“The Fifty-Dollar Bill” (1965) merupakan cerpen karya Donald Hall, seorang
pengarang AS yang pernah mengenyam pendidikan di Harvard University dan Oxford
University. Cerpen ini menceritakan seorang pengacara yang menjunjung tinggi
kejujuran. Tampak dari paragraf pembuka cerpen bahwa ia ingin diyakini sebagai
seorang pria yang jujur.
I am a lawyer in Akron, Ohio. I am respected in my profession and in my community. Among my associates respect Is not accorded easily. I have never asked the judge who is my best friend to fix a traffic ticket for my son of my liquor dealer. I have never promised a favor to a detective in order to hide evidence unfavorable to my client. Many lawyers I meet in the courts have done these things and live on intimate terms with dishonesty. I call myself an honest man.
Selanjutnya ia
menceritakan kehidupannya saat ia masih menjadi mahasiswa Hukum tingkat akhir. Saat
itu musim panas 1941, ia telah menikah. Kakek sang istri memberi mereka 500$
berwujud cek-cek seharga 50$. Ia dan istrinya menyimpan pemberian tersebut di
bawah tempat tidur, dalam amplop terakhir di kotak amplop, dan mengambil
sehelai demi sehelai cek saat mereka butuh.
Selepas serangan
Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941, banyak mahasiswa yang berhenti
kuliah dan menjadi tentara. Rumor bahwa si tokoh utama dan kawan-kawan
seangkatannya juga akan dikirim ke infanteri membuatnya cemas, apalagi ia ingin
lulus terlebih dulu serta telah memiliki anak. Akibatnya ia berulang kali
mengalami mimpi buruk, bahkan saat ia terjaga.
Orangtua si tokoh
utama memiliki pengaruh dalam politik, a
good Republican. Sang ayah menyarankan si tokoh utama untuk mengajukan
permohonan pada Judge Advocate General (JAG) agar ia tidak dikirim hingga
kelulusannya. Si tokoh utama pun mengirim surat pada orang kongres, yang lalu
meneruskan surat tersebut ke markas JAG.
Si tokoh utama
mendapat surat balasan yang membingungkan dari JAG. Ia pun mengirim surat lagi
pada nama yang tertera pada surat balasan, dengan menyertakan
prestasi-prestasinya dan apa yang ia inginkan. Ia mengonsep suratnya
berkali-kali, mengetiknya secara buru-buru, memasukkannya dalam amplop, lantas
berlari ke kantor pos demi kesempatan agar suratnya lekas dikirim.
Agaknya si tokoh
utama benar-benar seorang pencemas.
Empat hari kemudian,
sang ayah menelepon si tokoh utama dengan marah. Rupanya terdapat selembar cek
seharga 50$ di dalam amplop yang dikirimkan si tokoh utama kepada pihak dari
JAG, dikira penyuapan. Padahal itu akibat ketergesaan si tokoh utama saat hendak
mengirim balasan, sehingga tidak menyadari kalau amplop yang ia ambil dari kotak
adalah amplop yang berisi cek. Untung orang kongres menahan surat tersebut
alih-alih menyampaikannya kepada FBI.
Si tokoh utama pun
mengirim surat lagi baik pada orang kongres maupun pihak dari JAG, tapi ia
tidak pernah mendapat balasan.
Insiden ini sangat
berpengaruh bagi si tokoh utama. Ia menceritakan kisah tersebut pada setiap
orang yang ia temui, baik di angkatan laut (ia dikirim setelah kelulusannya),
maupun setelah ia pulang dan membuka praktik hukum. Karena reputasinya sebagai
orang yang jujur, tak seorangpun percaya bahwa ia pernah begitu korup dan
bodoh.
Akhirnya ia capek
dan berhenti menceritakan kisah tersebut, tapi tidak melupakannya. Putranya
telah mencapai tingkat dua di universitas dan ingin ditransfer ke akademi
angkatan udara. Sang putra meminta ayahnya untuk mengirim surat pada orang
kongres. Malam itu si tokoh utama memimpikan istrinya mengenakan sebuah bros,
yang kemudian hilang saat ia berada di Perang Pasifik.
sumber: http://www.howmanyarethere.org/1000-dollar-bill/50-dollar-bill-2/ |
***
Kejujuran merupakan
hal yang dijunjung tinggi oleh tokoh utama dalam cerpen ini. Hal ini ditunjukan
dari pernyataannya di paragraf awal, serta perilakunya menceritakan
kecurangan-tak-disengaja yang pernah ia lakukan. Rasa bersalah si tokoh utama
seolah dapat ditebus dengan menceritakan kisah tersebut pada setiap orang yang
ia temui.
Mengingat si tokoh
utama adalah seorang pencemas, bisa dipahami bahwa ia perlu menceritakan kisah
tersebut berulang kali. Seorang pencemas sering merasa tidak yakin, sehingga
bisa jadi ia mengulang-ulang perbuatannya agar ia merasa pasti. Barangkali
kejujuran memang merupakan hal yang penting bagi seorang pencemas, karena
ketidakjujuran hanya akan membuatnya semakin dihantui kecemasan. Perlu kajian
psikologis agar bisa memahami karakter si tokoh utama secara lebih mendalam.
Begitu sang putra
meminta ayahnya mengirim surat pada orang kongres, si tokoh utama teringat lagi
akan insiden yang sudah lama ia tidak ceritakan pada siapapun. Barangkali
muncul lagi rasa bersalahnya, sehingga ia mengungkapkannya melalui cerpen ini.
Bros yang dikenakan
sang istri dalam mimpi si tokoh utama agaknya melambangkan cek seharga 50$.
Entah berada di mana cek seharga 50$ tersebut setelah jadi perkara.
Sebagai orang
Indonesia saya merasa cerpen ini bagai sebuah sindiran atas fenomena yang
terjadi di negara kita. Saya memang tidak memahami dunia politik dan hukum,
cuman sering dengar kalau negara ini sarang koruptor, hukum bisa diutak-atik
dan diperjual-belikan, politik dan hukum itu sarat muslihatlah. Sementara
pengarang cerpen ini menampilkan seorang praktisi hukum yang jujur, yang begitu
terganggu setelah sekali waktu berbuat kecurangan yang bahkan tidak disengaja!
Si tokoh utama bahkan menjadi sosok yang langka dalam realitanya (cermati
kembali paragraf pertama). Jadi di mana-mana hukum (dan politik?) demikian
stigmanya.
Masih bisakah kita
temukan sosok seperti si tokoh utama dalam realita kita?
Cerpen ini dikategorikan
dalam tema Alienation dalam buku “The Harper Anthology of Fiction”. Alienation yang dalam bahasa Indonesia
adalah alienasi berarti keadaan di mana seseorang merasa terasing (terisolasi).
Si tokoh utama berkat kejujurannya menjadi sosok yang lain daripada yang lain
dalam masyarakatnya. Tidakkah keadaan “lain daripada yang lain” dapat
menimbulkan semacam rasa keterasingan? Maka ketika kita sudah sulit menemukan
sosok yang benar-benar jujur dalam masyarakat kita, lalu menemukannya,
barangkali orang itu bukan orang, tapi alien.
Sayang sekali si
tokoh utama tak bernama. Barangkali kejujuran memang tidak selayaknya
dipertautkan dengan nama. Sekiranya lebih baik apabila kita juga menjunjung
tinggi kejujuran, tanpa berharap orang lain akan mengingat nama kita karena
itu. Kecuali kalau riya bukan dosa.***
(dari "The Harper Anthology of Fiction" oleh Sylvan Barnet, 1991, HarperCollins Publishers Inc.)
ulasan lainnya tentang cerpen ini bisa dilihat di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar