Majene
terletak di barat Sulawesi. Daerah ini mencakup pesisir, perbukitan, dan kota.
Dari Makassar, perjalanan ke sana dapat ditempuh dengan bis malam. Jalan sudah
dibangun sejak zaman penjajahan Belanda. Tidak ada yang menggunakan kendaraan
offroad untuk melintasi jalan ini, meski kondisinya pas untuk itu. Umumnya
orang Majene bertubuh pendek, kata Firman.
FKPPI tampak dari Pitimoss |
Ke
Majenelah, Indonesia Mengajar (IM) mengirim Firman, Alin, Soleh, Arum, Fauzan
dan beberapa pengajar muda lain pada tahun 2010. Kebetulan, semua orang
Bandung. Namun hanya lima nama tersebut yang hadir dalam lingkar belajar yang
diadakan Komunitas Sahabat Kota (KSK) di ruang sekretaris bangunan milik Forum
Komunitas Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) Bandung, 23 Desember 2011.
Bangunan berupa rumah tua itu berseberangan dengan Pitimoss, tempat penyewaan
buku nan tenar di kalangan muda Bandung (keanggotaannya berlaku seumur hidup
lo…).
Dimulai
pukul setengah empat sore, selaku moderator AW meminta seluruh orang dalam
ruangan untuk memperkenalkan diri—lengkap dengan asal dan arti “bahagia”,
sesuai judul acara ini: “Berbahagia dan Berbagi”. Para peserta umumnya
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bandung seperti ITB, UNPAD, UNPAR,
UIN, sampai IT Telkom. Mahasiswa S2 juga ada.
Firman
dan Alin kemudian memandu kami untuk menyanyikan lagu yang biasa mereka
nyanyikan bersama anak-anak Majene.
Selamat pagi
semua, halo halo (x2)
Tengok kanan,
tengok kiri, halo halo
Selamat sore
semua, halo-halo
Ditambah
gerakan, lagu ini kami nyanyikan dengan mengganti “tengok” jadi “teplok” lalu
“gelitik”. “Selamat sore” diganti “selamat pagi” agar kami lebih semangat.
Firman,
Alin, dan Soleh memulai cerita mereka sembari memamerkan foto-foto lanskap
Majene. Perumahan di atas bukit, pemandangan laut dari halaman sekolah,
mangrove yang baru ditanam LSM YPMD, hingga aktivitas masyarakat kala memanen
kakao. Jenis ini dapat dipanen setiap minggu dan memberi pendapatan bagi
masyarakat sebesar dua puluh ribu rupiah/kg.
Majene
dulunya terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang digabungkan oleh pemerintah
Belanda saat itu. Suku Mandar menduduki daerah ini. Mereka masih mempertahankan
tradisi lama. Perayaan maulid nabi diselenggarakan selama tiga bulan dengan
lokasi berpindah dari satu tempat ke tempat lain—sesuai lokasi eks kerajaan.
Pakaian khas Mandar adalah sarung sutra bermotif kotak-kotak serta baju
poko—beda dengan baju bodo.
Namun
kehadiran perwakilan pengajar muda IM angkatan pertama ini bukan untuk promosi
daerah yang pernah mereka tinggali selama setahun tersebut. Mereka datang untuk
berbagi, tidak hanya pada anak-anak Majene, tapi juga pada kami yang mungkin
tahun depan akan menyusul kiprah mereka.
Motivasi para pengajar muda
Yang
jadi motivasi awal bagi Firman untuk mengikuti IM adalah perhatiannya pada
anak-anak yang suka mendampinginya selama menjalani proyek dosen di pelosok
luar Pulau Jawa. Terlepas dari apakah mereka memang tidak sekolah atau
meninggalkan sekolah secara sengaja, anak-anak tersebut membutuhkan pekerjaan.
Sekolah jadi terpinggirkan.
Soleh
memang menyukai anak-anak. Mereka selalu tampak gembira, kata lulusan Sastra
Indonesia UNPAD angkatan 2005 ini. Ia sudah terpikir untuk pergi ke daerah dan
mengajar anak-anak di sana sebelum ia mengikuti IM.
Alin
mengikuti IM karena masalah personal. Sebagai keturunan China, ia merasa
memiliki keterbatasan. Ia ingin menghilangkannya dengan menunjukkan ke-Indonesia-annya.
Ia mengaku bahwa sebelum ikut IM ia tidak begitu menyukai anak-anak, namun IM
mengubahnya.
Fauzan
juga mulanya risi saat anak-anak menggandulinya. Ia ingin hubungan di antara ia
dengan mereka hanya sebatas guru dengan murid. Namun pengalaman ini membuatnya
belajar untuk menggunakan hati saat mengambil keputusan.
Tantangan dan kendala
Sepertinya
siapapun berkesempatan untuk jadi pengajar muda. Ketika saya bertanya apa
kemampuan dasar yang sebaiknya dimiliki calon pengajar muda, Alin bilang kalau
mereka diberikan pelatihan selama dua bulan sebelum diterjunkan. Pelatihan yang
diberikan ala militer—bahkan katanya angkatan yang baru dilatih Kopassus.
Kedisiplinan, survival (“belajar makan ulat…”), hingga cara bikin kurikulum, psikologi,
evaluasi, dan sebagainya diberikan selama pelatihan tersebut.
Namun
yang terpenting adalah kita harus menjajaki daerah tujuan sebelum berangkat ke
sana. Setelah ditanya warga tentang Baharudin Lopa, Alin jadi malu karena tidak
mengenal tokoh kebanggaan Mandar tersebut.
Meski
satu Majene, namun hanya satu pengajar muda untuk satu sekolah. Dan mereka
memiliki cara-cara kreatif dalam menggugah anak-anak untuk maju. Soleh membuat
lagu yang membuat anak-anak lebih siap sebelum menghadapi pelajaran. Melihat
keadaan sekolah yang kotor, ia mengadakan lomba membersihkan sampah yang
disambut anak-anak dengan semangat. Saat ada kesempatan, Arum ingin
mempertemukan anak Majene dengan wakil presiden. Karena jumlah anak yang
diperkenankan hanya satu, ia menyeleksi mereka dari surat yang mereka buat
untuk presiden. Firman dan salah seorang mbak di ruangan—juga pengajar di SD,
tapi di kota—mempertemukan anak-anak mereka, desa dan kota, melalui sahabat
pena.
Permasalahan
yang mereka hadapi pun beragam. Seperti yang dikatakan Firman, di sana hanya
guru yang memiliki buku. Jadi murid-murid harus giat mencatat. Meski jumlah guru
yang terdata lengkap, hanya sedikit guru yang datang saat kegiatan
belajar-mengajar. Tidak jarang satu sekolah hanya diurus tiga orang atau bahkan
sendirian hari itu. Selain itu, hanya sebagian dari siswa-siswa kelas enam yang
bisa membaca. Seharusnya mereka tidak lulus UN, namun nilai mereka di-mark up
sedemikian rupa. Bahkan ujian belum selesai pun, nilai sudah ada.
Atau
seperti yang Fauzan alami. Sebulan terakhir ia di Majene, sekolahnya disegel
karena sengketa lahan. Menurut Fauzan, guru-guru mogok mengajar karena
dipengaruhi media yang kerap menayangkan aksi mogok kalau ada hal tidak beres.
Dua sampai tiga minggu, ia mengajar dari satu rumah ke rumah lain. Karena warga
mempermasalahkan, Fauzan akhirnya mengontak dinas. Seminggu terakhir ia di
Majene, sekolah kembali dibuka.
Ada
lagi yang diungkap oleh Arum. Ia bilang di sana dana BOS dihitung per anak.
Setiap tiga bulan, sekolah mendapat dua puluh juta rupiah untuk dua ratus anak.
Namun anak-anak tetap tidak memiliki buku. Guru pun tak dikasih spidol. Ada
saja alasan kepala sekolah. Arum sampai memotret laporan keuangan di mana
tertera dana dialokasikan untuk keperluan ekskul, dana guru, dan lain-lain,
namun itu semua fiktif. Ketika Arum melaporkan ini pada pengawas, pengawas itu bilang
kalau ini tidak bagus namun setelahnya ia diam saja. Rupanya antara kepala
sekolah, pengawas, hingga kepala dinas masih terdapat hubungan persaudaraan.
Maka bersamaan dengan turunnya dana BOS, kepala sekolah memiliki Ninja baru.
Kepala di sekolah lain bahkan punya rumah baru. Entah apa hubungannya.
Kalau
menurut Soleh, tantangan baginya adalah bagaimana menghadapi semangat belajar
anak-anak yang tinggi. Mereka suka mengajak belajar hingga malam padahal genset
menyala hanya dari jam enam sampai delapan malam. Setelah itu, mereka belajar
menggunakan lilin atau pelita. Selain itu, para orangtua di sana memang tidak
begitu peduli akan pendidikan. Kalau masa panen tiba, anak-anak mereka harus
ikut ke kebun.
Standard
sukses di sana adalah apabila anak bisa menghasilkan uang lebih banyak dari
orangtuanya. Dunia mereka yang terbatas menjadikan guru alias PNS sebagai
profesi paling dihargai.
Perbedaan
bahasa juga jadi kendala. Di sana, “kita” berarti “kamu”, mengangguk berarti
tidak tahu, sedang mengangkat alis berarti mengiyakan. Setiap dusun memiliki
bahasa berbeda. Namun para pengajar muda ini mengaku tidak mengalami masalah
berarti dalam adaptasi. Asal kita selalu mendengarkan mereka dan tidak menolak
kalau disuruh makan, mereka baik-baik saja pada kita.
Laporan
yang harus mereka buat berupa blog dan pengisian aneka borang. Mereka baru
dikirimkan semacam parabola agar bisa mengakses internet pada bulan kedelapan,
sebelumnya mereka memperbarui blog kalau ada kesempatan ke kota saja. Kalau ada
masalah, mereka bisa mencurahkannya pada sesama pengajar muda di lokasi lain
yang berdekatan dengan lokasi mereka atau mengontak langsung pihak IM. Homesick
pasti ada, namun mereka menguatkan diri dengan menyadari kalau setahun bukan
waktu yang lama. Mereka harus mengoptimalkan keberadaan mereka.
Menurut
Soleh, tantangan yang ada tidak usah dipikir. Seperti masalah nilai yang
dimodifikasi misalnya, itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka tidak berani
mengatakan bahwa mereka sudah membuat perubahan. Yang terpenting adalah
bagaimana membuat anak-anak tersebut senang sekolah.
Tentang Indonesia Mengajar
Konsep
IM kiranya hampir seperti KKN, namun dengan durasi jauh lebih lama dan terfokus
pada pendidikan anak-anak. Tidak ada target khusus. Tujuan IM hanya untuk
mengisi kekosongan guru—baik kosong yang benar-benar maupun yang dibuat-buat,
kata Soleh. Para pengajar muda diharapkan dapat menjadi role model bagi anak-anak
yang mereka ajar, serta motivasi bagi para orangtua untuk memajukan anak
mereka. Salah satu dukungan warga kepada pendidikan adalah dengan merayakan
kelulusan anak mereka dengan heboh.
Menurut
Fauzan, meski tidak ada target namun ada outcome mapping untuk mengetahui
perubahan perilaku dari orang-orang yang bersinggungan dengan mereka selama di
daerah. Yayasan IM hendak membuat semacam impact evaluation untuk melihat
dampak dari kegiatan ini setelah lima tahun. Namun konsep mengenai ini belum
jelas.
Kontrak
dengan kabupaten yang menjadi lokasi penerjunan para pengajar muda adalah lima
tahun, sedang dengan para pengajar muda hanya setahun. Namun apabila kabupaten
masih membutuhkan program ini, kontrak dapat diperpanjang. Sekali lagi, yang
penting adalah bagaimana membuat masyarakat peduli pada pendidikan.
Antara Desa dan Kota
Forum
merembet pada perbandingan antara anak desa dengan anak kota. Salah satu
perbedaan yang ada adalah semangat belajar. Anak desa memiliki semangat belajar
lebih tinggi. Menurut Arum, anak kota punya banyak hal yang bisa mereka lakukan
kalau mereka malas belajar. Main PS atau ke mal misalnya. Fasilitas di desa
lebih terbatas. Tambah Fauzan, struggle power anak desa lebih tinggi. Supaya
bisa makan, mereka harus membantu orangtua mereka. Anak kota serba dimudahkan.
Untuk makan saja, justru mereka harus dipaksa saking asyiknya main PS.
Dunia
anak kota sudah dirampas, kata Soleh. Karena tidak ada lapangan lagi untuk main
bola, mereka pun lari ke PS. Sebetulnya selama masih ada tempat untuk
lari-lari, kehadiran gadget macam PS bukan terlalu masalah. Tidak lama lagi
eksistensi PS sepertinya akan merambat ke Majene. Meski jauh dari sinyal, warga
telah memiliki ponsel meski belum dapat difungsikan seutuhnya.
Menurut
Kak Kandi, salah seorang pengurus KSK, secara alami anak-anak menyukai alam.
Namun anak kota sudah tidak memiliki sarana untuk itu. Lingkungan pun tidak
mendukung. Anak-anak yang tinggal di gang misalnya. Mereka hanya punya lahan di
tengah gang untuk main kelereng, itupun penuh gangguan. Akhirnya mereka lari ke
persewaan PS yang jelas menghabiskan uang orangtua mereka. “Jika anak-anak
kurang bersentuhan dengan alam, emosi mereka jadi enggak stabil,” katanya. Ada
istilah tersendiri untuk ini, namun saya tidak sempat catat.
Tambah
seorang mbak berjilbab pink, anak-anak sekarang dilarang main di jalan karena
keamanan kian rawan. Mereka bisa saja diculik sewaktu-waktu. Akhirnya orangtua
memberi mereka fasilitas apa saja di dalam rumah asal mereka tidak main keluar.
Di
sini saya tercenung karena menyadari maksud dari “kota ramah anak” yang
sepertinya pernah didengungkan KSK dalam salah satu media sosialnya. Kota
seharusnya diisi dengan fasilitas bermain anak. Bermain amat penting artinya
bagi perkembangan anak. Namun anak kota hanya bisa iri kala menyaksikan para bolang di TV. Anak-anak desa itu masih
bisa menikmati fasilitas bermain alami di lingkungan mereka.
Saya
tidak ingat persis siapa yang mengatakannya pada forum ini, mungkin salah satu
pengajar muda. Ia bilang kalau anak desa sebetulnya memiliki potensi yang tidak
kalah hebat dari anak kota. Anak kota, anak-anak Bandung bahkan, bisa jadi
kalah dari anak desa seandainya anak desa pun diberi fasilitas memadai. Dari
seratusan anak yang dapat tembus olimpiade, anak Majene adalah salah satunya.
Namun
pada dasarnya anak-anak akan malas belajar kalau mereka merasa dipaksa.
Kreativitas para pengajar dituntut agar anak-anak dapat menikmati proses
belajar.
KSK dan pendidikan anak kota
Pendidikan
memrihatinkan tidak hanya ada di pedalaman, kata Kak Kandi. Di kota pun dapat
kita temukan yang seperti itu, ditambah lagi dengan kian minimnya ruang bermain
bagi anak.
KSK
merupakan komunitas pendidikan alternatif yang memberdayakan anak muda agar
berkontribusi pada kotanya, ujar AW saat memulai forum ini. Maret 2011, KSK
mengadakan kegiatan di sebuah SD di kota Bandung. Mereka menyuluh anak-anak
mengenai makanan sehat. Anak-anak diminta untuk membaca label dari ragam produk
camilan anak-anak. Setelah itu, mereka membeli camilan, mencermati labelnya,
lalu secara berkelompok mempresentasikan apa yang telah mereka dapat.
Maret-Juni
2012, KSK akan menyelenggarakan kembali acara serupa dengan tema Education for
Sustainable Development (ESD) di SD Pardomuan. Rencana kegiatan kali ini
dilakukan paling tidak seminggu sekali dengan melibatkan tidak hanya siswa,
tapi juga orangtua mereka, bahkan guru. Rekrutmen akan segera dibuka.
Dua
jam pun tak terasa. Dari yang awalnya beberapa orang saja, ruangan tersebut
pada akhirnya tampak penuh terisi dua puluhan orang—meski deretan terdepan
kosong. Di luar sudah gelap dan hujan
merintik saat kami keluar bangunan FKPPI. Saya sempat mengobrol sedikit dengan
Rifa—salah seorang pengurus KSK juga—mengenai kontribusi KSK dalam Bandung
Inisiatif, khususnya terhadap Babakan Siliwangi. Komunitas ini pernah
berpartisipasi dalam sayembara desain Babakan Siliwangi serta kerap mengadakan
lingkar belajar di sekitar hutan kota yang baru dicanangkan tersebut.
Mengapa
pendidikan menjadi penting adalah karena pendidikanlah yang membentuk kita
seperti sekarang ini. Seperti kata Firman, jangan terus persoalkan di mana
kebaikan dan kesalahan pendidikan melainkan bagaimana kita bisa memberi sesuatu
untuk mengubah kesalahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar