Rabu, 31 Mei 2023

Sepuluh Perintah kepada Penulis Muda dan Dua Esai Lainnya


Penulis : Carlos Fuentes, Isabel Allende, Jorge Luis Borges
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : Pojok Cerpen & Tanda Baca

Sesuai dengan namanya, buku ini berukuran cukup kecil untuk masuk saku dan tebalnya cuma 60 halaman. Buku ini dicetak terbatas, tidak diperjualbelikan, dan diterbitkan sebagai pendamping buku Macondo, Para Raksasa, dan Lain-lain Hal. Di dalamnya terdapat 3 esai dari 3 penulis Amerika Latin yang saya sudah pernah dengar namanya sejak lama tapi belum ada ketertarikan membaca karyanya. Paling-paling, pernah mau menerjemahkan 1 cerpen Borges yang ternyata masih terlalu sulit bagi seorang hobiis amatir ini 😓

Saya tidak begitu menangkap isi esai-esai ini, terutama esai ketiga yang sekaligus paling pendek. 

Untuk esai pertama, saya cuma menangkap dua perintah pertama yang baru salah satunya dapat konsisten saya amalkan beberapa tahun belakangan yaitu membaca (perintah kedua), itu pun sepertinya tidak "sebanyak-banyaknya" banget karena kesadaran untuk membatasi waktu, naik-turunnya mood atau stamina, dsb. Sedang untuk disiplin menulis (perintah pertama), masih sulit untuk menjadikannya prioritas sebagaimana para penulis kenamaan yang tampak sudah ada jaminan hasil karyanya bakal mendapat ganjaran layak. Karena bukan prioritas, kalaupun dapat meluangkan waktu, sering kali sudah keburu lelah atau lebih ingin melakukan hal lain yang tidak makan effort sebesar menulis. Rasanya tidak menulis juga tidak apa-apa.

Menulis bukannya sudah tidak penting sama sekali. Menulis masih penting jika tujuannya untuk diri sendiri, yakni untuk menata pikiran dan perasaan, mencatat dan memikirkan pelajaran yang didapat dari bacaan atau tontonan, dan semacamnya. Alias sebagai alat bantu pembinaan diri. 

Perintah selebihnya mungkin karena saya rasa kurang practical atau sudah kurang natural bagi saya sehingga kurang menempel, ialah sebagai berikut.

3. Tradisi dan kreasi
4. Imajinasi
5. Realitas sastra
6. Sastra dan zaman
7. Kritik sesungguhnya
8. Setia pada diri sendiri
9. Kesadaran akan tradisi dan kreasi
10. Kuserahkan pada kebebasanmu

Esai paling menarik buat saya yaitu dari Isabel Allende, yang menceritakan latar inspirasi penulis-penulis Amerika Latin serta keadaan literasi di sana yang sepertinya tak jauh beda dengan di Indonesia dalam hal cuma segelintir orang yang betul-betul suka membaca.

Selasa, 30 Mei 2023

Belalang Sahabat Ilalang--Reeds' Friend Grasshopper

Gambar di-screenshot dari Ipusnas.
Penulis : Bambang Joko Susilo
Cetakan I : Maret 2010
ISBN : 978-979-063-153-3
Penerbit : Bestari Kids, Jakarta

Menemukan buku ini ketika lagi mencari tentang pestisida di Ipusnas. Buku ini merupakan bacaan untuk anak-anak yang ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), dilengkapi dengan ilustrasi berwarna-warni, dan tebalnya hanya 25 halaman sehingga dapat ditamatkan dalam sekejap. 

Yang membuat saya tertarik pada buku ini adalah amanatnya yang dari membaca sinopsisnya saja sebetulnya sudah langsung tertangkap. Amanat ini mengajarkan realita mengenai kodrat kehidupan di dunia. Tuhan memang tidak menciptakan kesia-siaan, tapi sudah kodratnya pula bahwa sesama makhluk mesti saling memangsa, saling menyerang, saling mengancam kehidupan satu sama lain meskipun di sisi lain di antara mereka juga ada yang saling melindungi, saling bermanfaat. 

Sebetulnya saya tidak ada catatan khusus untuk buku ini, hanya ingin merekamnya di sini karena amanatnya saya sukai. Seperti mengajarkan untuk tegar saja dengan kenyataan hidup, terima saja karena demikianlah siklus alam. Kamu hanya bagian kecil dari padanya, berbuat sekadar menuruti kodratmu. Kalau patah, tumbuhkanlah lagi. Kalau hilang, nanti ada yang menggantikan. Sepintas tampak tak berarti, tapi kemestian eksistensi tak dapat diingkari. Kita semua ada gunanya dalam kehidupan ini, dengan berbagai cara walau tak semua punya keluasan pandang untuk dapat memahaminya.

Senin, 29 Mei 2023

Pestisida Organik--Langkah Mudah Meramu Pestisida Organik Sendiri

Gambar di-screenshot
dari Ipusnas.
Penyusun : Winarti dan Tim Redaksi Cemerlang
Penerbit : Lily Publisher (imprint Penerbit ANDI), Yogyakarta
Edisi I, 2015
ISBN : 978-979-29-4709-0, (E) 978-979-29-8359-3

Sebelum masuk ke bagian paling penting (yang saya cari dan perlukan), buku ini didahului dengan uraian ringkas mengenai pertanian organik, prinsip-prinsipnya, serta deskripsi tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pestisida organik. 

Di halaman 4, disebutkan mengenai sebuah mode pengembangan pertanian yang dikenal sebagai metode bertani "tanpa bekerja" yang dikembangkan oleh seorang petani di Jepang yang berlatar belakang mikrobiologi (mantan ilmuwan laboratorium) dengan empat asas sebagai berikut.

1. Tanpa pengolahan, yaitu tanpa membajak atau membalik tanah,
2. Tanpa pupuk kimia atau kompos yang dipersiapkan,
3. Tanpa menghilangkan gulma dengan pengerjaan tanah/herbisida,
4. Tidak tergantung dari bahan-bahan kimia.

Sayang, tidak ada penjelasan lebih lanjut lagi panjang lebar mengenai metode yang kedengaran sangat menarik ini. Bahkan nama sang petani Jepang saja tidak dicantumkan atau dari mana tepatnya sumber rujukan informasi ini, supaya saya dapat menelusurinya sendiri. Mungkin memang sebaiknya mendalami metode yang lebih dahulu saya dengar, yaitu permakultur dan "lazy gardening".

Nah, bagian paling penting ada di "BAB 5. PEMBUATAN PESTISIDA ORGANIK". Dalam catatan ini, supaya kelak mudah mencarinya ketika mau mempraktikkan, saya hendak menyalin resep pestisida organik dengan bahan yang paling mudah ditemukan yaitu daun pepaya, bawang putih, dan cabai rawit. 

Bawang putih biasanya selalu tersedia di dapur, sedangkan pepaya dan cabai biasanya sangat mudah tumbuh di sekitar rumah. Bahkan sering kali ketika saya hendak menanam cabai, misalnya, yang tumbuh malah pepaya. Rupanya biji-biji pepaya yang masuk ke compost bag tidak terurai. Setelah kompos yang dihasilkan digunakan sebagai media tanam, biji-biji pepaya itu pada bertumbuhan. Kalau doyan sayur daun pepaya, sebetulnya itu lumayan lo. Kini melalui buku ini saya mengetahui bahwa daun pepaya dapat dimanfaatkan juga sebagai pestisida. 

PESTISIDA DAUN PEPAYA (halaman 72)
Kegunaan 1 : Mengendalikan ulat dan hama pengisap.
Cara membuat 1 :
a. Rajang 0,5 kg daun pepaya segar.
b. Daun pepaya yang telah dirajang kemudian direndam dalam 5 liter air, 1 sendok makan minyak tanah, dan 25 gr detergen selama semalam.
c. Saring larutan hasil perendaman dengan kain halus.
d. Larutan hasil penyaringan disemprotkan ke pertanaman.

Kegunaan 2 : Membasmi kutu daun, rayap, hama-hama ukuran kecil termasuk ulat bulu.
Cara membuat 2 :
a. Ambil daun pepaya sebanyak 0,5 kg.
b. Lumatkan (bisa diblender/ditumbuk) dan dicampurkan dalam 0,5 liter air.
c. Biarkan selama kurang lebih satu jam.
d. Langkah berikutnya disaring, lalu ke dalam cairan daun pepaya hasil ditambah lagi 2 liter air dan 1 sendok teh sabun.
e. Semprotkan cairan ini pada hama-hama yang mengganggu tanaman.
f. Semprotkan pestisida air pepaya dan sabun ini pada pertanaman.

PESTISIDA BAWANG PUTIH (halaman 90)
Kegunaan : Untuk segala jenis hama tanaman.
Cara membuat :
a. Parut 50 gr bawang putih, campur dengan 1/4 liter air, 5 gr detergen, dan 1 sendok teh minyak mineral(?).
b. Diamkan selama 24 jam, lalu disaring dengan kain halus.
c. Larutan hasil penyaringan diencerkan hingga volumenya 10 kali dan semprotkan ke tanaman.

PESTISIDA CABAI (halaman 95)
Kegunaan : Efektif mencegah timbulnya cendawan.
Cara membuat :
a. Tumbuk/ulek halus 50 gr cabai (rawit hijau tapi ada juga yang merah sedikit) dan rendam dalam 0,5 liter air selama 24 jam.
b. Cairan hasil rendaman disaring dengan kain halus.
c. Semprotkan cairan hasil penyaringan tanaman.

Dalam catatan ini juga saya hendak mendaftar tumbuhan lain yang dapat dijadikan bahan pembuatan pestisida organik. Siapa tahu kelak saya ada rezeki/kesempatan untuk membeli/mencoba menanamnya di sekitar rumah. 

Untuk perincian kegunaan dan cara membuatnya, berikut gambar-gambarnya (meskipun tidak untuk semuanya), boleh download buku ini lagi di Ipusnas :D

- Biji jarak
- Daun dan biji sirsak
- Dlingo
- Pacar cina
- Daun tembakau
- Daun sirih
- Umbi gadung
- Daun/biji mimba
- Srikaya (biji)
- Daun gamal
- Bunga piretrum (serbuk)
- Kayu pinus (serbuk)
- Buah picung/keluak
- Lengkuas dan jahe
- Daun mindi
- Tagetes
- Buah jengkol
- Daun sengon buto
- Tuba (akar dan kulit kayu)
- Batang serai wangi
- Daun dan bunga kemangi
- Biji pinang
- Daun kayu putih
- Daun pandan
- Daun kacang babi
- Bengkuang

Dalam bab lima ini selanjutnya ada resep-resep yang lebih rumit, maksudnya yang menggunakan lebih banyak bahan dalam satu ramuan yang tiap-tiapnya memiliki kegunaan spesifik misalnya khusus tanaman yang terkena hama serangga, khusus tanaman yang terkena wereng batang cokelat, lembing batu, ulat grayak, dan ulat hama putih palsu, khusus untuk pengendalian hama ulat daun pada tanaman perkebunan dan holtikultura, dan masih banyak lagi. 

Dalam catatan ini saya hendak menyalin resep yang paling mudah saja yaitu nomor 13 yang DIGUNAKAN UNTUK PENGENDALI SERANGGA, JAMUR, DAN PENOLAK HAMA (halaman 109).

Bahan : bawang putih 6 buah, cabai (rawit hijau tapi ada juga yang merah sedikit) 2 genggam, dan sabun balok 1/2 butir.
Alat : blendek/ulekan dan panci.
Cara membuat : 
a. Campurkan 6 buah bawang putih yang sudah dikupas dengan 2 genggam cabai.
b. Setelah itu, bahan diblender/ulek.
c. Selanjutnya, rebuslah dalam sepanci air bahan hasil blender/ulekan tadi.
d. Tambahkan 1/2 balok sabun, aduk rata dan biarkan selama sehari.
e. Saring cairan itu dan gunakan 4 cangkir larutan tersebut untuk 2 kali penyemprotan.

Buku ini dilengkapi dengan analisis usaha mulai dari perhitungan sampai peluangnya. Buat saya, untuk sementara ini, belajar mempraktikkan mulai dari yang termudah dahulu dan menerapkannya secara konsisten untuk mengetahui keefektifannya. Namun yang lebih penting lagi adalah: tanam dulu bayamnya, caisimnya, seledrinya, dst ... -_-"

Jumat, 19 Mei 2023

Atikan Basa Sunda Jilid 1B Pikeun Murid SD Kelas 1 Caturwulan 2

Penyusun :  Drs. Yahya Sudarya, Drs. Ano Karsana
Cetakan kedua, Mei 1996 (Edisi Revisi) 
Penerbit : PT. Sarana Panca Karya, Bandung

Dalam buku ini ada 4 Pangajaran, masing-masingnya terdapat aktivitas:
- maca,
- nulis,
- nyarita,
- ngaregepkeun (= mendengarkan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh).


PANGAJARAN 1
Tema: Lingkungan di Jero Imah jeung di Luar Imah
Bab ini mengajarkan perilaku menjaga kebersihan di lingkungan sekitar rumah, nama peralatan kebersihan dalam bahasa Sunda. Ada juga pengenalan antara bahasa hormat dan tidak hormat, serta dongeng kuya balap jeung monyet duanana maké peci.


Bagian harti kecap mengajarkan kata-kata bersinonim dalam bahasa Sunda. Namun tidak ada keterangan apakah yang satu lebih halus daripada yang lain, ataukah keduanya sama saja. Contohnya sebagai berikut.

pakarangan = buruan
tutuwuhan = tatangkalan
runtah = babala
beberesih = ngaberesihan
getol = rajin

PANGAJARAN 2
Tema: Lingkungan Tempat Diajar (Sakola)
Isi pelajarannya tentang menjaga kebersihan kelas dan sekolah, perabotan di kelas, serta macam-macam minuman. 

Di halaman 23 ada latihan menggunakan imbuhan -ar, tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai fungsinya. Yah, namanya juga buku pelajaran buat kelas 1 SD; yang penting tahu cara pakainya :v Saya tebak-tebak imbuhan ini untuk menyatakan subjek jamak.

Misal, 
dariuk kecap asalna diuk (= duduk)
narulis kecap asalna nulis (= menulis)
maraca kecap asalna maca (= membaca)
arulin kecap asalna ulin (= bermain)
arindit kecap asalna indit (= pergi)

Sebatas pengetahuan saya, dariuk, misalnya, digunakan ketika yang duduk ada banyak orang. Contoh: barudak keur dariuk. Artinya, anak-anak lagi pada duduk. Barudak keur narulis. Anak-anak lagi pada menulis. Kalau dalam bahasa Indonesia, biasanya saya menggunakan kata "pada" sebelum kata kerja untuk menyatakan pelakunya ada banyak. Menurut KBBI, "pada" di antaranya merupakan kata cakapan yang berarti "sama-sama (untuk menyatakan bahwa yang melakukan banyak)". Jadi, dalam bahasa Sunda, "pada" itu digantikan dengan menyelipkan imbuhan -ar pada kata.

PANGAJARAN 3
Tema: Lingkungan Tatangga
Bab ini mengajarkan istilah-istilah di sekitar tempat tinggal berkenaan dengan lingkungan sosial. Di bacaan awal ada cerita tentang tetangga baru yang memiliki anak yang membutuhkan teman, sehingga sebaiknya mengajak dia ikut bermain. Karunya mun teu geuwat (= cepat-cepat, lekas) diwawuhan ....

Ada nama-nama permainan dan latihannya menyuruh sebutkan 5 nama teman bermain. Saya menyebutkan 2 dari lingkungan rumah (mereka tinggal di RT sebelah) dan 3 dari sekolah. Tentu sekarang saya sudah tidak berkontak lagi dengan kelima orang itu, hehehe :v Nama-nama permainannya adalah yang dilakukan bersama-sama di luar rumah (kecuali untuk layangan bisa dilakukan sendiri, soalnya gambarnya anak yang lagi sendirian wkwk). Entah apakah buku semacam ini pada zaman sekarang akan menyertakan permainan gadget yang dilakukan sendirian di dalam rumah. Misalkan, ketimbang ucing-ucingan, sondah, kaléci, yang disebutkan malah Mobile Legend, TikTok, dan entah apalagi kaulinan nu dipikaresep barudak jaman now.

Kemudian ada nama-nama benda dan kegiatan di pekarangan. Ada beberapa yang saya tidak tahu seperti nyeuseup, bangbara, surawung, landong, iuh. Yeah, saatnya memanfaatkan kamus.

bangbara = kumbang hitam
surawung = kemangi
landong = obat
iuh = teduh

Nyeuseup saya tidak menemukannya di keempat kamus Sunda yang tersedia di rumah. Dari konteks kalimatnya, bangabara keur nyeuseup kembang, tampaknya itu berarti mengisap.

Kemudian ada latihan menceritakan isi gambar serta dongeng cukup panjang lagi-lagi tentang kuya jeung monyet tapi kali ini mereka tidak pakai peci. Dongeng tersebut sejak dini (karena ini buku pelajaran untuk anak kelas 1 SD) sudah mengajarkan tentang kejamnya dunia, bahwa ada saja pihak yang tak dapat dipercaya karena hendak menjerumuskan pihak lainnya ke dalam petaka. Ya, saya masih bisa menangkap garis besar cerita walau tidak setiap kata saya mengerti. 

PANGAJARAN 4
Tema: Mikanyaah Sasatoan
Bab ini diawali dengan bacaan ringan mengenai kunjungan Dani dkk ke kebun binatang. Kemudian ada pengertian istilah-istilah yang terdapat dalam bacaan, nama-nama hewan dalam bahasa Sunda, latihan menulis (menyalin kata), ragam sapaan dan basa-basi, ditutup dengan kawih "Prangpring", berlanjut ke "ULANGAN UMUM CAWU 2".

Ada berbagai versi "Prangpring" di YouTube yang liriknya lain dengan yang terdapat dalam buku ini. Saya sematkan saja satu video yang disertai penjelasan panjang di deskripsinya mengenai pengertian nyanyian ini. 


Tidak seperti dengan bahasa-bahasa lain, saya merasa mudah alamiah mengucapkan kata-kata bahasa Sunda seperti ketika menggunakan bahasa Indonesia saja (malah tepatnya, bahasa Indonesia saya berdialek Sunda) walau enggak setiap kata saya paham artinya. Untuk bahasa Jawa, saya kurang medhok alias tidak alamiah mengucapkannya, mungkin sebagaimana orang Jawa juga kurang bisa menghilangkan medhok-nya ketika berbahasa Indonesia. 

Selasa, 09 Mei 2023

Pendekar Sendang Drajat: Pesisir Utara Majapahit di Abad ke-16

Gambar dari Tokopedia
tapi saya baca di Ipusnas.
Pengarang : Viddy Ad Daery
Penerbit : Pustaka Alvabet, Tangerang
ISBN : 978-979-3064-75-8
Cetakan kesatu, Juni 2009

Karena buku ini tidak ada di Goodreads, jadi saya tulis catatan pembacaannya di sini.

Untuk memperkaya gaya narasi, saya coba meluaskan pembacaan ke khazanah cerita pendekar. Sementara ini yang sudah saya baca Nagabumi dan Patih Lawa Ijo masing-masing baru jilid I. Saya mendapati bahwa cerita pendekar mungkinkah bisa dibilang termasuk ke fiksi sejarah(?), paling tidak karena judul-judul yang saya temukan ini pada menggunakan latar masa silam menurut kerajaan yang benar-benar ada. Tentunya dengan permafhuman bahwa bacaan ini lebih merupakan hiburan ketimbang sumber otoritatif untuk belajar sejarah. Khusus Pendekar Sendang Drajat, ada unsur keislamannya juga.

Karena bahasanya yang sederhana dan sarat akan muatan dakwah Islam, saya sempat berpikir bahwa novel ini cocok untuk dibaca remaja muslim. Namun saya sadari ada beberapa adegan ... fan service? Yah, adegan-adegan yang dapat menimbulkan imaji tertentu dalam benak. Memang adegan-adegan itu bagian dari alur cerita, sebab musabab. Namun sebagai perempuan, rada risi saya -_-" Timbul kesan bahwa pria sesaleh seningrat bagaimanapun, nafsunya sama perempuan yang dapat "mengabdi" dan "menghibur" (in literal sense, maksudnya, yang memang begitulah profesi mereka) yang tubuh bohay-nya tak tertutup sempurna 🤢 Mungkin begitulah sewajarnya isi otak pria yang notabene adalah pengarang novel ini. Namun, kalau boleh saya mengajukan pleidoi, sebagai perempuan saya jengah sama yang begituan karena naluri juga untuk menjaga diri dari kecabulan serta pihak yang punya hasrat mengeksploitasi aurat kaum saya.

Selain itu, ada yang tidak saya pahami soal aji-aji. Sebagai contoh, di halaman 77, ada adegan di mana sang tokoh utama yang ahli silat sekaligus pendakwah ini menggunakan pedang sakti mengandung ajian. Menurut KBBI, "ajian" berarti "ilmu" sedangkan "aji-aji" adalah "benda atau mantra yang dijaga dan dirawat secara baik karena dianggap dan dirasakan memiliki kekuatan gaib". Saya anggaplah "ajian" yang dikandung pedang sakti itu merupakan kekuatan gaib. Sebagai manusia urban jaman now, yang tahunya perkara gaib itu urusan Allah, mukjizat itu hanya milik nabi, dan kurang membaca tentang wali-wali sakti, saya bertanya-tanya: kekuatan gaib dari manakah? Sewaktu SMA saya sempat mengikuti ekskul bela diri bertenaga dalam, yang semacam itukah? Bahkan itu pun rasa-rasanya ada wanti-wanti agar jangan sampai justru dimasuki jin 🤷🏽‍♀️

Ketika membaca adegan di mana seorang pendekar muda nan saleh berhasil mengalahkan sekelompok bule Portugis pemabuk dengan kesaktian semacam itu, timbul tanya lagi: apakah ilmu kekebalan ala pendekar itu sesungguhnya dulu benar-benar ada tapi jadi kurang terlestarikan akibat penjajahan Barat atau westernisasi? Misalkan saja ilmu tersebut memerlukan semacam daya sugesti, tapi westernisasi telah menumpulkan itu dan menggantikannya dengan rasionalisasi sehingga "keajaiban-keajaiban" itu tidak lagi lazim kita dapati di era kiwari. Ataukah semua itu hanya boleh dianggap sebagai fiksi? Kalau ingat-ingat sirah nabawi pun, sepertinya tidak ada sahabat nabi yang punya ilmu sakti? Maksudnya, kalau perang ya perang saja, ada skill-nya yang tidak mesti pakai kekuatan gaib selain atas pertolongan Allah, tidak pakai melenting-lenting ke sana kemari menghunus pedang yang punya aji-aji? Ataukah ilmu ini hanya berkembang di Asia Timur ke Tenggara, makanya khazanah cerita silat umumnya dari Cina dan Jawa bukannya Arab dan Eropa? Ah, bingung saya si fakir ilmu ini 😵‍💫

Novel ini tidak ada pembagian bab. Peralihan adegan dipisahkan dengan tanda bintang saja. Narasinya ringan, jelas, dan mengalir sehingga sebetulnya dapat cepat ditamatkan. Dalam 1 sesi 20 menit/hari, saya bisa membaca sampai 20-an halaman.

Novel diakhiri secara menggantung, dengan sang tokoh utama telah menemukan love interest-nya tapi belum dapat melanjutkan hubungan sebab masih ada misi lain yang harus dilaksanakan. Jadi novel ini akan ada (atau sudah adakah?) kelanjutannya. Kalau melihat tahun yang tercantum di akhir, tampaknya pengerjaan satu novel ini saja sudah makan waktu 20 tahun (1989-2009).

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain