Secara keseluruhan, film ini sangat menghibur. Tidak terhitung berapa kali saya tertawa (kenapa juga harus dihitung sih?). Saya suka dengan setnya yang warna-warni. Nuansanya mengingatkan pada thumbnail musik lounge instrumental tahun '60-an di Youtube, meskipun film ini dilatari lagu-lagu Melayu-India-Cina. Saya suka dengan adegan kejar-kejaran dan joget-jogetan. Saya suka dengan pemandangan alam Vietnam yang bagaikan di surga. Saya suka dengan Mr. Kho, kakek-kakek Cina dengan kepayahan yang ekspresif. Saya suka Adrian, mas-mas flamboyan yang suka sisir-sisir kumis. Saya suka Bunga Citra Lestari, eh, Kerani, baru kemudian saya ketahui harusnya Diana, yang cantik dan imut. Saya suka Sikin yang ayu salihah. Saya suka Azhari dengan kalimat-kalimat tayibahnya yang menjadi sepercik siraman rohani sepanjang film ini. Saya suka Morgan Oey yang pura-puranya jadi orang Vietnam ambekan. Saya suka cara bicara orang Malaysia yang mengingatkan saya kepada penpal dari Perak yang surelnya tidak kunjung saya balas (hai, Fiq, kalau-kalau kamu baca blog ini!). Saya suke tembang-tembang Malaysie!, terutama yang zadul-zadul macam bulan madu di awan biru tiada yang mengganggu.
Meski begitu, penampilan Reza Rahadian masih mengganjal sih.
Sejak saya melihat poster My Stupid Boss yang pertama, BCL sudah terlihat lucu bahkan dengan hanya diam merengut begitu, tetapi ... Reza? Seperti yang ... agak ... maksa enggak sih?
Kenapa si bos enggak diperankan oleh aktor yang benar-benar mewakili umurnya saja?
Ketika saya mengungkapkan kesan saya ini terhadap teman saya penggemar film My Stupid Boss itu, ia menyarankan saya untuk melihat langsung aktingnya.
Baik, sekarang saya sudah melihat langsung aktingnya.
Teman saya bilang dengan kemampuan aktingnya itu, Reza yang asli menghilang.
Eh ... iya sih, sepertinya.
Tetapi ketampanannya masih kentara. Perutnya terlihat jelas ditempeli bantal atau apalah. Cara jalannya juga dibuat-buat.
Memangnya enggak ada aktor paruh baya di Indonesia yang mumpuni untuk berakting ala Reza Rahadian di film ini?
Aneh. Benar-benar janggal. Semua penampakan di film ini sudah bagus, kecuali yang satu itu.
Ataukah kejanggalan ini memang disengaja?
Saya menyadari bahwa memikirkan kejanggalan ini tidaklah penting dibandingkan dengan komedi yang dapat saya pelajari dari film ini. Lagi pula memang ketika menonton saya tidak begitu mempermasalahkan hal itu--mengganggu kenikmatan saja.
Saya mencamkan artikel-artikel di Mojok.co tentang Reza Rahadian, bahwa bagaimanapun kita sebagai penonton Indonesia harus menerima bahwa ia aktor yang kuasa memainkan peran apa saja. Jadi kaleng Khong Guan pun ia bisa. Sudah. Terima. Saja. Lagian, kamu tertawa-tawa juga, kan, melihat aktingnya?
Pada malam setelah hari menonton My Stupid Boss 2 itu, saya berkesempatan untuk menonton yang pertama dari suatu sumber yang ... cari sendiri, ya. Sebelumnya saya telah mendapatkan bocoran bahwa film pertama menceritakan penyesuaian diri Diana ketika baru bekerja untuk Bossman. Selain itu, di film pertama Adrian diperankan oleh aktor berbeda.
Di film pertama Bunga Citra Lestari terlihat lebih imut lagi, seperti Chibi Maruko Chan, sementara Reza Rahadian lebih tampan lagi. Aduh. Saya juga sudah kadung enak melihat Adrian yang dibawakan Iedil Putra, terlihat lebih genit gimana gitu, dibandingkan dengan yang oleh Bront Palarae, yang tampak seperti sewaktu-waktu siap membuka baju memperlihatkan badan kekar dan melempar penjahat bak di film-film laga. Mr. Kho dengan kacamata gantung dan tas kotak yang didekap ke mana-mana tetap menjadi favorit.
Lebih kasihan sama Mr. Kho daripada Bossman di adegan ini. (sumber gambar)
|
Selain itu, saya melihat sepertinya formula di kedua film agak sama: ada joget-joget, ada berseragam ekspedisi kemudian lari-lari, ada sisi baik Bossman di antara rentetan tingkahnya yang memalukan lagi menyebalkan, dan diakhiri dengan adegan PHP dari Bossman.
Setelah menyerahkan PHD--atau semacam itu pokoknya piza--
Bossman meninggalkan mereka dengan PHP. (sumber gambar) |
Tetapi, film kedua terasa lebih semarak, mungkin berkat kunjungan ke Vietnam serta kehadiran Morgan Oey #eh, ditambah kedatangan gangster Cina versus gangster India, rombongan turis Cina (?), deretan wanita penghibur di seberang kamar hotel yang ditempati Bossman, Mr. Kho, dan Adrian, dan seterusnya.
Yang wajar saja begitu. Kalau yang kedua kurang seru daripada yang pertama, kemungkinan penonton yang menonton keduanya secara berurutan akan rada kecewa. Saya sendiri yang menonton dengan urutan terbalik jadinya merasa yang pertama itu kalah menarik dibandingkan dengan yang pertama, malah cenderung klise.
Akhir film pertama pun pun bisa dibilang tidak kalah janggal daripada penampilan Reza Rahadian. Kalau Bossman punya dana untuk merenovasi Rumah Kebajikan (alias Panti Asuhan), kenapa ia sampai dikejar oleh debt collector--bahkan tidak membayar gaji Diana sampai dua bulan? Aneh, begitu.
Memang dalam dunia nyata sifat orang yang aneh-aneh itu ada saja kita temui. Lagi pula, film ini toh diangkat dari buku yang asalnya blog yang bisa dibilang pengalaman nyata.
Seketika saya pun mendapatkan insight: Jangan-jangan kejanggalan penampilan Reza Rahadian itu memang untuk menguatkan inner character yang pada dasarnya aneh? Jadi biar luar dan dalam, wujud dan isi saling mendukung melengkapi menjadi kesatuan, gitu lo (ucapkan dengan nada Bossman)!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar