http://www.searchamateur.com/pictures/robot-dog-2.jpg
He's a suicidal dishevelled househusband with a robot buddy named Sparkey. She's a transdimensional foul-mouthed fairy princess descended from a line of powerful witches. They fight crime! Apa yang mungkin terjadi? Ya cerita ngaco ini... :P
|
Dimulai
ketika ia melihat Aar membuat semacam robot, atau anjing, dari lempengan besi,
kabel, dan pernak-pernik lain, untuk tugas prakarya, tapi tidak jadi. Akhirnya
anak ketiga Om Dede tersebut membuat miniatur lapangan sepak bola. Si robot
anjing terakit dengan sendirinya, dan menggentayangi si ayah. Om Dede menamakan
hewan jadi-jadian itu Sparkey.
Sparkey
menjadi kawan mengobrol Om Dede ketika para penghuni yang lain (istri dan empat anak) di rumah itu berada di
kantor, kampus, maupun sekolah, sembari lelaki paruh baya itu menyeret vacuum cleaner ke setiap ruangan, memasukkan berpotong-potong pakaian ke mesin cuci, membilas tumpukan
perabot di bak.
Juga.
Saat memotong wortel untuk sup, Om Dede bayangkan menusuk dirinya. Saat
menjemur di loteng, Om Dede bayangkan menjatuhkan dirinya. Saat mengikat tumpukan
koran, Om Dede bayangkan menggantung dirinya.
“Aku
tidak tahan menyembunyikan ini,” keluh Om Dede.
Bohlam-bohlam
kerdil di sekujur tubuh Sparkey berkedip-kedip bak lampu disko. “Istrimu yang
selingkuh, kau yang repot?”
“Aku
tidak tahan menyembunyikan darinya kalau aku tahu,” pungkas Om Dede.
“Kalau
kau bunuh diri, siapa yang jemput Mamin nanti,besok, lusa, minggu depan…”
Dengan bola matanya yang dari kaca, Sparkey menerawang benak Om Dede.
Sembari
mengganti celana yang pendek dengan yang panjang, Om Dede mengamati sosoknya di
cermin. Kusut ikal rambutnya, lecek sorot matanya, kumal kaos gombrohnya,
dibandingkan dengan potretnya dua puluhan tahun silam, gemilang ikal rambutnya,
bersinar sorot matanya, menawan setelan flamboyannya, yang diproyeksikan dari
mata Sparkey ke dinding.
Siang
itu Om Dede menjemput bungsunya yang duduk di kelas satu SD. Ia tersentak begitu
mendapati Mamin masuk ke mobil tidak sendiri, melainkan beserta se… ia ragu
apakah perempuan itu adalah… orang.
Rambutnya keriting panjang, wajahnya sangat rupawan, tubuhnya tinggi semampai,
dan kulitnya bening menerawang! Om Dede mengalihkan pandangan dari spion, demi
konsentrasi mengendara. Di lampu merah diintipnya lagi spion. Tidak ada. Memang
aku mulai gila, pikir Om Dede, terlintas pikiran untuk menemui psikolog,
mungkin nanti, besok, lusa, minggu depan… Lampu merah lagi, intip spion lagi,
tertegun lagi. Perempuan di jok tengah itu tersenyum ke arah Mamin, Om Dede
menengok Mamin, Mamin menoleh ke belakang. Desir baling-baling di punggung
Sparkey. “Perempuan itu teman khayalan Mamin. Tanyakan saja.”
“Mamin,
di belakang itu teman Mamin?”
Cengiran
Mamin memudar.
“Enggak
apa-apa. Ayah tahu,” nada yang tenang dari mulut Om Dede. “…Ayah juga ada.”
Tatapannya beralih lagi ke depan, heran dengan yang dikatakan. Ia lirik Mamin,
yang tengah mengamati Sparkey yang mengambang di samping kepala si ayah, si
ayah yang merasa situasi ini mulai mengerikan.
Sampai
di garasi. Mamin turun duluan. Perempuan itu mengekor, dengan kaki, jadi memang
ia bukan kunti. Sepasang sayap bening terkulai di punggungnya.
Om
Dede dan Mamin makan siang bersama. Baru mereka berdua saja yang di rumah, yang
lain biasa pulang sore hingga malam sekalian.
“Teman
Mamin enggak diajak makan?”
Mamin
menggeleng, lalu melirik Sparkey yang sedang bermalasan-malasan di dekat lengan
ayahnya.
“Noorie
bisa sihir, Ayah,” yang disambut Om Dede seakan kagum, “dia mau sihir aku jadi
cantik.” Gestur yang centil.
Om
Dede tidak mau mengusik sisi kewanitaan Mamin yang semakin hari semakin nyata,
bagus apabila gadis itu telah menyadari keistimewaan dirinya sejak kecil. Maka
seperti biasa Om Dede membiarkan Mamin di kamar dengan kosmetik-kosmetikannya, para
bonekanya, juga… Noorie?, sedang ia menonton pertandingan tenis di TV ditemani
Sparkey.
“Mamin
tergila-gila dengan peri, Sparkey,” ucap Om Dede setelah hening lama, “dulu dia
selalu minta diceritakan tentang peri sebelum tidur… gara-gara majalah itu…” Om
Dede teringat majalah anak-anak yang pernah ia belikan untuk Mamin, edisi Peri. Ia
mendengus sedikit. “ Dulu aku pikir teman khayalan itu cuman untuk anak-anak
yang kesepian…” Tepukan tangannya di kepala Sparkey melambat.
Malam
itu Om Dede menyusup di balik selimut Mamin.
“Ayah
mau bobo sama Mamin,” Om Dede menjawab keheranan bungsunya.
“Ayah
udah jarang bobo sama Mamin,” tanggap Mamin.
Ayah
juga sudah jarang bobo sama mama Mamin, batin Om Dede. Lagipula beberapa hari
ini istrinya sedang dinas di luar kota, dan ia tidak mau tahu agenda wanita itu
malam ini.
“Ceritain
dong tentang Noorie,” kata Om Dede.
“Ayah
yang cerita,” rajuk Mamin.
“Loh,
kan Noorie teman Mamin?”
Putrinya
tampak malu-malu.
“Nanti
Ayah cerita tentang Sparkey, anjing Ayah.”
“Bener
ya?”
“Bener…”
Berceritalah
Mamin mengenai Noorie yang bisa mengadakan perjalanan lintas dimensi, dan keturunan
penyihir sakti.
Mamin
terlelap. Om Dede belum mengantuk. Ia ke dapur yang gelap untuk mengasap, yang
mana tidak bisa ia lakukan apabila istrinya di rumah, sembari merenungkan episode
demi episode dalam hidupnya. Para kakak Mamin yang mulai dewasa, semakin jarang
di rumah. Mempertanyakan ini-itu dalam benaknya, sampai terdengar bunyi krak-kruk
dari pojok dapur. Setelah memadamkan ujung puntung, Om Dede mendekat ke sumber
suara yang berupa sosok putih di bawah juntai-juntai hitam. Sayap perempuan yang
tengah jongkok membelakangi Om Dede itu bergerak-gerak.
“Noorie?”
panggil Om Dede.
Perempuan
itu menoleh, sekrup menancap di ujung bibirnya yang lebar. Om Dede tersengat.
Kepala Sparkey teronggok, jauh dari badannya, kabel-kabel terurai.
”Kamu
makan robot?” Perasaan Om Dede tak keruan, yang dijawab Noorie dengan tatapan
dingin. “Apa kamu bisa memakanku juga?” …masih saja bayangan untuk bunuh diri
mendatanginya.
“Tentu
tidak. Kita berbeda.”
Lalu
tidak ada lagi sosok yang rela mendengarkan ocehan Om Dede. Om Dede menyusuri
ruangan demi ruangan dengan sapu dalam diam, membubuhkan detergen ke pakaian
kotor dalam sunyi, menyabuni piring dalam bisu. Berhari-hati Om Dede berkabung,
hingga memutuskan untuk mengkhayalkan teman baru. Tapi sepayah apapun Om Dede
berimajinasi, tidak kunjung muncul sosok yang senyata Sparkey. Barangkali Om Dede harus menunggu sampai Aar
mendapat tugas prakarya lagi, lalu minta dibikinkan robot anjing yang baru.
Tidak
ada lagi yang menemani Om Dede menonton pertandingan tenis di TV, sementara
Mamin mungkin tengah asyik didandani Noorie di kamar. Om Dede membayangkan
dirinya menemukan sebuah video, yang begitu diputar menampilkan gambar sumur.
Sesosok perempuan yang wajahnya ditutupi rambutnya merangkak keluar dari sumur,
dari TV, lalu mencekik Om Dede sampai mati.
Sebuah
tangan menyentuh pundak.
Om
Dede teriak.
“Ayah!
Kaget tau!” malah Mamin yang bersungut-sungut, terus cemberut, sampai meluncur
cerita dari bibirnya yang mengerucut. Ia habis bertengkar dengan Noorie.
Perempuan itu tidak kunjung menunjukkan kesaktiannya, sebagaimana yang pernah
dijanjikan dulu. “Jangan-jangan dia peri bohongan. Terus dia ngata-ngatain Mamin,
Ayah… Dia kalo ngomong suka kasar… Masak katanya bilang goblok itu baik, biar
lega, itu kan jelek, Yah.”
Om
Dede merengkuh kepala putrinya.
“Ya
udah, main sama Ayah aja…”
“Emang
Ayah mau main apa sama Mamin?”
“…mmm…
apa ya…”
Di
balik jendela Noorie dan Sparkey mengintip.
“Sebetulnya
aku tidak yakin Dede bisa mendandani putrinya,” cetus Noorie.
“Biarkan
mereka mencoba apa saja. Mari kita pulang, Tuan Putri.” Sparkey
menggoyang-goyangkan ekornya yang berupa per.
Noorie
memeluk robot anjing itu, lalu sayapnya mengepak-ngepak. Mereka membumbung ke
angkasa.
1K ++ coba ngerjain latihan dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar