Kamis, 01 Agustus 2013

Raymond Carver: Inspirasi Gaya Minimalis

http://comicspromise.wordpress.com/2011/03/02/4/

            Raymond Carver cukup dikenal di Indonesia. Ada sutradara Indonesia yang mengadaptasi ceritanya (What We Talk About When We Talk About Love) menjadi film (What They Talk About When They Talk About Love). Para penggemar Haruki Murakami mengenalnya sebagai pengaruh bagi pengarang favorit mereka itu. Salah satu cerpennya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bisa ditengok di Fiksi Lotus. Ia juga menjadi topik bagi beberapa karya ilmiah anak negeri.
            Raymond Carver lahir pada tahun 1928 di Clatskanie, sebuah kota kecil yang menjadi pusat kegiatan penebangan pohon di Oregon, Amerika Serikat. Masa lalunya tidak mudah. Ayahnya pemabuk. Ia satu-satunya orang di keluarganya yang berhasil melanjutkan pendidikan sampai tingkat college. Menginjak usia dua puluh tahun, ia sudah menjadi ayah dari dua anak. Ia melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan dari petugas kebersihan hingga asisten perpustakaan untuk menghidupi keluarganya. Di waktu luang ia menyempatkan diri untuk menulis. Dalam wawancara dengan The Paris Review, ia mengatakan bahwa dalam kondisi tersebut ia butuh untuk bisa menyelesaikan tulisan dengan cepat, pun mendapat bayaran dengan cepat. Maka ia pun menghasilkan puisi dan cerpen dengan gaya penulisan yang unik, yang dikenal dengan “minimalisme”.
            Karya minimalis dikatakan minim dalam berbagai aspek semisal bahasa (kalimat-kalimat sederhana dengan sedikit metafor, deskripsi, maupun emosi atau tidak ada sama sekali), karakter (orang-orang yang tidak saja miskin secara materi, tapi juga emosi dan pikiran), dan plot (peristiwa biasa-biasa saja dan disampaikan secara berurutan). Carver sendiri tidak suka disebut sebagai penulis minimalis walaupun ada yang memaksudkannya sebagai pujian. Konotasi istilah tersebut seakan menunjukkan kekerdilan visi dan eksekusi. Bagaimanapun gaya minimalis bukannya tanpa makna sama sekali.
            Salah satu karya Carver yang bergaya minimalis adalah “Popular Mechanics”. Cerpen ini menceritakan tentang sepasang lelaki dan perempuan yang memperebutkan seorang bayi. Panjang cerpen ini hanya satu halaman lebih sedikit. Terdiri dari deskripsi seperlunya dan rentetan dialog tanpa tanda kutip. Gaya penulisan ini bisa dibilang juga menggunakan sudut pandang ketiga objektif. Elemen yang menonjol dalam sudut pandang ini adalah aksi, dialog, dan deskripsi. Cara pengarang menyampaikan cerita seperti kamerawan menyuguhkan tontonan. Kita bisa tahu apa yang dilakukan dan dibicarakan seseorang dalam cerita, tapi kita tidak diberitahu apa yang dipikirkan ataupun dirasakan olehnya.
Di tangan editor Gordon Lish, teks cerpen ini mengalami sejumlah perubahan. Dari judul yang semula “Little Things”, “Mine”, lalu “Popular Mechanics”. Ada kebingungan ketika saya coba-coba menerjemahkan judul cerpen ini ke bahasa Indonesia. Secara asal “Popular Mechanics[1]” bisa diartikan menjadi “Mekanika Populer”, tapi kedengarannya seperti judul buku pelajaran Fisika. Sekiranya “mechanics” bisa dimaknai sebagai suatu cara, sedangkan “popular” berarti hal yang sudah umum. Setelah utak-atik beberapa kali, untuk sementara saya pakai “Cara yang Lumrah”. Maklum penerjemah apkiran. Sungguhpun demikian judul terakhir yang digunakan untuk cerpen ini menunjukkan bahwa yang hendak diceritakan merupakan situasi yang sudah lumrah. Pertengkaran orangtua berujung pada rebutan anak. (Tapi kita tidak akan membahas statistik perceraian di sini.) Hanya saja dalam cerpen ini situasinya berakhir dengan agak ekstrem.
            Tidak hanya pada judul, perubahan juga terjadi pada paragraf pertama dan paragraf terakhir. Carver tidak menyetujuinya, namun Lish tetap memublikasikannya. Agaknya perubahan susunan dan bentuk kata memang dapat memberi efek tertentu. Beginilah paragraf pertama versi awal.

During the day the sun had come out and the snow melted into dirty water. Streaks of water ran down from the little, shoulder-high window that faced the back yard. Cars slushed by on the street outside. It was getting dark, outside and inside.

Yang disunting Lish menjadi sebagai berikut.

Early that day the weather turned and the snow was amelting into dirty water. Streaks of it ran down from the little shoulder-high window that faced the back yard. Cars slushed by on the street outside, where it was getting dark. But it was getting dark on the inside too.

Versi Lish lebih dikenal. Kita bisa memaknai “early that day” sebagai masa awal yang baru dilalui oleh pasangan dalam cerpen tersebut, namun “the weather turned, keadaan sudah berubah lagi. “The snow” yang bisa dimaknai kemurnian cinta di antara pasangan tersebut kemudian “melting into dirty water”, meleleh dan menjadi keruh akibat suatu permasalahan. Perubahan bentuk dari “melted” menjadi “melting” memberi kesan aktif, bahwa peristiwa tersebut sedang terjadi. Pada kalimat berikutnya, “water” diganti menjadi “it” yang menunjukkan adanya hubungan dengan kalimat sebelumnya. Tapi untuk kalimat terakhir dalam paragraf ini, versi awal terasa lebih efektif. Adapun paragraf terakhir versi awal adalah sebagai berikut.

            In this manner they decided the issue.

Yang kemudian diubah menjadi seperti ini.

            In this manner, the issue was decided.

Bagaimanapun kalimat semacam dua itu memberikan akhir yang menggantung. Banyak yang berpendapat bahwa pasangan dalam cerita ini bersikap tidak dewasa. Mereka mengaitkannya dengan cerita tentang dua ibu yang berebut seorang bayi lalu menghadap Raja Sulaiman untuk mendapatkan keputusan. Raja Sulaiman memutuskan agar bayi itu dibelah menjadi dua, sehingga masing-masing ibu mendapatkan bagiannya. Namun ibu yang asli menolak, dan malah merelakan bayi itu bagi “ibu” yang lain. Adapun pasangan dalam cerita Carver kukuh dengan ego masing-masing. Mereka tidak memedulikan keadaan bayi yang mereka perebutkan seperti bermain tarik-tambang. Bayi itu mungkin terluka. Dengan situasi seperti ini, paragraf terakhir versi awal seakan menegaskan betapa kasarnya perlakuan pasangan tersebut terhadap bayi mereka. Dengan perubahan bentuk kalimat menjadi pasif, versi berikutnya seolah hendak memperhalus situasi tersebut.
            Di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, karya-karya Raymond Carver sering digunakan sebagai bahan pembelajaran. Banyak siswa yang bisa mengaitkan diri, padahal karya-karya Carver acap mengisahkan hubungan yang disfungsional. Selain itu agaknya gaya minimalis membuat karya-karyanya mudah dibaca. Seperti dalam “Popular Mechanics”. Dalam bentuknya yang simpel, kita bisa dengan mudah mengenali elemen foreshadowing (“…it was getting dark on the inside too.”), memaknai flowerpot sebagai representasi dari anak yang diperebutkan oleh orangtuanya sekaligus foreshadowing untuk kejadian selanjutnya, hingga menganggap bahwa minimnya detail menunjukkan universalitas dari cerita itu. Orang bisa berinterpretasi apa saja sih. Tapi darinya kita mendapatkan contoh bagaimana suatu cerita dapat ditulis secara simpel saja, namun tetap padat dan bermakna.
            Carver tidak menghasilkan novel. Karya-karyanya yang lebih panjang pun tidak lepas dari ciri minimalisme. Ia meninggal pada tahun 1988 (usia 50 tahun) karena kanker paru.[]


Referensi
Barnet, Sylvan (ed.). 1991. The Harper Anthology of Fiction. HarperCollins Publishers Inc.
Grant, Paul Benedict & Katherine Ashely (ed.). 2011. Carver Across the Curriculum: Interdisciplinary Approaches to Teaching the Fiction and Poetry of Raymond Carver. Cambridge Scholars Publishing (Sample)
Michael. Sept 14, 2009. When Good Editor Goes Bad. http://upstartcrowliterary.com/blog/?p=347 (17/7/13)
Simpson, Mona & Lewis Buzbee. Summer 1983. Interviews: Raymond Carver, The Art of Fiction No. 76. http://www.theparisreview.org/interviews/3059/the-art-of-fiction-no-76-raymond-carver (17/7/13)
Et cetera…




[1] Popular Mechanics juga umum dikenal sebagai majalah teknologi terapan. Terbit di Amerika Serikat sejak awal abad ke-20. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain