Pada suatu hari kamu mendatangiku lagi.
Tersadar aku kamu duplikat pangeran berkuda-putihku, tanpa gelar pangeran,
tanpa kuda putih, dengan kontras. Orang bilang aku langit kamu bumi. Aku putri
kamu proletar. Teori demi teori mencuat untuk menjelaskan kesenanganku akan
kamu. Buat apa sih, kan cinta itu buta? Kan kisah kita sebuah klise, Sayang. Seolah
aku dan kamu akan bersama dan berbahagia untuk selama-selamanya. Tidak ada yang
perlu diceritakan dari kita.
Tapi orang-orang senang mengamati.
Orang-orang senang mengomentari. Orang-orang membutuhkan rasa iri. Mereka
meninjau kita. Mereka mempelajari kita. Mereka menyinggung-nyinggung kita. Tapi
kita tak peduli. Karena kisah aku dan kamu sebuah klise, Sayang. Tidak ada yang
perlu diurusi. Kita akan senang senantiasa selama…
….kenapa kamu pikir akan selama-lamanya?
Kan tadi aku pakai kata “seolah”? Oh. Ini mulai serius. Ini mulai tidak klise.
Ketika diri kita digali, untuk menjelaskan kenapa aku menerima kamu, untuk
mengungkapkan kenapa kamu begitu ingin memilikiku. Hubungan kita bukan sekadar
asmara remaja.
Hal-hal klise itu, kenapa aku tidak
boleh sekadar mengalaminya dalam realitaku? Toh beda rasanya antara menikmati
itu dalam film atau novel dengan mengalaminya sendiri. Klise, suatu kekeliruan
kata pengarangku, pengarangmu. Karena ia ingin terus menggali ke dalam diri
kita. Klise hanya permukaan. <<#waktuhabis!>>
pra NaNoWriMo 2012
sekadar ngerjain latihan dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar