Sebenernya saya enggak merasa butuh gambar untuk ceracau ini, lagian di paling bawah udah ada video. Tapi saya suka kata "whorl" yang menyertai gambar ini, yang tampil di Anonymous Legacy baru-baru ini, yang sebetulnya diambil dari tumblr Black and White. Kata tersebut saya rasa tepat dengan apa yang ingin saya tumpahkan dalam ceracau ini, ya sekalian aja gambarnya juga hehe. |
Jadi aku ceritakan saja tentang Hayat. Time to Pretend dari MGMT, 22, Death of All the Romance dari The Dears, juga What’s My Age Again? dari Blink 182 adalah soundtrack hidupnya, jadi kamu bisa kira-kira umurnya berapa. Ia kena insomnia lagi malam ini, entah malam ke berapa, ia tidak tahu kenapa, mungkin ia memang mengidap gangguan jiwa. Orangtuanya, ibunya, kalau ayahnya sih tidak peduli, masih menerornya. Diteleponnya putranya. Oh, Sayang, TA kamu gimana, masa studi kamu tinggal semester ini!, udah ketemu dosen lagi belum? Euh, Mam, Hayat bilang, betapa perhatian dosennya, menyuruh para adik angkatan, karena rata-rata teman seangkatan Hayat sudah lulus, mencarinya; mengintip aktivitasnya di media sosial dengan meninggalkan jejak; untuk kembali menurunkan lagi harga diri Hayat ketika Hayat akhirnya sudi menghadap. Tapi masih Mam cuman bilang, kurang dari satu semester lagi, Sayang, kurang dari satu semester lagi! Seperti dua tahun lalu saat Hayat bilang, Mam, aku putus sama Ayudh, aku depresi. Aduh Sayang, yang kuat dong… blablabla, tapi kamu jangan sampai lupa ngerjain TA kamu… temen-temen kamu udah pada lulus kan? Dan setahun lalu, Mam, aku lagi krisis eksistensial, aku depresi. Aduh Sayang, kena apa lagi kamu? TA kamu gimana? Anaknya Bu Bachri udah wisuda, kamu kapan? Dan beberapa bulan lalu, Mam, aku mau bunuh diri, aku depresi, tapi Hayat tidak tega bilang-bilang, jadi ia akan bunuh diri tanpa bilang-bilang, tapi kemudian ia menyadari kalau ia tidak bakal mati tenang, karena dengan sengaja meninggalkan urusan yang belum diselesaikan di dunia, sehingga ia akan digiring ke neraka, malaikat mendudukkannya di kursi, tiap pergelangan tangan dan kakinya diborgol ke meja. Berkas TA disodorkan ke hadapannya. Ia harus mengerjakannya atau malaikat akan memecutnya dengan cambuk berduri yang menjalarkan api. Dan ketika akhirnya ia berhasil menyelesaikannya, malaikat akan menyodorkan berkas TA lagi, seolah yang sebelumnya tidak pernah terselesaikan. Bahkan tangannya tidak diberi kesempatan untuk beristirahat. Ia harus mengerjakannya terus dan terus, selalu ada lagi berkas TA yang baru. Mending mengerjakan TA sekali saja di dunia, Hayat pun mengurungkan keinginan untuk bunuh diri, tapi ia tidak pernah mengerjakannya. Kadang keinginan itu hinggap lagi, sampai Hayat bermimpi. Malam-malam ia menyusuri sebuah gang, semakin melangkah semakin gelap. Perasaannya mengatakan bahwa ada warung di ujung sana, ia lapar. Tapi yang kemudian ia dapati adalah sepasang gerbang dari semen. Terhampar sesuatu di baliknya yang bukan warung, Hayat tidak bisa memastikan karena keadaan nyaris tanpa cahaya, tapi seperti kuburan. Tuh kan. Kematian memang masih begitu gelap baginya. Ia bahkan tidak dapat masuk ke sana, terhalang dinding kawat. Hayat berbalik dan bertemu bapak-bapak yang membawa anjing, seketika siang, dan Hayat memutuskan untuk beli makanan di dekat kosan saja. Hayat terbangun dan memaki begitu mendapati hari belum pagi, bahkan belum berganti. Kecamuk di benaknya lagi. Pikirannya memang baru damai sehabis subuh, sehingga ia bisa terlelap sampai jelang asar. Tapi tidak enak tidur pada jam-jam orang-orang berkeliaran, dengan ada saja yang membukai pintu kamar, berseru, woy, Yat, yah tidur, dan Hayat pun terbangun, pintu keburu ditutup, dan ia hanya bisa merutuk, begitulah rutinitasnya belakangan ini, selalu lupa kunci pintu. Bengong beberapa lama, tidak tahu apa yang ingin dilakukan pada insomnia edisi malam ini, ia keluar kamar. Musim UTS. Adik angkatan di sebelah kamarnya mestinya masih terjaga. Tapi sementara orang itu terkapar tanpa daya dengan mata terpejam rapat, Hayat mengobrak-abrik kardus ransum di kamar itu. Ia mengambil sebungkus mi goreng instan rasa cabai hijau, dan se-sachet cappuccino instan dengan butiran cokelat. Ia seduh keduanya di dapur. Minya ternyata tidak hijau, kurang pandan mungkin. Cappuccino-nya tidak manis, Hayat menggunakan cangkir besar. Payah! Tapi Hayat masukkan juga ke dalam mulut, segulung demi segulung, seteguk demi seteguk, kurang asap doang, sembari ingin menyambi dengan suatu pekerjaan. Yang jelas bukan TA. Ketika TA, bahkan hidup, tidak lagi berarti, pekerjaan apapun sama saja, asal bukan TA, maka Hayat membuka laptop dan lanjut membaca karya Anais Nin. Dulu Hayat membaca apa saja, kemudian mengkhayal apa saja, tapi sejak kapan Hayat tidak ketiban khayalan lagi, selain yang cabul, yang mulai Hayat syukuri karena akhirnya ia bisa punya cita-cita lagi, walau sederhana tapi moga menjadikannya orang bermanfaat. Hayat ingin menulis novel yang dapat menyenangkan tante-tante kesepian, dari sudut pandang berondong tentu saja. Muhahahah. Tapi untuk membaca pun konsentrasinya ogah kompromi. Maka Hayat membuka situs yang menyediakan banyak video XXX gratisan, tapi ia bosan, adegannya begitu melulu, sejak lama ia melihat aktivitas seperti itu sebagai sesuatu yang sifatnya teknis saja, tidak lagi merangsang. Tapi ia tetap mengeklik dengan sembarang, sempat terbaca sedikit judulnya... “…whoriental...”, ia teringat Cecilia, yang tidak jelas agamanya apa, tapi bisa-bisanya mengatakan, “O Hayat, kembalilah kepada tuhanmu… setaaan…!”…Hayat tidak ingat apa lagi tingkahnya yang bikin gadis, sepertinya masih gadis, itu sensi, atau memang begitulah tabiat si amoy, entahlah. Bukan cuman Cecilia yang coba-coba mengajukan solusi bagi ke-sok-kemelut-an Hayat, yang pada umumnya berupa anjuran untuk mendekatkan diri pada tuhan, atau kemaksiatan, hei, pornografi bukan kemaksiatan, tapi panduan untuk membina kehidupan rumah tangga yang harmonis, jadi walau Hayat merasa tidak mendekati kemaksiatan, tapi ia juga tidak mendekati tuhan, karena dipikirnya ia sudah tenggelam di dalam tuhan, karena tuhan begitu besar, mau diingat atau dilupakan, mau dipuji atau dihujat, ya begitulah adanya tuhan… Tuhan itu membingungkan. Cappuccino habis disesap. Mi pun tandas, tinggal minyaknya pada permukaan piring. Perutnya kini yang isi. Apakah perut Awan juga sudah isi malam ini? Orang itu tidur di mana malam ini? Tidak punya kosan hingga menumpang tidur sekalian menyimpan barang di sana-sini, harus menanam umbi-umbian di hutan belakang kampus supaya tetap berenergi, orang itu bikin masalah Hayat jadi tidak berarti, sialan. Desisan. Tiara Citra is now online. Ngapain ini cewek ikutan insomnia? Plop. Hayat… semangat… Cih. Cewek ini kayak tidak tahu saja kalau kata-kata sudah tidak ada artinya bagi Hayat. Tidur bego, entar bangun2 pusing lu. Tiara Citra is now offline. Goblok. Beneran lagi. This is the day… your life will surely change… kalimat itu terlantun dari laptop Hayat, This is the Day dari The The. …aamiin…? batin Hayat dengan skeptis. Hayat menyesali mereka yang berpikir bisa mengeluarkannya dari situasi ini hanya dengan kata-kata. Sahut-sahutan azan pertanda malam tinggal sepertiga. Fn, F10, volume laptopnya dalam keadaan mute.
karena ditulisnya malam-malam. jadi dipasin 1001 kata deh.
pernah nulis pake Hayat sebelumnya di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar