Jean Rhys. Cantik ya? Entah kenapa dia
senang berpose seperti ini.
|
Pertama
kali saya menemukan cerpen I Used to Live
Here Once karya Jean Rhys di The
Heath Guide to Literature. Saya membacanya sekilas, tidak mengerti. Teks
berbahasa Inggris pula. Walaupun ini cerpen amat pendek, sekitar satu halaman.
Ketika saya melirik daftar pertanyaan di bawah cerpen, barulah saya tahu. Oh… ini teh cerita tentang hantu?
Saya
mendapati cerpen ini lagi di The Harper
Anthology of Fiction, lengkap dengan sekilas biografi pengarang, serta
daftar pertanyaan yang menyoroti aspek berbeda dalam cerpen. Padahal belum lama
saya menggarap cerpen tentang hantu, yakni A Haunted House (1921) dari Virginia Woolf. Kini saya dihadapkan lagi. Memang
kadang saya berharap bisa melihat hantu, agar ada riak dalam kehidupan saya.
Tapi ketemu hantu lewat cerpen saja tidak apa-apa deh, apalagi karena hantu
tersebut tidak berbahaya.
Cerpen
ini, bisa dibaca di sini, mengisahkan tentang seorang perempuan yang kembali ke
tempat yang pernah ia tinggali, dulu. Beberapa perubahan terjadi pada tempat
itu, beberapa masih sama. Lalu ia menemukan sepasang anak tengah bermain di
bawah pohon mangga. Ia pun menyapa mereka. Eh,
aku dulu pernah tinggal di sini loh, katanya. Tapi anak-anak tersebut tidak
menanggapinya. Salah satu di antara mereka malah mendadak merasa dingin, lantas
mengajak yang lain untuk pergi. Kedua anak itu pun berlari. Saat itulah
perempuan tersebut menyadari sesuatu.
Sekilas
cerita ini seperti cerita yang biasa ditemukan di Kekom. Pendek. Kejutan di
akhir. Ternyata dia…!? O ya ampun,
apa yang istimewa dari cerpen ini? Barangkali karena belum banyak yang menulis
semacam itu pada saat cerpen ini terbit, yaitu tahun 1976?
Yang bikin
istimewa dari cerpen ini adalah banyak review
mengenainya (silahkan googling
dengan kata kunci “jean rhys i used to live here once”—tahulah…), di mana
interpretasi para pembacanya berkembang ke mana-mana hingga menemukan makna.
Cerpen ini ternyata lebih dari sekadar memberi kejutan, tapi juga mengandung
elemen biografis pengarangnya. Secara eksplisit disebutkan dalam cerpen ini
bahwa latarnya adalah di West Indies, Dominika, di mana kaum kulit putih
berkoloni dan menjadi minoritas. Jean Rhys (1890-1979) selaku pengarang cerpen
ini lahir di sana, hingga melanjutkan pendidikan di Inggris. Cerpen ini konon
mengungkapkan perasaan terasing pengarang saat berkunjung kembali ke tanah
kelahirannya.
Maka saya
tarik kesan “biasa saja” yang sempat hinggap, karena sekiranya ini bukan cerpen
yang asal. Beberapa kalimat tertentu bisa mengembangkan interpretasi reviewer, hingga memberi petunjuk untuk
mencapai kesimpulan. Yang lebih penting adalah bagaimana latar (yang membentuk
situasi) mengandung elemen biografis pengarang. Oleh karena itu saya kira
penting bagi pengarang untuk tidak hanya mengungkapkan laku dan perasaan
karakter, melainkan juga bagaimana agar gambaran keadaan di sekitar karakter
dapat menimbulkan makna (*ngomong sama
siapa kamu day?).
Rasanya
ingin menulis fiksi, yang tiap kalimatnya “berisi”, maupun membentuk elemen
yang “berisi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar