Minggu, 26 Februari 2012

When inner beauty is trully inner beauty (and modest-look)


Perkenalkan duo pengacara ajib, Peter Bash dan Jared Franklin!
sumber: http://www.nypost.com/rw/nypost/2011/05/29/tv/web_photos/tvw_franklin_bash--300x300.jpg

Seorang wanita tidak terima dikeluarkan dari pekerjaannya untuk majalah Stirred sehingga ia mengajukan tuntutan. Ia menganggap dirinya dikeluarkan karena ia terlalu seksi. Jelas dua pengacara nyeleneh, Jared Franklin dan Peter Bash, bersemangat untuk menangani kasus ini.

Keluar dari ruang penugasan, mereka bertemu seorang wanita dengan penampilan sederhana. Wanita itu berambut pirang, tidak kurus tapi tidak bisa dibilang gendut juga, serta memakai atasan lengan panjang yang dipadu rompi rajut dan rok selutut bernuansa kalem. Wanita inilah klien mereka. Franklin dan Bash kaget.

Stirred sendiri merupakan majalah sekelas Playboy. Sampul-sampulnya mempertontonkan wanita nyaris bugil atau bugil sama sekali. Ketika meninjau langsung kantor majalah tersebut, wanita-wanita seksi yang sesuai persepsi mereka berseliweran. Jennifer Putnam, klien mereka, tidak seperti itu. Namun ia mengaku bahwa pria-pria suka mendatangi mejanya, membukakan pintu untuknya, dan menunjukkan berbagai bentuk perhatian lainnya.

Franklin dan Bash bertemu Katherine Mack, petinggi Stirred yang memecat Jennifer. Katherine menyerahkan laporan kinerja Jennifer yang menjadi alasan baginya untuk memecat wanita itu. Ketika Franklin dan Bash menunjukkannya pada yang bersangkutan, ia menyangkalnya. Ia pun menjelaskan bahwa alasan ia dikeluarkan lebih karena ia menolak tunjangan untuk melakukan operasi plastik. Menurutnya, ketika seorang wanita yakin bahwa dirinya cantik, orang lain pun akan melihatnya demikian. Jennifer merasa dirinya sudah cantik apa adanya.

Franklin dan Bash mengira Jennifer hanya terlalu percaya diri. Namun sudah jelas bagi mereka kalau Jennifer telah mendapat diskriminasi.

Sementara itu, kepribadian Jennifer telah menarik simpati Stanton Infield (pemilik Infield Daniels, firma tempat Franklin dan Bash bekerja), Hanna Linden (rekan Franklin dan Bash di Infield Daniels), serta para juri wanita di persidangan awal. Hanna pun mengintervensi upaya Franklin dan Bash agar mereka bisa memenangkan kasus tersebut. Menurut Hanna, para juri wanita bersimpati pada Jennifer karena Jennifer merepresentasikan mereka. Maka di persidangan berikutnya, Bash berlagak sangat terpesona pada pembawaan Jennifer sampai-sampai ia mencium bibir wanita itu—cium biasa, bukan french kiss. Namun selanjutnya tampak bahwa Bash pun sudah menaruh simpati pada Jennifer.

Kemudian Franklin, Bash, Jennifer, dan Carmen (anak buah Franklin dan Bash di firma mereka sebelumnya) mendatangi pesta untuk penggalangan dana majalah. Katherine menolak kehadiran Jennifer, meski Jennifer sebetulnya juga punya andil dalam persiapan pesta tersebut.

Di tengah pesta kolam di mana wanita-wanita berbikini lalu lalang, Jennifer lain sendiri. Pakaian yang ia gunakan hanya kaos dan celana pendek selutut. Namun tanpa canggung ia bergaul dengan orang-orang, bahkan ia loncat ke kolam. Ia kelihatan sangat akrab dengan Big Mack, ayah Katherine, sang pemilik Stirred.

Sementara itu, Carmen berhasil menggiring mantan asisten Big Mack pada Franklin dan Bash. Pria itu memiliki kesan baik terhadap Jennifer. Ketika ia mendapat pekerjaan lain sehingga tidak bisa menjadi asisten Big Mack lagi, Big Mack ingin Jennifer yang menggantikan posisinya.

Dalam kesempatan sebelumnya, kembali ke adegan di kantor Stirred, Franklin dan Bash tidak dapat berbincang dengan Big Mack karena Katherine telah menggiring pria itu menjauh. Dalam kesempatan kali ini, Bash berhasil mendekati Big Mack dan membicarakan Jennifer dengannya. Big Mack menyebut Jennifer dengan panggilan khusus. Kesannya terhadap Jennifer juga amat baik. Ia ingin Jennifer menjadi asistennya, namun putrinya mengatakan bahwa kinerja wanita itu jelek. Jadi Big Mack menurut saja. Perbincangan itu terputus karena Jennifer mengajak Big Mack untuk mengikuti lomba tiga kaki.

Di persidangan terakhir, Hanna berhasil membuat Big Mack mengatakan secara tidak langsung kalau ia sudah menganggap Jennifer sebagai anaknya sendiri. Keakraban Jennifer padanya bahkan melebihi putrinya sendiri. Sampai sini pemirsa dapat menyimpulkan bahwa kasus ini merupakan konflik pribadi antara seorang putri yang cemburu dengan bawahannya yang seakan lebih disayangi sang ayah.

Di akhir cerita, Big Mack ingin agar kasus itu segera diselesaikan. Apapun yang Jennifer minta, ia akan berikan agar hal buruk tidak menimpa putrinya. Jennifer rupanya hanya ingin pekerjaannya kembali—Big Mack pun langsung mengangkatnya jadi asisten—serta menghibahkan dana tunjangan operasi plastik untuk Operation Smile, yaitu suatu program untuk penyandang bibir sumbing agar mereka bisa mengoptimalkan potensi mereka sebagaimana Joaquin Phoenix.

Sebagaimana Stanton Infield, Hanna Linden, dan para juri wanita di tiap persidangan, saya juga sangat terkesan akan kepribadian Jennifer Putnam. Sejak awal, saya menganggap penampilan Jennifer tidaklah buruk. Ia manis dan cantik, namun tidak dalam kriteria yang acap diharapkan. Ia tidak menonjolkan lekuk fisiknya maupun memiliki wajah memikat, memang. Daya pikatnya justru terletak pada bagaimana ia memperlakukan orang lain. Ia wanita yang gemar memuji dan itu terdengar tulus bagi orang yang mendengarnya. Ia juga berpikiran positif dan suka tersenyum. Dengan demikian ketika ia mengatakan bahwa para pria suka mendekatinya, itu bukanlah suatu ada-ada. Sikapnya membuat orang lain pun ingin memperlakukannya dengan baik. Sampai-sampai, Franklin dan Bash sukar untuk mengatakan apa yang mereka pikirkan terhadapnya—bukan hal yang cukup mengenakkan—dan ini jadi adegan yang begitu menggelikan. 

Jennifer mengakui bahwa wanita-wanita lain yang bekerja untuk Stirred memang cantik secara tradisional. Mereka sudah berkorban untuk itu sehingga mereka patut dikagumi. Namun kecantikannya tidak sama dengan kecantikan mereka. Sebagaimana argumen yang ditujukan Bash pada seorang juri wanita, “Hanya karena kau tidak ditampilkan dalam majalah, bukan berarti kau tidak cantik.”

Jika Miund dalam stand up comedy edisi Valentine lalu di Metro TV mengatakan bahwa inner beauty itu omong kosong tanpa ditunjang high maintenance, maka episode Franklin & Bash kali ini menunjukkan bahwa inner beauty does make sense. Namun tentu saja di samping pembawaannya yang ceria, positif, tulus, dan menyenangkan, Jennifer juga berpenampilan rapi, bersih, sopan, sekaligus sederhana. Ia tidak khawatir untuk berburkini (istilah Franklin untuk pakaian yang dikenakan Jennifer saat terjun ke kolam), sementara wanita-wanita lainnya berbikini. Ia mengedepankan perspektif baru yang membuat Franklin dan Bash jadi bingung akan wanita sementara deretan para wanita berbikini berjemur di hadapan mereka.

Menurut saya episode ini sangat bagus dan menginspirasi, baik bagi laki-laki dan perempuan, meski saya bertanya-tanya juga mengapa Jennifer bekerja untuk majalah sekelas Stirred dan bukannya majalah lain yang lebih low profile sebagaimana dirinya.

“Jennifer of Troy”, judul cerita ini, merupakan episode ketiga dari serial Franklin & Bash Episode ini mendapat rating 7,6 dalam skala 10 dari 50 pengguna situs Internet Movie Database, begitulah yang saya cek pada malam saya mengetik ini. Tinjauan lain terhadap episode ini bisa dilihat di sini.

OOT: Mark-Paul Gosselaar alias Peter Bash

“Jennifer” telah tayang di FOX beberapa kali dalam minggu ini. Sebetulnya Franklin & Bash telah memasuki musim kedua, namun saluran yang disuguhkan operator langganan keluarga saya baru menayangkan musim pertama.

Serial Franklin & Bash sendiri secara umum mengisahkan tentang sepasang pengacara yang lain daripada yang lain. Saya belum pernah mengikuti serial hukum apapun sebelumnya, namun sepertinya sosok pengacara kocak, konyol, dan seenaknya—tak hanya dalam kehidupan sehari-hari namun juga di persidangan—baru dimunculkan melalui serial ini. Kemasannya yang beda membuat serial ini memiliki penggemarnya tersendiri.

Franklin dan Bash semula memiliki firma sendiri dengan dua orang karyawan, Carmen Phillips dan Pindar Singh, hingga suatu ketika Stanton Infield merekrut mereka untuk bekerja di firmanya yang sudah jauh lebih mapan dan ternama, Infield Daniels. Tingkah duo tersebut mengingatkannya akan ia dan rekannya saat mereka baru memulai usaha firma tersebut. Meski sudah bekerja untuk firma lain, Franklin dan Bash tetap mempekerjakan Carmen dan Pindar. Keduanya terbukti memiliki peran penting dalam membantu Franklin dan Bash memecahkan kasus-kasus yang sedang dihadapi.

Yang menarik saya untuk mengikuti serial ini sebetulnya adalah sosok “om ganteng” Mark-Paul Gosselaar yang memerankan Peter Bash. Kendati Franklin tak kalah nyeleneh darinya, saya merasa Bash lebih emosional. Saya suka ketika ia menunjukkan ekspresi polos dengan mulut membulat.

Namun yang paling bikin takjub adalah, Mark-Paul Gosselaar ternyata seperempat Indonesia! Ibunya, Paula Gosselaar, setengah Belanda dan setengah Indonesia. Dalam sebuah wawancara lawas, Mark-Paul Gosselaar mengaku tertarik untuk mengkaji latar belakangnya. Ia bahkan mengoleksi banyak benda dari Indonesia meski ia belum pernah ke sana. Ia berencana untuk melawat kampung halaman ibunya, alias Indonesia, suatu saat nanti. Entah apakah ia sudah mewujudkan hal tersebut apa belum. Potret Mark-Paul Gosselaar muda dan ibunya bisa dilihat di sini.

halo om!
sumber: http://images4.fanpop.com/image/photos/16300000/Mark-Paul-Gosselaar-mark-paul-gosselaar-16348965-2560-1922.jpg

Tidak seperti Matt Bomer nan menawan dalam serial kriminal “White Collar”, kendati digemari oleh kaum belok Mark-Paul Gosselaar heteroseksual kok. Ia memiliki sepasang putra-putri yang merupakan buah pernikahannya dengan seorang model, Lisa Ann Russell. Namun mereka telah bercerai. Mantan istrinya sudah menikah lagi sedang ia sendiri bertunangan dengan Catriona McGinn tidak lama setelah mereka dinyatakan resmi bercerai. (#mulaigosip)

Sebelum membintangi Franklin & Bash, Mark-Paul Gosselaar telah bermain dalam beberapa film dan serial. Namun yang membuatnya amat tenar adalah kemunculannya sebagai pemeran utama, Zack Morris, dalam serial populer “Saved by the Bell” (1989 – 1993). Ah jadi penasaran nih menyaksikan Mark-Paul Gosselaar remaja… X9***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain