Pengarang :
Doni Indra
Penerbit : PT Lingkar Pena Kreativa, Jakarta, 2010
Sampul depan
yang menipu. Seorang cowok dengan jambul bergaya dengan so sok iyeh. Dua mbak-mbak kece mengapitnya. Sinopsis di sampul
belakang memang tidak mengindikasikan kalau novel ini merupakan kisah cinta
segitiga, tapi dengan desain sampul depan yang sedemikian rupa enggak salah
dong kalau pembaca berprasangka? Judul juga rada menipu sebenarnya, karena
berbagai kejadian dalam novel ini tidak mengeksplorasi kenarsisan sang jurnalis semata.
Bagaimanapun
sinopsis di sampul belakang sudah jujur, secara umum membocorkan apa yang bakal
pembaca dapat dari novel ini:
Eh maaf, yang saya garis bawahi itu relatif sih.
Selain seru dan kocak abis, kamu juga bakal dapat wawasan seputar jurnalistik dan pasar modar, eh modal, di dalam buku ini.
Eh maaf, yang saya garis bawahi itu relatif sih.
Format
novel ini cenderung seperti personal
literature (pelit) sebenarnya,
alih-alih fiksi. Atau mungkin pelit yang difiksikan? Lagipula pengarang pun memiliki latar belakang sebagai
wartawan di mingguan bisnis dan investasi. Sudut pandang dituturkan oleh
orang pertama dengan kata ganti “gue”. Lalu antara satu bab dengan bab lain
tidak terdapat alur yang padu, melainkan masing-masing
sebagai cerita tersendiri dengan latar yang tentu saja sama, yaitu kehidupan wartawan
pasar modal. Dibilang serial pun kurang
tepat. Novel ini lebih seperti kumpulan pengalaman Paijo, sejak direkrut sampai
dapat cuti untuk pulang kampung.
Alkisah Paijo merupakan wartawan junior
di majalah ekonomi dan bisnis yang terbit dwimingguan, Bisnis Moncer. Ia diterjunkan di dunia pasar modal, dengan redaktur
bernama Mas Kendor. Dalam novel ini tidak banyak karakter yang muncul secara
kontinyu selain Paijo dan redakturnya ini. Karakter-karakter lain timbul dan
lenyap begitu saja, namun cukup mewarnai kehidupan Paijo. Mungkin karena
situasinya memang riil, maka karakterisasi bukan hal yang begitu penting untuk
diperhatikan.
Meski novel ini kurang memenuhi kaidah
ke-fiksi-an (haha boleh ya sok ngasih
istilah?), novel ini sangat berwawasan. Pengetahuan mengenai pasar modal
dijabarkan dengan gaya yang akrab. Pembaca dibuat tahu kalau ada profesi yang
dinamakan “analis”, trik-trik dalam permainan saham, sampai konsekuensi dari
bermain saham yang berbuah ke-boncos-an
alis apes! Boncos, moncer, bahasa
dari mana sih itu? He.
Gambaran mengenai profesi wartawan sendiri
diberikan melalui aksi Paijo. Ia yang lulusan agrobisnis semula buta dengan
dunia pasar modal. Sang redaktur memberikannya kamus dan buku-buku agar ia
belajar. Ia pun masih berpedoman pada TOR dalam melakukan wawancara dengan
narasumber, meski lama-lama ia bisa jadi penanya yang jitu. DIbentak-bentak Mas
Kendor tidak menjadi tekanan batin bagi Paijo, ia lanjutkan saja pekerjaannya
dengan santai. Ia juga punya banyak akal. Berbagai cara ia coba untuk mengorek
informasi dari narasumber yang susah ditemui, mulai dari mengaku-ngaku sebagai
keponakan ahli jantung, jadi kurir tukang gorengan, sampai tukaran baju dengan
mas-mas delivery service. Sempat ia
ketar-ketir saat ada narasumber yang sepertinya marah karena laporan yang ia bikin,
tapi siapa sih yang bisa memastikan nasib?
Biar labelnya “Fun! Fiction”, novel ini
tidak bikin saya segeli saat baca novel-novelnya Arry Risaf Arisandi. Kelucuan-kelucuan
yang diupayakan pengarang dalam novel ini agaknya bakal lebih mengena apabila
diwujudkan dalam bahasa visual, alih-alih bahasa tulisan. Jika divisualisasikan
mentah-mentah tanpa memoles alurnya agar padu, versi film dari novel ini mungkin
bakal seperti film “Napoleon Dynamite.” Adegan satu dengan adegan lain seakan
tidak sinkron, meski sebagai kesatuan sudah cukup untuk menceritakan kehidupan
seorang karakter. Daya tariknya terletak pada aksi orang-orang dalam kehidupan
karakter tersebut yang rada enggak umum.
Biarpun nanggung sebagai fiksi, tanggapan saya terhadap novel ini positif.
Pengetahuan mengenai pasar modal meluaskan wawasan saya. Lika-liku profesi
wartawan pun dibawakan dengan gaya yang ringan, seolah mengasyikkan, meski tentu
tidak semua orang bisa menyikapi profesinya sebagaimana Paijo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar