentang Presiden Syafrudin
Prawiranegara untuk Mama, dan stan Yayasan Obor Indonesia di mana Mama
mendapatkan buku tentang tentara Amerika Serikat pada masa Perang Dunia kedua
dengan harga bantingan.
Pada Pesta Buku kali ini, saya tidak
lagi enggan ketika Mama mengajak saya. Agaknya pertahanan saya untuk tidak
mudah tergoda oleh buku sudah mulai menguat. Tapi mata dan tangan saya tetap
aktif melihat-lihat buku yang kiranya cocok untuk Mama. Kami datang pada malam
hari kedua, Jumat (28/2/14). Kontras dengan jalanan yang padat kendaraan dan
tidak tertib, pengunjung di dalam gedung pameran tersebut tampak sepi. Penerbit
yang berpartisipasi pun agaknya tidak sebanyak kemarin. Saya belum menemukan
penerbit yang memajang buku-buku pelajaran bahasa Jerman seperti pada Pesta
Buku sebelumnya, pun di lantai dua tidak ada stan yang menyuguhkan buku-buku
terbitan Ombak yang dulu menjadi incaran Mama.
Pada kunjungan kali ini, lagi-lagi uang yang dibawa Mama tidak cukup untuk membeli semua buku yang diinginkannya. Namun kami tidak perlu grusa-grusu meluncur kembali ke rumah lalu ke Landmark lagi seperti sebelumnya karena pameran masih dilangsungkan hingga lima hari lagi. Melewati tanggal gajian pula. Beginilah nasib punya mama penggila buku J[]
Pada kunjungan kali ini, lagi-lagi uang yang dibawa Mama tidak cukup untuk membeli semua buku yang diinginkannya. Namun kami tidak perlu grusa-grusu meluncur kembali ke rumah lalu ke Landmark lagi seperti sebelumnya karena pameran masih dilangsungkan hingga lima hari lagi. Melewati tanggal gajian pula. Beginilah nasib punya mama penggila buku J[]
Dyaaaaah.... di sana ada the cuckoo's calling ga? Aku nyari di togamas ga ada... hiks
BalasHapusloh itu bukannya buku baru. di gramedia jalan merdeka sama toko gunung agung bip ada tuh. mungkin di palasari juga. di pameran ga liat.
Hapus