Jumat, 13 November 2020

Mencari Perguruan Tinggi Layak Pilih

Sebuah buku panduan tentang perguruan tinggi yang relatif lengkap. Berguna tak hanya untuk calon mahasiswa, tapi juga untuk para orang tua.

Buku ini lebih lengkap bila dibandingkan dengan buku profil perguruan tingi yang pernah terbit di Indonesia. Misalnya, Kemana Setelah Lulus SLTA, Panduan Belajar ke Perguruan Tinggi, Direktori Pendidikan Tinggi dan Kejuruan, Direktori Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, atau Direktori Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia.

Jumlah perguruan tinggi di Indonesia sekitar 1.200. Rinciannya: 1.040 perguruan tinggi swasta (PTS), 51 perguruan tinggi negeri (PTN), dan 111 perguruan tinggi kedinasan, seperti Akabri dan Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran, yang berada di luar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Namun, seperti dikatakan oleh tim penyusun buku Panduan Memilih Perguruan Tinggi, tidak semua perguruan tinggi itu baik. Barangkali, itulah asumsi dasar mengapa penerbit dan penyusun hanya memprofilkan 438 perguruan tinggi. Seluruh PTN masuk, sementara PTS dan perguruan tinggi kedinasan dipilih sebagian kecil saja.

Kendati begitu, disebut lebih lengkap karena Panduan Memilih Perguruan Tinggi mendeskripsikan unsur-unsur terpenting dari sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar. Unsur-unsur itu antara lain, fasilitas yang dimiliki, jumlah dosen, jumlah mahasiswa, perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa, sistem penerimaan mahasiswa baru, daya tampung, jumlah peminat, jumlah buku di perpustakaan, jumlah lulusan, jenis program studi, biaya kuliah, dan reputasi perguruan tinggi tersebut di mata masyarakat atau lembaga-lembaga pemberi bantuan. Khusus untuk PTS, ditambah dengan informasi tentang status akreditasi setiap program studi: disamakan, diakui, atau terdaftar.

Pembaca juga dapat melihat PTN mana yang paling banyak peminatnya, tingkat persaingan rata-rata dalam memperebutkan kursi yang tersedia, program studi yang memiliki tingkat persaingan tertinggi dan terendah. Informasi-informasi tersebut disajikan dengan gaya tulisan jurnalistik.

Tulisan pada bagian pengantar yang penting adalah tentang bimbingan cara memilih perguruan tinggi berdasarkan kapasitas individual. Umpamanya dipertanyakan, apakah Anda termasuk orang yang mudah putus asa, rajin belajar, pembosan, memiliki minat baca yang baik, jenis bidang studi yang Anda impikan, dan lain-lain. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu akan membantu calon mahasiswa mengevaluasi kapasitas individualnya sebelum memutuskan memilih perguruan tinggi tertentu.

Nilai rata-rata mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada bidang ilmu pengetahuan sosial (angkatan 1993/1994) , dalam UMPTN lalu menempati urutan tertinggi (715,94), menyusul kemudian Universitas Indonesia (715,68), Universitas Diponegoro (676,71), dan seterusnya. Sedangkan untuk bidang ilmu pengetahuan alam, nilai rata-rata tertinggi dicapai oleh Institut Teknologi Bandung (733,12), lalu Universitas Gadjah Mada (726,26), Universitas Indonesia (724,23), dan seterusnya.

Secara tersirat, bagian ini juga ingin mematahkan mitos bahwa calon-calon mahasiswa PTN selalu lebih baik daripada calon mahasiswa PTS. Itu dibuktikan antara lain dengan adanya PTN yang tingkat persaingannya begitu longgar. Pemilih-pemilih bidang ilmu pengetahuan alam di sebuah PTN di Indonesia Bagian Tengah, misalnya, hampir-hampir tidak menghadapi persaingan. Artinya, mereka yang mendaftarkan diri hampir pasti diterima. Sementara, dalam bagian profil, kita dapat melihat sejumlah PTS yang dibanjiri peminat dengan tingkat persaingan yang cukup ketat.

Tentu saja, buku ini tidak luput dari kekurangan. Yang paling mengganggu adalah mengenai kriteria pemilihan perguruan tinggi yang ditulis. Pembaca tidak diberi alasan yang jelas, mengapa dari 1.200 perguruan tinggi hanya 438 yang dipilih untuk diinformasikan.

Khusus untuk PTS, penyusun memang hanya memprofilkan PTS yang berstatus minimal diakui. Tapi, saya tidak yakin bahwa di antara PTS yang belum ditulis, semuanya terdaftar. Contohnya Institut Bisnis Indonesia (IBI) yang--dari segi fasilitas, status akreditasi, dan jumlah mahasiswa--jauh lebih baik daripada sejumlah PTS yang ditulis dalam buku ini. Tetapi, mengapa IBI tidak ada?

Priyono B. Sumbogo


PANDUAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI

Penyusun: Pusat Dokumentasi dan Analisa Tempo

Penerbit: Pusat Dokumentasi dan Analisa Tempo, Jakarta, 1994, xii, 548 halaman


Sumber: Forum Keadilan, Nomor 5, Tahun III, 23 Juni 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain