Kopi lagi, kopi lagi. Entah sudah berapa kali aku mengisi
cangkir. Kopi memang nikmat, menenangkan. Seruput. Seruput. Sayup-sayup dari
kamar sebelah lagu mengalun. Aku sudah familier benar… istriku pernah sebut… power… slave…? …kekuatan budak? Hm… Dia
itu pecandu musik, sama seperti aku mencandu kopi. 12.43 AM. Kenapa lagu itu
diulang-ulang terus ya? Tiap malam… Memang penggalan liriknya kalau tidak
salah begini… malam… ini… aku… apa
begitu. Lagu rock. Tapi dia pencinta
segala macam. Kali lain dia putar lagu India. Sebentar lagi mungkin. Deretan
lagu yang sama diulang-ulang, setiap malam, ini sudah malam ke entah. Seruput.
Seruput. Kukocok lagi isi cangkirku, kuintip. Tingginya tinggal satu senti
mungkin. Bikin lagi… tapi nanti saja setelah aku intip anakku di kamar sama
ibunya yang wanti-wanti aku harus sikat gigi setelah minum kopi sebelum
mendekati anakku. Teler. 12.48 AM. Kupikir seharusnya aku tidur sekarang.
Habis subuh aku ingin bermotor sama anakku, berkelak-kelok menyusuri
gang-gang yang mengelilingi rumah… mengitari Tegallega. Aku selalu merasa
wajib mengunjungi Tegallega tiap kali membawa anakku jalan-jalan. Di sana
aku dulu mengencani ibunya. Maka aku bangkit… matikan laptop… dadah kerjaan… tapi
kuintip dulu kamar sebelah ah… ada celah. Aku senyum lihat anakku terlelap dengan
manyun. Hahaha, itu baru anak Papa… Tapi ke mana ibunya. Aku dorong sedikit
daun pintu dengan jari. Kepalanya terkulai di meja, membelakangiku. “Lagunya
jangan itu-itu aja,” tegurku. Dia menoleh. Matanya sembap. Di tangannya
segumpal tisu, kudorong lagi daun pintu, bergelimpangan lainnya di sekujur
meja. Jemarinya merapikan helai-helai yang semrawut di mukanya. “Kopi?”
usikku lagi. Seperti biasa ia menggeleng.
...mumpung insomnia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar