Selasa, 24 Januari 2023

Mengenal Hama dan Penyakit Tanaman

Gambar di-screenshot
dari Ipusnas.
Penulis : Nurulita Candra Dewi
Penerbit : PT. Intan Pariwara, Klaten
Tahun terbit digital : 2019
e-ISBN : 978-979-28-2495-7

Masih penasaran dengan hama dan penyakit tanaman. 


Yang paling kelihatan yaitu kalau buku Trubus tebal dan full color, buku ini tipis dan tidak full color. Karena tipisnya, buku ini tidak memberikan informasi sebanyak buku Trubus. Namun ada hal-hal atau informasi-informasi dalam buku ini yang tidak terdapat di buku Trubus. Misalnya saja, buku ini menyediakan eksperimen untuk memahami bagaimana unsur abiotik atau faktor lingkungan berpengaruh pada tanaman. Selain itu, menambah informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Buku ini adalah suplemen setelah membaca buku Trubus. 

Memang buku ini tampaknya ditujukan kepada anak-anak atau pelajar, sedangkan buku Trubus kiranya mencakup pula petani/pekebun skala besar. Keduanya sama-sama sarat akan materi "hafalan" ala buku pelajaran Biologi. Ketebalan buku Trubus (300-an halaman) mungkin overwhelming, tapi full color-nya bikin menarik. Buku ini gambar-gambarnya kurang jelas karena tidak full color, tapi ketebalannya yang tidak seberapa (cuma 66 halaman) membuatnya jadi bacaan informatif yang ringkas dapat lekas dituntaskan.

Kalau buku Trubus memulai dengan memperkenalkan gejala baru kemudian jenis-jenis hama dan penyakit sekalian penanganannya, buku ini kebalikannya. Buku ini langsung mengenalkan pada jenis hama menurut kelas-kelasnya (nematoda, mollusca, insekta, dan seterusnya), termasuk gejala dan bentuk penyerangan, sedangkan buku Trubus menurut cara perusakannya. 

Yang menarik, sementara buku Trubus banyak merekomendasikan penggunaan pestisida kimia berikut tabel yang memerinci zat-zatnya, buku ini kurang menyarankannya kendati mengakui keampuhannya. Pada bagian mengenai pengendalian hama secara kimiawi, buku ini hanya menguraikan berbagai efek sampingnya tanpa menyebut contoh merek--zat aktifnya pun tidak! Menurut buku ini, pestisida mesti jadi alternatif terakhir hanya kalau gangguan sudah tidak terkendali lagi. 

Contoh-contoh tumbuhan untuk pestisida nabati di buku ini tidaklah begitu umum (yakni mimba, serei wangi, piretrum, bakung, sirih, mindi, dan cengkih) tapi disertakan langkah-langkah pemanfaatannya. Sedangkan di buku Trubus contoh-contohnya lebih mudah ditemukan (seperti bawang putih, pepaya, cabai, jahe, tomat, dan merica) tapi tidak ada petunjuk pembuatannya.

Pengendalian hama terpadu yang dianjurkan dalam buku ini yaitu dengan budidaya tanaman sehat dan pendayagunaan musuh alami. Budidaya tanaman sehat yaitu melalui pengolahan tanah yang baik, pemilihan bibit unggul, pengairan teratur, pemupukan berimbang, serta pengendalian gulma.

Minggu, 15 Januari 2023

Sekitar Pancasila, Proklamasi & Konstitusi

Penulis : Drs. Safiyudin Sastrawijaya, S.H.
Penerbit Alumni, 1980, Bandung

Sampul belakang buku ini memuat "SEDIKIT CATATAN TENTANG PENULIS". Setelah minor thesis Nenek, lagi-lagi riwayat pendidikan generasi dahulu membuat saya takjub. Memang penulis buku ini kurang lebih sepantaran dengan Nenek (kelahiran tahun 1930-an). Beliau baru lulus SD pada usia kurang lebih 15 tahun, SMP 18 tahun, dan SMA 21 tahun. Sedangkan lulus kuliah pada usia 26 tahun mungkin masih relatif normal sampai generasi yang belakangan? 
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangan dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. (halaman 1)
Demikian dalam "PENDAHULUAN" terdapat kutipan dari Undang-Undang Dasar, P4, GBHN oleh Team Pembinaan Penatar dan Bahan-bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia (tanpa tahun, halaman 10), sepertinya menerangkan maksud dari buku ini. Sebenarnya, menurut "KATA PENGANTAR", buku ini aslinya merupakan bagian dari rangkaian "Kuliah Hukum Tata Negara Indonesia" yang diberikan pada Fakultas Hukum Universitas Islam Nusantara, IKIP, Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Gunung Djati antara tahun 1975 dan 1980, serta ceramah penulis sebagai Penatar dalam Penataran Pegawai Negeri untuk type A bidang "Undang-Undang Dasar 1945" yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.

Maka sebagian buku ini pun menceritakan kejadian-kejadian yang melatari tercetusnya "Pancasila, Proklamasi & Konstitusi". Beberapa memang menarik. Misalnya, uraian mengenai sebab-sebabnya Indonesia tidak dijadikan sebagai negara Islam hingga soal dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta. 

Ada lagi yang mengharukan (buat saya), mengenai pertemuan Soekarno-Hatta dengan Mayor Jenderal NIsyimura, Direktur Departemen Umum, Pemerintahan Militer Jepang. Berikut saya salinkan dari halaman 42-43 (yang sebenarnya disalin pula dari buku Muhammad Hatta, Sekitar Proklamasi, Penerbit Tintamas, Jakarta, 1970, halaman 70):
Jenderal Nisyimura menjawab : Bahwa ia mengerti dan dapat merasakan sendiri cita-cita rakyat Indonesia. Saya menangis dalam hati, katanya. Tapi apa boleh buat, katanya, kami alat, sebagai alat telah menerima perintah, bahwa kami harus menghalang-halangi setiap perubahan statusquo, apa boleh buat, juga gerakan rakyat Indonesia dengan pemuda. Kami bertanya apakah tentara Jepang akan menembaki pemuda Indonesia sebagai bunga bangsa kalau mereka bergerak melaksanakan janji Jepang atas kemerdekaan Indonesia, yang Jepang sendiri tidak sanggup menepatinya?

Apa boleh buat, kata Nisyimura, dengan hati yang luka kami terpaksa melakukannya. Tetapi katanya apabia kita sabar saja sementara, ia percaya bahwa Sekutu akan memperhatikan keinginan bangsa Indonesia.

Betapa sakitnya terasa dalam jiwa, kami bangsa Jepang terpaksa tunduk dan menjilat kepada Sekutu untuk memperoleh nasib yang agak baik sesudah kami kalah.

Mendengar itu naiklah darah saya dan berkata :

"Apakah itu janji dan perbuatan samurai ? Dapatkah samurai menjilat musuhnya yang menang untuk memperoleh nasib yang kurang jelek?

"Apakah samurai hanya hebat terhadap orang yang lemah di masa jayanya, tetapi hilang semangatnya waktu kalah ? Baiklah, kami akan berjalan terus apa juga yang akan terjadi.

"Mungkin kami menunjukkan kepada tuan, bagaimana jiwa samurai semestinya menghadapi suasana yang berubah."
Betapa penuh perasaan! Seandainya difilmkan, adegan ini bakal menitikkan air mata :'{

Ada lagi "drama" lainnya di halaman 50-51, memuat penuturan Soekarno kepada penulis biografinya, Cindy Adams, mengenai peranan Hatta menjelang proklamasi kemerdekaan, yang ditanggapi lain dari sudut pandang Hatta sendiri, bahkan dianggapnya sebagai "dongeng". Terlalu panjang untuk saya salinkan :v

Di halaman 73, saya menemukan amanat yang relatable:
Kita harus senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Berhubung dengan itu, janganlah tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
Ini seperti menjustifikasi perubahan yang kerap kali saya buat dalam merancang baik rutinitas sehari-hari maupun karangan panjang yang enggak jadi-jadi, wkwkwk. Pemerintah juga suka mengubah-ubah peraturan sih #eh. Jadi, gonta-ganti ketetapan itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan--biar ada dinamikanya :'D

Selebihnya isi buku ini adalah naskah UUD dan penjelasannya. Walaupun sekarang saya tahu tentang peristiwa-peristiwa yang melatarinya, tetap saja itu tidak serta-merta bikin mengingat setiap poin dalam UUD jadi lebih mudah :v Betapapun pentingnya mempelajari bagaimana terjadinya teks itu, mengetahui keterangan dan dalam suasana apa teks itu dibikin, buku ini tidak sampai memerinci latar pemikiran/peristiwa/dsb dari setiap pasal yang ada dalam UUD hingga ditetapkan demikian. Kalau ada buku yang isinya begitu, mungkin jadinya akan tebal sekali macam tafsir. Sedangkan buku tipis ini (92 halaman) sebagai pengantar saja. 

Jumat, 13 Januari 2023

Power (Kumpulan Cerita Pelajar)

Gambar di-screenshot 
dari Ipusnas.
Oleh Siswa-siswi Kelas 7 SMP Don Bosco I T.A. 2018/2019

Penerbit Elan Fusia melalui Diandra Kreatif (Kelompok Penerbit Diandra, Yogyakarta)

Cetakan 1, Maret 2019; 2021 (Digital)

ISBN : 978-602-336-918-8, 978-623-240-221-8 (Digital)

Membaca buku ini karena ingin mengetahui kehidupan ketua kelas SMP. Alih-alih, lebih untuk memperoleh referensi mengenai alam batin anak SMP: imajinasinya, logikanya, kosakatanya, tata bahasanya, dan seterusnya. Membaca diary sendiri semasa SMP tidak cukup karena tiap anak memiliki dunia yang berbeda-beda. Jadi ini merupakan perluasan wawasan.  

Buku ini merupakan kumpulan cerita pelajar kelas 7 SMP Don Bosco I T.A. 2018/2019 dengan tema "BULLYING". Jumlah ceritanya ada banyak. Panjang halamannya bervariasi. Kebanyakan cukup pendek. Tidak sedikit tulisan yang sangat singkat sekali bahkan menggantung, seakan-akan si penulis sesungguhnya tidak tahu mau mengarang apa asal ada yang dikumpulkan saja ^^; (Jangan-jangan ini tugas mengarang untuk pelajaran Bahasa Indonesia.) Cerita pada umumnya mendukung atau, paling tidak, menampakkan ada usaha untuk mengait-ngaitkan dengan tema yang ditentukan. Namun ada beberapa cerita yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan bullying, seakan-akan si penulis pada akhirnya sekadar berpegang pada prinsip "tulislah apa yang kamu tahu", sehingga jadilah kisah horor yang diangkat dari pengalaman nyata bahkan tutorial bermain gim Mobile Legend.

Mengenai cerita-cerita yang bersetia pada tema (atau setidaknya ada usaha ke sana), jamak ditemukan tokohnya berpikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Entah kenapa saya merasa takjub, jadi mengingat-ingat apakah anak yang jadi korban bullying pada jaman old (atau zaman saya sendiri, dua puluhan tahun lampau ...) juga sudah pada punya pikiran ke situ. 

Sebagian cerita tampak mirip dengan satu sama lain: ada yang di-bully, ada yang mem-bully, dan di ujungnya ada solusi sehingga semua berbaikan kembali. Dari sekian cerita yang setema dan setipe, menurut saya, "Keberanian" oleh Roselyn Joe adalah yang terbaik. Cerita ini termasuk panjang di antara cerita-cerita lainnya dalam kumpulan ini, penjabarannya lengkap dan mengalir. Yang membuatnya layak disorot adalah karena adanya uraian untuk mencapai solusi, juga perkembangan karakter si tokoh utama yang menjadi korban bullying. Si penulis Roselyn Joe ini di samping menyumbang lebih dari satu cerita juga merupakan ilustrator, kerap kali gambarnya muncul di ujung cerita karangan teman-temannya.

Cerita lainnya yang menarik yaitu "Keindahan" oleh Maria Gabriella Handoyo. Cerita ini merupakan kisah nyata penulisnya, yang ternyata bukanlah anak biasa. Ia lahir prematur dari seorang ibu yang merupakan manusia mini dan tercatat dalam MURI, pernah juga ditayangkan dalam televisi. Tumbuh besar, ia memiliki bakat indigo. Namun sayangnya, mungkin karena "berbeda", dia jadi dikucilkan di sekolah bahkan oleh guru-gurunya sendiri.

Kemudian ada Zipporah Imogen Divine, melalui ceritanya "Kira", menunjukkan daya ungkap yang mengagumkan buat saya seperti, 
"Kira sudah sangat rusak hatinya. Seolah-olah pecah seperti gelas, tidak ada yang mau mengangkat beling-belingnya dan membenarkannya lagi." (halaman 218)
Dalem enggak tuh?
"Akhirnya rasa cintanya ke Kira kembali menyatu dan tidak bisa dikalahkan dengan volume seluruh luar angkasa." (halaman 219)
Penggunaan majas hiperbola yang uuuh ...!

Dalam "Sekolahku", Audrey Cecilia Setiawan memunculkan foreshadowing dengan menyebutkan di awal bahwa si korban bullying tidak punya rambut, baru belakangan terungkap bahwa itu karena ia memiliki kanker. Cerita ini juga berhasil menampilkan kesan gelap yang nyata, dengan si pem-bully dibuat merasa bersalah seumur hidupnya.

Beberapa cerita tampak unik di awal, cuma eksekusinya masih perlu digodok lagi. Bisa dimaklumi jika dalam tulisan anak SMP bahasa masih acak-acakan logika juga kurang jalan, bagi saya jadi hiburan saja ^^

Selasa, 10 Januari 2023

Cerita dari Tengah Rimba

Penulis : Abdurrahman, SH.
Penerbit : Alumni, Bandung, 1984

Buku ini dari (almarhum) Kakek. Kalau saya enggak salah ingat, beliau memberikannya langsung kepada saya dan sepertinya saya sudah pernah membaca buku ini sebelumnya semasa kuliah di jurusan yang kebetulan saja menyangkut konservasi sumber daya rimba, hehehe.

Menurut kata pengantar, buku ini dimaksudkan sebagai bacaan anak-anak yang bertemakan suatu disiplin ilmu tertentu (tidak dinyatakan secara tersurat bahwa itu adalah "KEHUTANAN"). Selanjutnya penulis memerincikan poin-poin yang hendak diperkenalkannya melalui buku ini, yang mengenai hubungan manusia dengan hutan. Penulis mendasarkannya pada pengamatan terhadap warga di pedalaman Kalimantan.

Walau sudah tidak sepantasnya disebut sebagai "anak-anak", saya tetap merasa buku ini masih relevan banget buat saya karena saya termasuk yang "biasa hidup di kota-kota besar". Malah saya pikir upaya konservasi sumber daya rimba pun tetap bisa dijalankan dari kota besar, tapi ini bisa jadi topik tulisan tersendiri.

Menariknya, penulis bergelar "SH." (Sarjana Hukum), bukan "S.Hut" (Sarjana Kehutanan) (dan jangan-jangan pada masa buku ini ditulis lulusan kehutanan masih diberikan gelar insinyur). Sayangnya, buku ini tidak menampilkan profil penulis.
 
Dalam buku ini terdapat 7 cerita.

Cerita pertama, "SEBUAH DESA DI TENGAH RIMBA", membuka dengan gambaran sebuah desa yang sangat sederhana, mulai dari keadaan rumah sampai sistem kepercayaan. Belum ada listrik pula. Hidup sangat pas-pasan.

Cerita kedua, "SEKOLAH", mengurai kehidupan sekolah yang mengharukan. Anak-anak Indonesia Mengajar atau mahasiswa KKN wajiblah mengadakan program di desa dalam cerita ini. Begitu juga penganggur berpendidikan di kota-kota besar yang sudah merasa hidupnya tidak lagi berarti #eh. Tapi, sudah hampir 40 tahun berlalu, apakah ada yang keadaannya masih sebagaimana dalam cerita ini? Anak-anak di sekolah yang sedemikian itu mungkin kini sedang sibuk bernostalgia dan menasihati anak-anaknya sendiri dengan, "Dulu jaman ayah/ibu ke sekolah, harus pulang pergi naik perahu mendayung sendiri, tas cuma dikantongi keresek, bertemu buaya ..." literally!!!

Cerita kedua ini menurut saya bagus sekali untuk memahamkan kesenjangan atau tidak meratanya pendidikan. Namun walaupun pendidikan si tokoh utama dan adiknya tampak memprihatinkan, mereka tahu cara untuk survive dalam lingkungan mereka. Bandingkan dengan yang berpendidikan di kota, tidak tahu cara untuk survive selain dengan mengandalkan ijazah untuk melamar kerja yang belum tentu ada atau mau menerima orang tanpa skill nyata. Jadi harus prihatin atau justru kagumkah pada cara hidup si tokoh utama dan keluarganya? Mereka butuh pendidikan mungkin lebih supaya aware, terbuka, melek, terliterasikan, agar lingkungan tempat mereka hidup itu dapat dipertahankan dari gangguan luar (perambahan hutan oleh perusahaan besar, misal, yang memang akan dimunculkan di cerita belakangan).

Cerita ketiga, "BERLADANG", mengangkat konflik antara kearifan lokal versus keyakinan agama, pemikiran kritis dan pengetahuan berupa wawasan versus pengetahuan praktis atau pengalaman. Persisnya, cerita ini mengkritisi teknik perladangan berpindah dengan membakar hutan yang didahului dengan upacara kecil.

Cerita keempat, "MENCARI HASIL HUTAN", memperkenalkan macam-macam Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti rotan, madu, dan tanaman hias (contohnya bunga anggrek). Tersirat pemafhuman bahwa berkebun merupakan solusi dari bertambahnya manusia dan menipisnya hasil hutan.

Cerita kelima, "PERUSAHAAN-PERUSAHAN BESAR DI TENGAH RIMBA", memperbandingkan orang-orang di pabrik pengolahan kayu yang bekerja sangat berat dan teratur sekali, dengan orang-orang setempat yang walaupun pekerjaannya juga berat tapi lebih banyak santainya. 

Cerita keenam, "PERUBAHAN DALAM KEHIDUPAN DI DESA", mengangkat konflik rebutan lahan antara warga desa versus perusahaan. Sampai di sini, saya menangkap bahwa sebetulnya baik warga desa maupun perusahaan sama-sama membuat kerusakan di hutan. Namun kerusakan oleh warga desa tidak secepat dan tidak semasif yang dibuat oleh perusahaan. Keduanya pun melakukannya sama-sama untuk "cari makan". Mau bagaimana lagi? Sejak kisah Jody dan Anak Rusa, demikianlah jalan kehidupan: manusia versus alam. Dalam berbuat "kerusakan" yang tidak seberapa saja, warga desa masih hidup memprihatinkan, pas-pasan dan susah berkembang. 

Untuk berubah, mungkin memang harus ada yang dikorbankan. Misal, dengan masuknya perusahaan, hutan dibabat besar-besaran tapi interaksi dengan pendatang dari perusahaan justru menjadi cara yang lebih efektif untuk membuka mata warga desa akan adanya cara hidup yang lebih "baik" dan agar mereka me-"maju"-kan diri, dengan konsekuensi-konsekuensinya tersendiri. 

Cerita ketujuh, "PENCEMARAN SUNGAI", merupakan penutup yang mengharukan. Untunglah perusahaan (dalam cerita ini ditampilkan) bijaksana dan mau bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkannya.

Demikianlah buku tipis ini (cuma 54 halaman!) merupakan bacaan informatif edukatif yang dikemas sebagai fiksi, dengan tokoh-tokoh rekaan, alur, latar, dan seterusnya, dengan caranya yang sederhana sehingga layak dibaca anak-anak. Bagi yang sudah mampu berpikir panjang lebar, buku ini mengajak untuk merenungkan kepelikan-kepelikan dalam hidup manusia. Terlepas dari tata bahasanya yang masih acak-acakan termasuk banyaknya tipo, I liked this book

Sabtu, 07 Januari 2023

Hama dan Penyakit Tanaman: Kenali dan Atasi

Gambar di-screenshot 
dari Ipusnas.
Penulis : Argohartono Arie Raharjo

Penerbit : PT. Trubus Swadaya, Depok

Cetakan : Pertama, Juni 2017

Ukuran : viii + 320 halaman, 25 cm

ISBN : 978-602-9407-33-4, (E) 978-602-9407-63-1


Menurut kata pengantar dalam buku ini, Indonesia memang surganya hama dan penyakit tanaman. Petani mengalokasikan 70% pengeluaran untuk pestisida, penyemprotannya selang sehari atau gagal panen. Musim kemarau banyak hama, musim hujan banyak penyakit. Hama terdiri dari pemakan daun, penggerek, pengisap, pengorok daun, pembentuk puru daun, penggulung dan pelipat daun, thrips dan tungau, serta lalat buah tephritidae. Penyakit terdiri dari protozoa, chromista/stratmenopiles, cendawan, bakteri, virus, alga, dan nematoda. 

Buku ini memperkenalkan aneka hama dan penyakit tanaman itu pertama-tama melalui gejalanya. Banyak gejala yang tampak serupa, padahal jenis penyebabnya berbeda-beda. Setelah memperlihatkan beragam gejala kerusakan pada tanaman, bagian selanjutnya dalam buku ini yaitu mengenal lebih jauh tentang organisme-organisme penyebabnya, mulai dari nama, asal mulanya, siklus hidupnya, sampai pengendaliannya, yang meliputi cara-cara mekanis, kimiawi, dan budidaya. Mekanis, secara kasar, bisa diartikan sebagai bunuh, buang, musnahkan langsung. Kimiawi menggunakan zat-zat pabrikan yang mesti dibeli. Budidaya kurang lebih berarti perlakuan pada tanah, misalnya dengan membalikkannya supaya kena matahari sehingga organisme-organisme pengganggu yang bernaung di dalamnya pada mati. Kehadiran mereka dipengaruhi faktor-faktor berupa: kondisi lingkungan, kesehatan tanaman, populasi, serta pengaruh manusia. 

Membaca buku ini terasa seperti suatu terapi bagi saya agar berani menghadapi hewan semacam ulat dan sebagainya dari dekat. Soalnya buku ini dilengkapi dengan gambar bermacam-macam ulat yang walaupun cuma 2D tapi gede dan full color, bo! Horrifyingly educative, lol. Saya sudah mengantisipasi gambar hewan menggeuleuhkan lain seperti bekicot, keong, dan siput, besar-besar dari dekat, tapi herannya, tidak ada.

Tak sekadar menakutkan, tapi juga sesungguhnya menarik mengetahui wujud hewan-hewan itu secara saksama. Kutu putih pseudococcidae, misalnya, sebetulnya jamak ditemukan pada tanaman, tapi ketika diperbesar saya baru ngeh kelihatannya kayak cireng yang belum digoreng (laper, bu?). Ulat penggulung daun pisang juga bentuknya literally kayak pisang dong! Dan, ternyata, apel juga bisa kudisan lo!!! (halaman 94).

Ada pula di antara beberapa organisme ini yang perilakunya tampak menarik. Contohnya kutu bor Asterolecaniidae (halaman 159), berikut saya kutipkan beberapa fakta hidupnya:

Serangga yang tergolong kutu sisik ini terkenal malas bergerak. Ia "mengurung" diri dalam kerak tembus pandang atau sisik yang datar. .... Kutu itu hanya bergerak untuk kawin, di luar itu hanya diam di tempat. Jantan dewasa memang bisa terbang tapi tidak bisa makan, sehingga hidupnya tidak lama. Jika tidak segera menemukan pasangan, ia akan mati sebelum menghasilkan keturunan. .... Betina tidak bersayap; hanya diam menunggu datangnya pejantan.

Astaga, betapa nolep dan menyedihkannya suratan hidup yang digariskan pada spesies ini. Dah lah.

Aphid betina adalah spesies yang independent woman, karena mampu menghasilkan keturunan tanpa kehadiran pejantan dan umumnya dapat menarik semut untuk melindunginya karena cairan manis (halaman 160). You go, girl! Predator alaminya yaitu kepik ladybug dan belalang sembah, yah, mungkin mereka itu semacam emak-emak tradisional dan pemuka agama bagi para feminis liberal ini #eh. Selain aphid betina, ada kutu persik betina (perusak daun Muzus persicae/aphis tembakau) yang mampu menghasilkan keturunan tanpa pejantan. Mereka mungkin dapat berteman baik dengan tungau perusak Acarina (halaman 187) yang mana telurnya "yang tak dibuahi menjadi pejantan haploid yang tetap bekemampuan menghasilkan generasi biseksual" :v 

Membaca buku ini seperti belajar Biologi lagi, membuat takjub dan mengapresiasi jerih payah para peneliti sehigga bisa terhimpun pengetahuan mengenai banyaknya spesies pengganggu tanaman. Mengetahui jumlah mereka yang demikian banyaknya pun memahamkan bahwa bercocok tanam itu sesungguhnya rumit, apalagi kalau skala besar. Sebagian media cenderung memperlihatkan hasil yang bagus-bagus saja untuk memotivasi orang berkebun dengan mengoptimalkan sumber-sumber daya yang tersedia, di sisi lain ada juga berita-berita mengenai derita petani yang gagal panen dan sebagainya. Memang tiap-tiap kerusakan yang dibuat hama penyakit itu ada pengendaliannya, tapi orang mesti tekun melakukannya atau mengalami kerugian. Bahkan virus penyebab penyakit ada yang tidak bisa dihilangkan, tapi menetap tersembunyi dalam tanah menanti inang untuk dijangkiti.

Kalau boleh saya kaitkan dengan penyucian jiwa, mengibaratkan tanaman sebagai manusia sedang hama penyakit berupa pikiran toxic, hasrat buruk, emosi negatif, dan sifat jahat lainnya, maka hal-hal tersebut ada juga pengendaliannya mau dengan cara agamis atau sekuler sebagaimana ada cara mekanis, kimiawi, dan budidaya. Kalau dalam buku mengenai cognitive behavioural therapy, istilahnya adalah psychological gardening. Namun manusia itu sendiri sebagai yang dijangkiti sekaligus yang harus menjadi avatar pengendali kudu awas sewaktu-waktu, aktif menerapkan berbagai cara yang ada itu. Jangan sampai lalai. Berkebun luar dalam.Yah, berkebun hanya satu dari beberapa aktivitas lain yang bisa menjadi refleksi dalam mengelola kehidupan batin. Dengan menjahit, misalnya, belajar pula menambal lubang-lubang di hati, membuatnya tetap fungsional bahkan lebih menarik seperti patchwork, eaaa ....

Juga, gambar hama penyakit yang berupa bercak-bercak atau bintil-bintil kadang mengingatkan pada karya manusia yang suka menghias-hias, misalkan membuat motif atau pola pada suatu bidang, menempel-nempelkan stiker kecil di permukaan apa, dan seterusnya. Gejala atau kerusakan yang ditimbulkan hama penyakit ini pun tampak sebagai suatu karya seni, contoh jelasnya mungkin dapat berupa ulat dengan bulu warna-warni yang mentereng atau motif "batik" pada permukaan daun, padahal itu sebetulnya mengganggu produktivitas tanaman. Demikian karya seni buatan manusia ada yang lahir dari jiwa rusak dan terganggu. Atau, orang lebih memilih untuk menekuni seni ketimbang menghasilkan buah cipta lain yang manfaatnya lebih jelas. Eh, entah apa memang boleh dimaknai demikian atau asal main kait saja ini :v Namun itulah alam. Mungkin kita tidak bisa membasminya sampai habis sama sekali, hanya bisa mengendalikannya agar tidak melampaui ambang batas. Biarkanlah ada sedikit ruang untuk "seni", tapi utamakan produktivitas yang jelas-jelas bermanfaat.

Dipikir lagi, memang tidak bisa secara membabi buta mengaitkan pengendalian hama penyakit tanaman dengan kelola batin. Penyakit hati seperti sombong, misalnya, mesti diberantas habis sebab setitik saja jadi penghalang ke surga. Barulah yang seperti iri, masih diperbolehkan dengan memperhatikan "ambang batas" yaitu hanya iri kepada orang-orang tertentu sebagai motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Saya membaca buku ini di Ipusnas, tidak ada TOC per bagian. Rasanya lebih enak dan nyaman jika memiliki versi fisik buku ini supaya mudah membukai halamannya langsung ke indeks mencari sesuai keperluan. Namun sepertinya buku ini baru betul-betul berguna bagi yang giat, tekun, dan serius berkebun aneka macam tanaman apalagi kalau berskala besar. Karena saya berkebun masih skala kecil-kecilan (lebih tepatnya lagi, mini-minian), maka saya hanya mencatat petunjuk-petunjuk praktis serta gangguan-gangguan yang relevan atau telah saya temukan dalam pengalaman saya yang masih sangat terbatas, yang kiranya masih dapat ditangani dengan cara-cara sederhana berupa perangkap kuning serta pestisida nabati buatan sendiri dari bahan-bahan yang mudah ditemukan (: bawang putih, cabai, jahe, daun dan buah muda pepaya, merica, daun tomat). Namun buku ini masih memberi saya "PR" untuk mencari sendiri cara-cara membuatnya. 

Minggu, 01 Januari 2023

Laporan Pembacaan Buku (dan Semacamnya) 2022

Menurut Goodreads, sepanjang 2022, saya membaca 68 buku--16 buku lebih banyak daripada yang ditargetkan, yaitu 52 (1 minggu/buku). Sebetulnya, ada lebih banyak buku. Cuma, sejak di Goodreads tidak bisa manually add book lagi tapi ada prosedur baru yang bagi saya sementara ini terasa ribet, buku-buku lainnya itu saya tuliskan pembacaannya di blog saja, berikut daftarnya (menurut yang terakhir dibaca):


Nakayoshi Gress! Edisi 1 September 2003

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Noktah Perjalanan Hidup

PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Pintar Jepang untuk Anak SD

Apresiasi & Proses Kreatif Menulis Puisi

Seri Asyiknya Berbahasa: Ayo Menulis Puisi

Ayo Menulis Puisi

Wono Weenie Have Fun with Japanese

PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN ISTILAH

Diktat Civics 1973


Mungkin ada di antaranya yang tidak betul-betul dapat dikategorikan sebagai buku? :-/

Selain itu, ada juga yang betul-betul bukan "buku", yaitu majalah, skripsi, termasuk diary SMP :v 

Pembacaan semuanya itu saya bagikan di blog satunya.


A Study of Arnold Bennett’s The Old Wives’ Tale

Gadis Nomor 21/XXX/6 – 15 Agustus 2002

Gadis Nomor 20/XXX/26 Juli – 6 Agustus 2002

Gadis Nomor 18/XXX/5 – 15 Juli 2002


Jadi total ada 79 buku, 3 majalah, dan 1 skripsi. Kalau dirata-ratakan, berarti ada 1-2 judul bacaan cukup tebal (rata-rata di Goodreads 261 halaman)/minggu.

Untuk 2023, sementara ini, saya menargetkan untuk membaca 5 buku berbeda dalam 1 hari, muhahaha, pada waktu yang berbeda-beda, tentunya: 4 x 15 menit + 1 sesi tambahan yang dapat berubah-ubah durasinya. 

Sebetulnya, ini trik untuk menggenjot stamina baca buku saya yang mulai redup :-( 

Sebelumnya, saya kuat membaca 1 buku selama 1 jam nonstop. Belakangan, dalam 1 jam itu, saya membaca beberapa buku sekaligus. Selain itu, panjang juga daftar buku yang baru saya baca awalnya saja, atau sampai sekitar pertengahan lah, tapi terhenti. 

Apalagi sejak saya mendapat karunia tak terduga berupa tablet baru, yang di samping lebih update juga ukuran layarnya lebih besar daripada tablet yang lama, sehingga saya tidak hanya dapat kembali membaca di Ipusnas dengan nyaman, tapi juga dapat menonton YouTube dan menyusun kata-kata di Duolingo dengan jauh lebih nyaman! Persaingan yang ketat! Nafsu membaca buku pun terkikis, digantikan dengan tontonan dan mainan yang lebih menstimulasi.

Karena itulah, perlu dipaksakan lagi untuk mengutamakan baca buku sebelum aktivitas-aktivitas selainnya. Kenapa? Karena perintah pertama adalah "Bacalah!" bukanlah "Tontonlah!" atau "Bersih-bersihlah!" atau apalah, wkwkwk. Yah, entahlah apakah membaca buku benar-benar masih aktivitas yang bermanfaat. Sedikitnya, dengan membaca buku saya terpantik untuk tetap menulis walaupun hanya berupa review di Goodreads dan blog. Kalaupun saya masih membacai buku-buku seputar kepenulisan juga yang berhubungan dengan ide-ide cerita, itu untuk pelesir saja keluar sejenak dari tema-tema dalam kehidupan sehari-hari dan meluaskan wawasan :'D


(Tulisan ini dimaksudkan untuk ikut me-review "2022 on Goodreads", tapi ternyata sudah tidak bisa juga. Why, Goodreads, whyyy??? :-@)

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain