Kamis, 22 November 2018

(21)

Pada akhir kepengurusan OSIS, Deraz kehilangan minat untuk menjadi Mitratama. Tentu saja ia masih ingat ambisinya semula. Tetapi, setelah hampir setahun menjalani kepengurusan, ia sudah punya bayangan. Seandainya ia menjadi Mitratama, yang menjadi anak buahnya paling-paling mereka lagi. Ia bisa membayangkan anak-anak itu mengancam akan menyebarkan ratusan fotonya di internet tiap kali mereka bersilang pendapat. Bukannya ia peduli, tetapi rasanya benar-benar sudah memuakkan. Apalagi ia sudah dilarang meneruskan klub kickboxing oleh Bunda, sejak terjadi suatu insiden yang membikin wajahnya lebam, tulang rusuknya retak, gerahamnya patah, dan akhirnya ia pingsan. Anak-anak klub kickboxing kadang mengadakan semacam fight club alias sparring tanpa pengaman sekadar untuk berhura-hura, dan malam itu Deraz sedang apes atau ngoyo setelah berhari-hari tidak tidur akibat perhelatan Bazar. Lawannya kebetulan atlet tinju junior yang baru memenangkan medali emas.

Deraz tidak tahu apakah tanpa latihan rutin kickboxing ia bakal sanggup menahan diri dalam menghadapi para antelop liar itu. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menonjok orang di luar gelanggang.

Ketika pendaftaran bakal calon ketua OSIS dibuka, Kang Ega yang Mitratama mengajak Deraz mengobrol.

“Kamu jadi daftar, kan? MPK dan OSIS mendukung kamu jadi ketua.”

“Sebenarnya saya berpikiran buat beralih ke MPK, Kang,” ungkap Deraz. “Saya mengajukan Yoga.”

Banyak yang menilai kapasitas Yoga menandingi Deraz, hanya saja ia kalah tampan dan kurang mengotot. Tetapi ia lebih lembut, ramah, santai, dan bukan bulan-bulanan.

“Yoga juga bagus,” Kang Ega menyetujui. “Tapi kamu jangan ke MPK. Kamu masih dibutuhkan di OSIS.”

“Di MPK saya tetap bisa mendukung OSIS.”

“Sebaiknya kamu mendampingi Yoga di OSIS. Lagi pula, kita ada misi khusus. Kami rasa kamu orang yang tepat.”

“Misi khusus?” Deraz mengerutkan kening. Apa lagi ini? “Kenapa harus saya?”

“Karena kamu punya reputasi yang khas, Deraz. Anak-anak DKM punya respek sama kamu. Misi ini terkait dengan mereka. Kamu entar jadi Kabid I, ya.”

Deraz masih belum mengerti.

Kang Ega angkat suara lagi. “Kamu tahu, kan, hubungan OSIS dengan DKM tuh agak enggak akur.”

“Dengan saya, mereka baik-baik aja.” Sebagai Sekretaris II, Deraz sering diutus oleh Sekretaris Umum, Sekretaris I, atau Kabid I untuk berhubungan dengan anak-anak Dewan Keluarga Masjid atau DKM. Mereka selalu menyambutnya dengan ramah serta mengajaknya mengikuti acara-acara DKM.

“Mereka baik-baik aja cuma sama kamu, atau Yoga, pokoknya anak OSIS yang alim-alim lah, yang paling beberapa doang. Apalagi ke kamu, Raz. Kamu suka ikut menjaga kebersihan masjid, kan?”

Deraz tercenung. Ia memang pernah membersihkan toilet masjid tidak dalam rangka apa pun selain karena sebal ada yang mengotorinya. Sejak masjid selesai direnovasi, Deraz memang senang mengunjunginya, khususnya toiletnya. Karena baru jadi, toilet masjid jauh lebih bersih dan benderang daripada toilet guru, apalagi toilet siswa, yang seperti pintu gerbang ke dunia jin. Deraz senang karena akhirnya bisa makan dan minum sebanyak-banyaknya di sekolah tanpa khawatir akan mulas dan beser. Malah Deraz kadang menumpang mandi di toilet itu seusai latihan sepak bola. Karena itu, ia tidak suka jika ada yang mengotorinya. Ia tidak suka menggunakan toilet yang kotor, apalagi toilet favoritnya, karena itu ia membersihkannya lebih dulu. Rupanya ada yang memergoki perbuatannya itu dan menyiarkannya.

Kang Ega melanjutkan, “Menurut anak DKM, anak OSIS tuh rata-rata pada hedon dan bejat.”

Anak-anak DKM ada benarnya, kalau begitu, pikir Deraz. Tidak terhitung kunjungan OSIS ke karaoke, restoran, XXI, dan berbagai tempat hura-hura lainnya. Deraz sering kali tidak ikut acara-acara tersebut karena punya agendanya sendiri yang padat. Mungkin itu sebabnya ia kurang akrab dengan anak-anak lain. Peduli amat. Ia lelaki yang punya prioritas.

Sambung Kang Ega, “Contohnya kayak pas Bazar kemarin,” ketika mereka mengundang seorang penyanyi ibu kota yang kerap berpenampilan terbuka, “anak-anak DKM hampir aja mau boikot acara kita.”

Deraz mengangguk-angguk. Waktu itu ia menjadi wakil koordinator acara, jabatan terpenting untuk anak kelas X. Ia mendengar isu tersebut, namun terlalu disibukkan oleh tugasnya sendiri sehingga tidak mengikuti perkembangannya. Yang ia tahu si penyanyi berpenampilan cukup tertutup malam itu. Bazar berlangsung dengan sukses, walau kebanyakan yang datang bukan dari SMANSON.

“Sebenarnya perang dingin antara OSIS dengan DKM ini udah berlangsung dari angkatan atas-atas. Kamu tahu, kan, ada rumor kalau anak OSIS enggak bisa sekaligus jadi anak DKM, dan sebaliknya. Kalaupun ada yang ngambil dua-duanya, pada akhirnya pasti ada yang dilepas satu. Padahal kalau dengan ekskul-ekskul lain, wajar aja ada yang nyambi ini-itu, asal bisa bagi waktu.”

Deraz bergumam mengiyakan.

“Jadi, kita pengin mulai kepengurusan yang baru ini hubungan OSIS dengan DKM bisa diperbaiki. Apalagi banyak anak kelas X sekarang yang gabung sama DKM. Ya, kita pengin kedua organisasi ini bisa mendukung proker satu sama lain lah, enggak jalan sendiri-sendiri kayak biasanya.”

“Ya, ya.” Deraz mulai paham. Selama ini ia terlalu berfokus pada tugas-tugasnya sampai melewatkan isu seperti ini.

“Kalian kan angkatan terkompak. Bisalah. Kita optimis kamu bisa jadi jembatan antara OSIS dan DKM.”

Deraz melihat senyum Kang Ega dan menyadari bahwa mungkin saja ia sedang disindir. Memperbaiki hubungan antara OSIS dan DKM dengan tabiat anak-anak yang seperti itu? Ia tahu ini tugas yang berat, tetapi di sisi lain ia merasa tertantang. Dalam benaknya segera berkelebat ide-ide program kerja yang sekiranya dapat melancarkan misi tersebut.

 

Selain Yoga, kandidat kuat lainnya yaitu Jati, yang memang akrab dengan kebanyakan anak OSIS dan termasuk paling vokal. Tidak ada yang menyangka tahu-tahu muncul kandidat ketiga, yaitu Alf. Padahal ia lebih aktif di ekskul Jejepangan daripada OSIS. Anak-anak ekskul Jejepangan mendukung Alf untuk mencalonkan diri. Pada penghujung tahun ajaran lalu, mereka menyelenggarakan festival Jejepangan untuk umum yang kesuksesannya menandingi Bazar tahunan SMANSON dengan Alf sebagai ketua panitia. Tidak ada yang menyangka juga bahwa sebagian besar anak SMANSON akan mendukung Alf menjadi Mitratama. Ia menang tipis atas Jati dan Yoga yang mendapat perolehan suara sama.

“Jepang menjajah kita lagi,” bisik-bisik tim sukses Jati usai penghitungan suara. “Udah tampangnya mirip orang Jepang, lagi.” Memang Alf berkulit putih dan bermata sipit. Tetapi ia keturunan Palembang, dan nama lengkapnya Alfian Fikri Fajri. Selain itu, ia berambut lurus, berbadan kurus, bertinggi sedang, dengan bekas jerawat di pipi. Kadang ia mengenakan kacamata. “Entar kita dibakero-bakeroin, tiap pagi disuruh membungkuk ke arah matahari terbit.”

“Kalau Yoga yang menang, bekingannya Belanda, tahu, si Daendels.”

“Habis Belanda, terbitlah Jepang. Sejarah berulang.”

“Kapan Indonesia bisa maju kalau begini?”

Nani?” tanggap Alf.

“Budi, Pak.”

“Kalau ngomongin orang, biasakan jangan pas ada orangnya.”

Haik! Siap, Laksamana Maeda!”

Hari itu juga Alf berdiri di depan sekretariat OSIS dan berkata keras-keras, “Akhirnya tiba kesempatanku untuk menyetok anime di komputer OSIS! Ha! Ha! Ha!” sembari bergaya ala Pahlawan Bertopeng. “Jadi aku bisa nonton di sekolah!” OSIS satu-satunya perkumpulan siswa di SMANSON yang punya sekretariat dengan komputer sendiri.

Deraz mengamati Alf dari jauh sambil bersidekap. Ia membatin mudah-mudahan Mitratama yang baru akan mengenyahkan folder berisi foto-fotonya dari komputer OSIS. Bagaimanapun ukuran sedemikian lumayan besar untuk menampung koleksi anime.

Alf bersabda, “Hei, anak-anak buahku, kalian harus sering nonton dorama, karena sesungguhnya drama Jepang itu mengandung banyak pesan moral terutama tentang kerja sama tim!”

“Kalau drama Korea gimana, Alf?” tanya seorang cewek.

“Drama Korea? Bukannya cuma cinta segi empat dan cewek-cewek plastik? Ha! Ha! Ha! Iie!” Alf mengibas-ngibaskan tangan.

“Alf, request ikeh ikeh kimochi lah!” ujar cowok-cowok.

Dengan Alf dilantik sebagai Mitratama, Deraz menjadi Kabid I seperti yang sudah direncanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain