Minggu, 14 Januari 2024

Meresensi Buku dari Masa ke Masa

Kalau sengaja mencari referensi tentang menulis resensi buku, sepertinya kita akan menemukan banyak. Catatan ini mengenai referensi yang sampai kepada saya tanpa sengaja mencarinya, sampai titik ini. Ada tiga referensi utama yang antara masing-masingnya terentang jarak sekitar 20 tahun. 

Yang pertama adalah buku Teknik Penulisan Timbangan Buku oleh P. K. Poerwantana terbitan CV. Aneka Ilmu, Semarang, cetakan pertama 1984 (dan baru dibeli ibu saya pada 18 April 1986). Buku ini tipis saja, cuma 19 halaman. Saya sudah membaca tuntas buku ini belasan tahun lalu, catatannya ada blog ini.

Yang kedua adalah buku Kiat Sukses Meresensi Buku di Media Massa oleh Nurudin terbitan CESPUR, Malang, cetakan pertama 2003. Tebalnya 159 halaman. Saya sudah menamatkannya belum lama ini, catatannya ada di Goodreads.

Gambar screenshot dari Instagram.
Yang ketiga adalah "Workshop Menulis Resensi Buku" yang diadakan Klub Buku Laswi, Bandung, baru saja kemarin, 13 Januari 2024, dengan tutor Iman Herdi, editor Bandung Bergerak dengan pengalaman menulis di berbagai media dan sudah pula menerbitkan buku karyanya sendiri. Dalam workshop ini, Kang Iman memberikan materi tertulis sepanjang sekitar 3,5 halaman. 

Bagi saya, workshop ini berat secara teori tetapi "ringan" dalam praktik. 

Secara teori, berat, karena materinya menuntut agar resensi tidak sekadar menyampaikan isi buku tetapi juga dikaitkan dengan berbagai isu. Oleh karena itu, ada berbagai hal yang mesti turut diperhatikan oleh peresensi agar tulisannya berbobot dan aktual. Entahkah itu fenomena/peristiwa yang sedang menjadi sorotan publik, atau buku-buku yang relevan dengan buku yang diresensi, termasuk riwayat penulis, latar diterbitkannya buku, dan lain-lain. Resensi buku yang dimaksud adalah juga suatu karya jurnalistik ala feature atau esai-opini, yang memerlukan riset, data, argumentasi, alur tertentu, dan lain-lain.

Secara praktik, "ringan", karena tugasnya "hanya" menuliskan satu demi satu kalimat tunggal baik perorangan maupun berkelompok. Saya tambahkan tanda kutip karena praktik ini gampang-gampang-susah buat saya yang terbiasa menulis semengalirnya saja, cenderung memasukkan terlalu banyak informasi dalam satu kalimat sehingga campur-aduk antara tunggal dan majemuk. Praktik ini melemparkan saya kembali ke masa skripsi, kala diingatkan dosen pembimbing agar belajar lagi menulis dengan memperhatikan S-P-O-K wkwkwk. Gunanya kalimat tunggal adalah supaya gagasannya mudah tersampaikan kepada pembaca umum.

Ketika meninjau lagi buku-buku tentang menulis resensi yang sudah saya baca, sebetulnya masukan dari workshop itu ada pula di dalamnya. Namun, mungkin, justru karena pemaparannya yang lebih panjang lebar, serta proses membacanya yang terputus-putus, maka saya kurang dapat menangkap yang pokok. Sementara, dalam workshop, karena waktu yang terbatas, pemateri langsung menyampaikan hal-hal yang paling perlu diperhatikan--yang membedakan resensi buku di media massa dari catatan pengalaman membaca buku di platform pribadi. Keduanya sama-sama bertujuan untuk mendalami dan menempatkan sebuah buku dalam suatu konteks, yang pertama dalam konteks publik sedangkan yang kedua konteks personal. Keduanya baik dilakukan, hanya saja untuk publik ada banyak persyaratan. Karena itulah, saya mau tetap menulis catatan pembacaan sebagaimana biasanya hahaha~ karena kerakusan dalam membaca, kebutuhan untuk merekam yang sudah dibaca, serta keleluasan untuk membagikan apa saja di internet mana tahu dapat berguna bagi yang baca. Dengan mempelajari cara menulis resensi buku untuk media massa dari masa ke masa, mudah-mudahan merangsang kepekaan agar dapat melihat suatu isu secara lebih luas sekaligus tajam serta menuangkannya secara lebih tertata.

Dalam pelaksanaan acara kupas buku di klub--mengikuti kaidah resensi--buku dapat menjadi pemantik dalam forum untuk memperbincangkan isu-isu yang lebih luas senyampang relevan.

Senin, 08 Januari 2024

Reclaim Your Heart

Buku ini sebetulnya ada di Goodreads, tapi tidak ada yang edisinya sama dengan yang saya baca yaitu terbitan Noura Books cetakan 1, Maret 2023 dengan ISBN 978-623-242-385-5. Di KDT ada keterangan bahwa buku ini pertama kali diterbitkan pada 2018 dan telah dicetak ulang sebanyak dua kali dengan sampul berbeda. Memang di Goodreads ada edisi Noura Books yang 2018 itu (penerjemah sama-sama Nadya Andwiani), dengan sampul dan ISBN berbeda.

Buku ini dipinjamkan seseorang kepada saya. Membaca halaman-halaman awal yang banyak endorsement, tampaknya buku ini merupakan kumpulan artikel dari 1 penulis yakni Yasmin Mogahed yang sebelumnya pernah dimuat entah di mana. Artikel itu dibagi menjadi beberapa tema: KETERIKATAN, CINTA, PENDERITAAN, HUBUNGAN DENGAN SANG PENCIPTA, STATUS PEREMPUAN, UMAT, dan PUISI.

Bagi saya pribadi, sungguh tepat meletakkan artikel-artikel mengenai KETERIKATAN di awal. Malah barangkali itulah tema pokoknya, sedang tema-tema berikut adalah turunannya. Ada yang bilang, "keinginan sumber penderitaan". Dalam buku ini, "keinginan" itu diartikan sebagai kelekatan dengan dunia yang bentuknya bisa bermacam-macam, bukan hanya berupa pasangan, pekerjaan, ... hal-hal apa pun yang kasatmata, melainkan juga emosi, momen, dst. Pada dasarnya, buku ini berusaha mengajak pembaca agar mampu melihat melalui kelekatan-kelekatan itu, melepaskan diri daripadanya, untuk menggantikannya dengan kedekatan pada Allah. Sebab, bagi seorang mukmin, apa yang dimiliki atau tidak dalam arti duniawi hanya relevan selama itu membawa lebih dekat atau lebih jauh dari Tuhan (halaman 154).

Sebagian awal itu pun membuat saya sedikit-sedikit berhenti untuk menyalin kata-kata yang mengena. Buku ini seperti memberitahukan apa saja yang salah pada hati saya, seperti jawaban atas permohonan yang ternyatakan dalam lagu Padi, "Hitam", "Ceritakanlah padaku, apa yang mengeruhkan hati dan jiwaku."

Buku ini memberikan pemahaman, pemaknaan, pencerahan, penguatan, perenungan. Walaupun, saya masih bingung dan samar akan sejumlah hal, yang sebetulnya sudah terpendam dari sebelum membaca buku ini. Buku ini hanya memantiknya sehingga terangkat lagi, tetapi bukan di sini tempatnya mencari kejelasan mengenai hal-hal itu. 
"Bagaimana kita bisa menjadi kuat, tanpa menjadi keras, dan tetap lembut, tanpa menjadi lemah?" (halaman 144)

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain