Senin, 07 November 2011

Arti Keluarga Inti

Generasi sekarang terdiri dari orang-orang dewasa yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan terlalu bebal untuk melestarikan nilai-nilai dalam keluarga inti. Generasi seperti apa lagi yang akan mereka hasilkan? Fenomena itulah yang novel ini ungkap.

Harry Silver, seorang produser acara TV, berselingkuh. Hanya sekali. Namun itu sudah cukup untuk meruntuhkan kepercayaan istrinya untuk selamanya. Mereka berpisah. Sang istri, Gina, ingin menggapai kembali kehidupannya yang sebelumnya—yang ia telah korbankan demi pengabdiannya pada suami yang malah mengkhianatinya. Ketika Gina dalam upaya mewujudkan hal tersebut, Harry memperoleh kesempatan untuk menjadi orangtua tunggal bagi anak mereka, Pat. Tidak selalu mudah. Ia berusaha bisa menjadi sebaik ayahnya. Kedua orangtua Harrylah yang memberi gambaran bagi anak mereka akan figur keluarga inti ideal. Berhasilkah Harry memperbaiki hubungannya dengan Gina? Bagaimana dengan Cyd—wanita lain yang kemudian muncul dalam kehidupan Harry?

Yang dimaksud dengan keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Kita bisa saja mempunyai keluarga lain di luar keluarga inti—Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada atau Keluarga Mahasiswa Islam Kehutanan misalnya. Tapi seperti kata Harry di halaman 315, “Tapi aku tidak bisa bersaing dengan pertalian darah”—ya, mereka tidak bisa bersaing dengan pertalian darah.

Dalam kehidupan saya sekarang, yang kiranya masih umum pula di Jogja, Bandung—Indonesia, kita mungkin tidak mengalami pergolakan berarti dalam pewarisan nilai-nilai dalam keluarga inti. Alur pikiran kita mengenai masa depan umumnya adalah: lulus – kerja – menikah – punya anak – punya cucu – meninggal. Meski, fenomena seperti perceraian, melajang seumur hidup, maupun hubungan yang jelas-jelas tak akan bisa menghasilkan keturunan secara biologis bukannya tidak terjadi sama sekali dalam masyarakat kita.

Sebagian media Barat masih menampilkan profil keluarga inti utuh sebagai gambaran masyarakat mereka. Itu yang saya tangkap dari menonton film seperti “An Education”, “Little Miss Sunshine”, “Wizard of Waverly Place”, “The Simpsons”, dan sebagainya. Tapi tidak sedikit pula yang menampilkan ketidakutuhan dalam artian: orangtua tunggal maupun dewasa lajang. Banyak serial Amerika yang biasa saya tonton di TV kabel menampilkan kehidupan demikian. Bisa dimengerti bahwa nilai-nilai kebebasan yang mereka anut jadi salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kejadian ini.

Ada dialog Liz Lemmon dalam “30 Rock” terkait ini yang tidak lekang dalam ingatan saya. Dalam episode ini, ia sedang begitu mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupan lajangnya. Ia ingin merasakan jadi seorang ibu, membesarkan seorang anak, melimpahinya dengan penuh perhatian, meski setelah dewasa anak itu akan menolak ibunya. Kocak tapi jleb.

Sebelum makin melebar, novel ini sebetulnya menekankan tentang tanggung jawab yang harusnya dimiliki seseorang ketika sudah menghadirkan seorang anak ke dunia. Seperti yang disinggung dalam sinopsis di sampul belakang novel “The Nanny Diaries”, anak bukan sekadar simbol status. Ia juga bukan sekadar tanda mata hubungan seks dengan seseorang (halaman 304 novel ini). Akan menjadi seperti apa seorang anak yang dibesarkan dalam gambaran keluarga yang tidak utuh? Ia mungkin akan menjadi seseorang yang berhati-hati dalam kehidupan percintaannya kelak, begitu kata Harry pada ayahnya—saya belum menemukan lagi ia berkata begitu di halaman berapa.

Namun ini bukan semata persoalan si anak. Ini adalah persoalan dunia. Si anaklah yang suatu saat akan menentukan masa depan dunia—bersama sekian milyar anak lainnya. Bagaimana masa depan dunia di tangan anak-anak dengan riwayat tumbuh-kembang yang mencemaskan?

Keluarga utuh sendiri memang tidak menjamin seorang anak bakal berkemampuan untuk mengubah dunia jadi lebih baik. Figur keluarga utuh yang orangtua Harry tampilkan pada anaknya pun ternyata tidak menjamin Harry dapat mewujudkan hal yang sama. Jadi bagaimana yang harus diterapkan terhadap generasi penerus dunia? Apakah harus dengan model yang sama padahal tiap individu memiliki keunikan masing-masing? Sangat individualistis.

Ketika eksistensi cinta sejati ala film-film Walt Disney atau MGM zadul—“Silk Stockings” adalah satu judul yang cukup sering disebut dalam novel ini dan sepertinya “It’s a Wonderful Life” dengan James Stewart di dalamnya jadi rekomendasi—dipertanyakan relevansinya dalam realita kehidupan modern sekarang. Kamu bisa mencintai seseorang pada suatu waktu seakan kamu akan mencintainya selamanya, lalu cinta itu padam, lalu kamu bisa mencintai orang lainnya lagi di waktu berikutnya dengan cara sama. Dalam konteks novel ini, inilah yang terjadi pada Harry. Gina tidak mau rujuk pada Harry karena dugaannya akan hal ini. Cyd meragukan cinta Harry padanya karena alasan sama. Kiranya bukan Harry saja yang demikian. Ia hanya gambaran dari fenomena yang terjadi di lapangan. Bukankah begitu hakikat fiksi?

Menurut saya novel dewasa setebal 427 halaman ini tergolong ringan. Jarak spasi antar baris cukup renggang. Ukuran font cukup sedang. Meski memberi wawasan mengenai kehidupan seks pranikah, penggambaran hal tersebut dalam novel yang memperoleh penghargaan British Book of the Year pada tahun 2001 ini tidak vulgar tapi efisien. Begitupun pada situasi-situasi lain. Saya kurang bisa merasakan perbedaan karakter antara Gina dengan Cyd. Saya bahkan membayangkan mereka sebagai wanita yang sama meski dikatakan rambut Gina kuning sedang rambut Cyd hitam. Cerita diakhiri dengan mudah, begitu memenuhi pengharapan. Setidaknya pergulatan pikir Harry memantik kesadaran kita akan arti tiap personil dalam keluarga inti maupun cinta sejati.

Maka fenomena yang novel ini tampilkan membuat saya mengerti bahwa ketika papa-mama maupun pakde-bude saya bercakap akrab di usia pernikahan mereka yang sudah puluhan tahun, saya telah mendengar dan menyaksikan momen yang ternyata begitu berharga. Sesuatu yang entah berapa orang seperti Harry Silver di dunia nyata ini dambakan tapi belum tentu bisa dapatkan. 

Judul : Man and Boy – Lelaki Itu dan Putranya
Pengarang : Tony Parsons
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007

4 komentar:

  1. nice review... mau dong novelnya dyah... wah, disini serba suseh mau baca novel, adanya mandarin n inggris. rugi juga kemarin2 g bawa seabreg buku pas brgkt.:(

    BalasHapus
  2. cari perpustakaan kota di sana mas, barangkali bisa nemu versi taiwannya? hehehehe....

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. saya juga dapet minjem dari perpustakaan kota jogja hehe. mungkin bisa dicari di toko buku alternatif di kota anda, semisal toga mas, atau kalau di bandung ada bandung book centre.
      terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak :)

      Hapus

Banyak Dibuka

Pembaruan Blog Lain